Sejak 2018, Sritex mengelola empat lini utama bisnis:
- Pemintalan: Kapasitas 1,1 juta bal benang per tahun
- Penenunan: 180 ribu meter kain per tahun
- Pencelupan dan Pencetakan: 240 juta yard per tahun
- Garmen: 28 juta potong pakaian jadi per tahun
Kantor pusatnya di Jakarta juga berdiri megah di Jalan Wahid Hasyim No. 147, menandakan posisi Sritex sebagai pemain utama industri tekstil nasional.
Puncak Kejayaan: Seragam NATO dan Pandemi
Sritex pernah menjadi kebanggaan nasional ketika dipercaya sebagai salah satu pemasok seragam militer untuk NATO, termasuk Angkatan Bersenjata Jerman dan Inggris.
Harian Kompas edisi 21 Desember 1998 mencatat bahwa Sritex mendapat pesanan lebih dari 1 juta PS (peach stell) dari Jerman dan 400 ribu PS dari Inggris.
Negara lain seperti Papua Nugini dan Kantor Pos Jerman juga tercatat sebagai pelanggan.
Di masa pandemi COVID-19, Sritex dengan cepat memproduksi jutaan masker kain, memanfaatkan kapasitas produksi dan reputasi global yang dimilikinya.
Jaya di Era Orde Baru
Sukses Sritex juga tak lepas dari kedekatan Muhammad Lukminto dengan Presiden Soeharto di era Orde Baru.
Tahun 1976, pabrik tekstil ini mendapat fasilitas Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan menjadi penyedia utama seragam bagi ASN, TNI, dan Polri.
Puncak keistimewaan terjadi pada 1992, ketika Soeharto meresmikan perluasan pabrik Sritex bersamaan dengan pengembangan 275 usaha kelompok aneka industri di Sukoharjo.
Namun masa kejayaan itu kini tinggal sejarah. Sritex resmi dinyatakan pailit pada 1 Maret 2025, setelah terbelit utang triliunan rupiah kepada lebih dari 1.600 kreditur.
Seluruh asetnya kini dikelola oleh kurator, dan perusahaan tidak lagi beroperasi secara normal.
Artikel ini diolah dari Kompas.tv dengan judul Kerugian Negara Akibat Kasus Korupsi Kredit Sritex Capai Rp 1,08 Triliun dan Kompas.com dengan judul Sejarah Sritex, Raja Kain Era Orde Baru yang Kini Pailit