Meski demikian, Mahfud menyatakan bahwa angket yang diberlakukan DPR bukan untuk pemilunya, melainkan kebijakan yang berdasar kewenangan tertentu.
Mahfud mengatakan, pemerintah dalam hak angket akan menjadi pihak yang diperiksa oleh DPR.
"Yang bisa diangket pemerintah, kalau ada kaitan dengan pemilu, boleh, kan kebijakan, kemudian dikaitkan dengan pemilu. Tapi, yang diperiksa tetap pemerintah, itu tinggal politik saja," ujar Mahfud.
Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) ini lantas menegaskan jika hak angket adalah urusan DPR dan partai politik dan bukan kewenangannya.
"Karena itu, saya tidak punya wewenang untuk melakukan itu. Tapi, kalau sebagai ahli hukum ditanya apakah boleh, amat sangat boleh," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI ini.
Baca juga: Pemungutan Suara Ulang Digelar di Malaysia, KPU RI Berharap Selesai Sebelum Batas Akhir
Ia lantas mengungkit pernyataan para ahli yang menyebut jika kalau hak angket itu urusan DPR dan partai politik.
Mengenai siapa yang boleh dilakukan angket tentu saja pemerintah terkait kebijakan-kebijakan yang diambil.
Mahfud melanjutkan, hak angket diajukan bukan untuk mengubah hasil pemilu.
Sebab, menurutnya, hak angket tidak akan mengubah keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI atau mengubah keputusan MK yang memang memiliki jalur sendiri.
Mahfud mengatakan, sesuai konstitusi, DPR RI memang memiliki hak untuk melakukan hak angket dalam syarat-syarat tertentu terhadap kebijakan pemerintah.
Artinya, DPR memiliki hak melakukan pemeriksaan atau penyelidikan.
Menurut Mahfud, KPU maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memang tidak bisa dilakukan angket. Tetapi, yang dibolehkan untuk dilakukan angket tidak lain pemerintah, termasuk jika itu memiliki kaitan dengan pelaksanaan pemilu.