TRIBUNSOLO.COM, MAGELANG - Minuman keras (miras) oplosan membuat satu orang meninggal dan empat orang dirawat intensif di rumah sakit.
Para korban tersebut sempat menenggak minuman keras oplosan di Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Yang bikin miris, mereka diduga mengoplos miras dengan cairan parfum.
Baca juga: Minta Pertanggungjawaban karena Hamil, Gadis 17 Tahun Malah Disekap di Kos Bantul DIY
Peristiwa ini bermula pada Minggu (25/8/2024) malam, ketika tujuh pemuda menggelar pesta minuman keras di lingkungan Dusun/Desa Paremono, Mungkid.
Kepala Polsek Mungkid, AKP Maryanto, menjelaskan lima orang di antara pemuda itu mengalami kejadian tak biasa usai tenggak miras oplosan.
Mereka disebut mengalami sesak napas dan muntah sepanjang Senin (26/8/2024).
Pada Selasa (27/8/2024) dini hari, salah satu pemuda bernama MBS (20) dinyatakan meninggal dunia setelah sebelumnya sempat dirawat di RSUD Merah Putih.
Baca juga: Diduga Mabuk Miras, Pria Bertato Terjatuh ke Pemecah Ombak Pantai Congot Kulon Progo DIY
"Hasil pemeriksaan diduga minuman keras oplosan dicampur dengan parfum atau minyak wangi," ungkap Maryanto, Selasa.
Sementara itu, empat orang lainnya m,asih dirawat intensif di rumah sakit.
Mereka adalah MF (25), AM (25), dan AB (yang berusia belasan tahun) di RSUD Muntilan, sementara WOT (20) dirawat di RSUD Merah Putih.
Berdasarkan penyelidikan polisi, korban mendapat minuman keras tersebut dari Kabupaten Purworejo.
Polisi sendiri sampai kini belum bisa memastikan jumlah takaran miras karena masih dalam penyelidikan.
Baca juga: Sebelum Beraksi, Gangster di Klaten Jateng Mengaku Minum Miras Ciu dan Pil Koplo
Namun, sampel muntahan di lingkungan Dusun Paremono dan rumah MF yang menjadi barang bukti.
Pada Selasa pagi, polisi melakukan olah tempat kejadian perkara di rumah MF.
Di sana juga ditemukan minyak wangi yang diduga menjadi bahan oplosan.
Muslih (43), ketua RT 04 Dusun Paremono mengaku, lingkungannya sudah sering menjadi tempat mabuk-mabukan oleh para korban.
Warga, katanya, sudah lelah menegur mereka karena tidak jera.
"Ketika ditegur, mereka jawab, 'uang, ya, uang saya. Kalau nanti saya mati, itu takdir.' Saya wis jeleh (sampai capai)," cetus Muslih.
(*)