TRIBUNSOLO.COM - Kekecewaan dirasakan musisi Piyu Padi terhadap sistem pengelolaan royalti musik di Indonesia.
Pria dengan nama lengkap Satriyo Yudi Wahono tersebut menyoroti kinerja Lembaga Manajemen Kolektif Negara (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang dinilainya tidak transparan.
Baca juga: Warga Sragen Curi Motor Tetangga Sendiri, Dilakukan saat Korban Panen Padi di Sawah
Piyu mengungkap hal ini terkait dengan pengumpulan royalti dari pertunjukan musik atau performing rights.
Dilansir dari Kompas.com, Dalam Forum Group Discussion (FGD) Tata Kelola Royalti Musik di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2024), Piyu mengatakan hanya menerima royalti sebesar Rp 125.000 tahun ini setelah dipotong pajak.
“Kalau saya, royalti itu cuma Rp 125.000 (tahun ini),” ungkap Piyu.
Dalam momen tersebut Piyu juga mengungkap sebelumnya pada 2022, ia menerima Rp 349.283.
Piyu merasa nominal tersebut tidak masuk akal, mengingat besarnya pendapatan industri musik Indonesia.
Ia pun menuntut transparansi dalam pengelolaan royalti oleh LMKN dan LMK.
“Jadi, ada hal yang enggak benar gitu. Makanya saya bilang, LMKN ini tidak kompeten. Kalau LMKN ini memang tidak bisa menjalankan tugasnya, ya memang,” tegas Piyu, yang juga menjabat Ketua Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI).
Lebih lanjut, ia memaparkan data dari platform Loket.com, yang menunjukkan bahwa total penjualan tiket dari 951 acara musik mencapai Rp 1,04 triliun.
Baca juga: Lambang Padi Kapas Hingga Bendera Merah Putih, Sumbangsih Keraton Solo untuk RI?
Ahmad Dhani: Royalti Hanya 1 Persen
Keluhan serupa disampaikan musisi Ahmad Dhani.
Ia menyoroti rendahnya angka royalti yang dikumpulkan dari pertunjukan musik, yakni hanya Rp 900 juta sepanjang tahun.
“Kenapa hanya Rp 900 juta per tahun dari seluruh konser di Indonesia? Sementara dari sektor lain bisa Rp 140 miliar. Itu di bawah 1 persen,” kata Dhani.
Menurutnya, rendahnya angka ini menjadi bukti bahwa sistem pengelolaan royalti belum berjalan efektif.