Fakta Menarik Tentang Boyolali

Asal-usul Kecamatan Klego Boyolali : Konon Namanya Dipercaya Merupakan Pemberian Nyi Ageng Serang

Salah satu landmark paling penting di Kecamatan Klego adalah Waduk Bade, sebuah bendungan besar yang terletak di Desa Bade.

|
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
KOMPAS.com/ANGGARA WIKAN PRASETYA
WISATA BOYOLALI - Waduk Bade Klego di Boyolal, Jawa Tengah. Inilah asal-usul Kecamatan Klego. (KOMPAS.com/ANGGARA WIKAN PRASETYA) 
Ringkasan Berita:
  • Klego di utara Boyolali dikenal sebagai wilayah agraris yang berkembang menjadi simpul perdagangan, terutama di jalur Klego–Kacangan.
  • Nama “Klego” berasal dari kisah Nyi Ageng Serang yang enggan pergi dari kawasan itu, dari ungkapan “kele-kele ora tega”.
  • Waduk Bade menjadi ikon penting sebagai sumber irigasi sekaligus destinasi wisata dengan panorama Merapi, Merbabu, dan Telomoyo.

 

TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI - Klego adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, yang secara geografis terletak di bagian utara wilayah kabupaten.

Nama Klego mungkin tidak setenar kota-kota besar di sekitarnya, namun kecamatan ini menyimpan sejarah panjang, potensi ekonomi, hingga destinasi wisata yang kian berkembang.

Keunikan Klego bukan hanya terletak pada bentang alam dan kehidupan pertaniannya, tetapi juga pada kisah masa lampau yang melekat kuat di ingatan masyarakat setempat.

Baca juga: Asal-usul Nama Kecamatan Teras Boyolali : Ada Legenda Nyi Ageng Pandan Arang Bertanya Arah Jalan

Lokasi Kantor Kecamatan Klego ini berjarak 36 kilometer dari Pusat Kota Solo dan bisa ditempuh dalam waktu 1 jam kendaraan pribadi.

Sementara dari pusat Kota Boyolali berjarak 30 kilometer.

Letak Geografis dan Karakter Wilayah

Secara administratif, Kecamatan Klego berada di jalur penting yang menghubungkan Simo dan Karanggede.

Kawasan ini didominasi oleh lahan pertanian subur yang sejak lama menjadi sumber mata pencaharian warga.

Tanahnya yang produktif menjadikan sektor pertanian sebagai tumpuan ekonomi utama.

Klego memiliki batas wilayah sebagai berikut:

  • Utara: Kecamatan Wonosegoro dan Kecamatan Kemusu
  • Timur – Tenggara: Kecamatan Andong
  • Selatan – Barat Daya: Kecamatan Simo
  • Barat: Kecamatan Karanggede
  • Barat Laut: Kecamatan Wonosegoro

Dengan luas wilayah yang cukup besar, Klego terbagi menjadi 14 desa: Bade, Banyu Urip, Blumbang, Glagah Ombo, Gondanglegi, Jaten, Kalangan, Karanggatak, Karangmojo, Klego, Sangge, Sendangrejo, Sumber Agung, dan Tanjung.

Baca juga: Asal-usul Pracimantoro : Dulu Kawasan Kekuasaan Mangkunegaran, Kini Wilayah Paling Sibuk di Wonogiri

Perkembangan Ekonomi

Meskipun pada dasarnya merupakan wilayah agraris, Klego mengalami perkembangan ekonomi yang cukup pesat.

Jalur penghubung antar-kecamatan yang melewati pusat Klego menjadikan daerah ini secara bertahap tumbuh menjadi simpul perdagangan.

Pantauan TribunSolo.com, jalan raya Klego-Kacangan adalah jalur yang paling ramai.

Di sini banyak toko-toko berjajar dan warung makan.

Saban hari, jalur ini dilintasi kendaraan roda dua dan roda empat.

Pasar tradisional dan pusat aktivitas ekonomi lain berkembang dan mendukung kesejahteraan masyarakat.

