Pemilu 2024

MK Tegaskan Jadwal Pilkada 2024 Tidak Boleh Diubah, Ini Tanggapan Pengurus Parpol

Penulis: Tribun Network
Editor: Mardon Widiyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi: Suasana sidang di Mahkamah Konstitusi (MK).

Oleh sebab itu, Awiek menyebut pembahasan UU Pilkada yang bergulir di DPD seharusnya berhenti.

"Artinya tidak ada perubahan undang-undang. Adapun proses penyusunan undang-undang hari ini terkait Undang-Undang Pilkada otomatis harus berhenti," papar Sekretaris Fraksi PPP DPR RI ini.

Sebelumnya, MK menolak gugatan yang diajukan oleh dua mahasiswa bernama Ahmad Al Farizy dan Nur Fauzi Ramadhan.

Pada dasarnya MK menolak, baik permohonan provisi dan pokok permohonan yang diajukan para pemohon.

Namun, dalam pertimbangan hukum putusan ini, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyampaikan agar jadwal Pilkada 2024 tidak diubah-ubah.

Hal itu penting dilakukan untuk menghindari adanya tumpang tindih tahapan-tahapan krusial Pilkada 2024 dengan tahapan Pemilu 2024 yang belum selesai. 

"Bahwa mengingat pentingnya tahapan penyelenggaraan pilkada yang ditentukan yang ternyata membawa implikasi terhadap makna keserentakan pilkada secara nasional, mahkamah perlu menegaskan ihwal jadwal yang telah ditetapkan dalam Pasal 201 ayat (8) UU Pilkada yang menyatakan, 'Pemungutan suara serentak nasional dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati, dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024'."

"Oleh karena itu, pilkada harus dilakukan sesuai dengan jadwal dimaksud secara konsisten untuk menghindari adanya tumpang tindih tahapan-tahapan krusial Pilkada serentak 2024 dengan tahapan Pemilu 2024 yang belum selesai," kata Daniel dalam persidangan di gedung MKRI, Jakarta Pusat, Kamis (29/2/2024).

Mahkamah menilai, mengubah jadwal pilkada akan dapat mengganggu dan mengancam konstitusionalitas penyelenggaraan pilkada serentak.

Hal tersebut diamanatkan MK dalam Putusan Nomor 12/PUU-XXI/2024.

Sementara itu, dalam putusan yang sama, Mahkamah juga menegaskan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempersyaratkan bagi calon anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD terpilih yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah untuk membuat surat pernyataan bersedia mengundurkan diri, jika telah dilantik secara resmi apabila tetap mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

(*)

Berita Terkini