Namun, ada satu ciri budaya ekonomi Klego yang cukup unik dan dikenal luas di Indonesia: kebanyakan pedagang Sate Kambing Solo di Jabodetabek ternyata berasal dari Klego dan sekitarnya.

Bahkan mereka memiliki paguyuban pedagang sate kambing.

Lucunya, meski dikenal sebagai “pusat” asal pedagang sate kambing, Klego hanya memiliki sedikt warung sate kambing di wilayahnya.

Baca juga: Asal-usul Ponten Ngebrusan Solo: Jejak Arsitektur Kolonial dan Revolusi Hidup Sehat di Kota Bengawan

Asal-usul Nama Klego

Nama "Klego" memiliki kisah menarik yang berakar dari peristiwa masa perjuangan.

Menurut cerita yang berkembang, nama ini muncul pada masa Pangeran Diponegoro mengobarkan perlawanan terhadap Belanda.

Pada waktu itu, Nyi Ageng Serang bersama cucunya Aryo Papak memimpin pasukan Narapraja dan bergerak melewati berbagai daerah seperti Serang, Purwodadi, Semarang, Demak, dan Kudus.

Saat mereka tiba di daerah yang kini disebut Klego, Nyi Ageng Serang merasakan kenyamanan dan enggan beranjak.

Ia menyebut perasaannya dengan ungkapan Jawa “kele-kele ora tega”, yang berarti tidak sampai hati pergi.

Dari ungkapan itulah muncul nama Klego, yang kemudian dilestarikan dari generasi ke generasi.

Baca juga: Asal-usul Kampung Gandekan di Solo : Nama Diambil dari Abdi Dalem, Dulu Pelabuhan Kuno yang Sibuk

Pengesahan Nama Setelah Kemerdekaan

Meskipun nama Klego sudah dikenal luas sejak lama, status resminya sebagai desa baru ditetapkan setelah Indonesia merdeka.

Pada tahun 1950-an, Kepala Desa pertama menghadiri konferensi Pemerintah Kabupaten Boyolali dan mengusulkan nama Desa Klego.

Usulan tersebut diterima karena tidak ada desa lain yang menggunakan nama serupa. Sejak itu, Klego diakui secara resmi sebagai bagian dari wilayah administrasi Boyolali.

Waduk Bade: Ikon Wisata dan Sumber Kehidupan Pertanian

Salah satu landmark paling penting di Kecamatan Klego adalah Waduk Bade, sebuah bendungan besar yang terletak di Desa Bade.

Waduk ini berfungsi sebagai sistem irigasi utama yang mengairi ratusan hektare sawah di Klego, Andong, dan sebagian wilayah Boyolali.

Selain perannya dalam pertanian, Waduk Bade juga berkembang menjadi destinasi wisata alami.

Di sisi utara tanggul, area wisata sederhana memungkinkan pengunjung duduk santai sembari menikmati panorama waduk yang luas.

Baca juga: Asal-usul Pasar Harjodaksino Solo: Nama Diambil dari Tokoh Lokal, tapi Lebih Dikenal Pasar Gemblegan

Keindahan waduk semakin memikat berkat latar Gunung Merapi, Merbabu, dan Telomoyo yang tampak jelas saat cuaca cerah.

Ketika TribunSolo.com mendatangi tempat ini disambut angin sepoi-sepoi dan cuaca mendung.

Momen paling indah biasanya terjadi saat matahari terbenam, ketika langit berwarna jingga dan siluet gunung terlihat dramatis di balik hamparan air.

Pantauan TribunSolo.com, meskipun akses menuju tanggul kini dibatasi, kendaraan bermotor tidak lagi diperbolehkan melintas di atasnya, pengunjung tetap bisa menikmati keindahan area sekitar waduk tanpa dikenai biaya masuk maupun biaya parkir.

Dengan jarak sekitar 30 kilometer dari pusat Kota Boyolali dan waktu tempuh kurang lebih satu jam, Waduk Bade menjadi pilihan wisata murah meriah bagi warga Boyolali dan daerah sekitarnya.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved