Makan Bergizi Gratis di Solo
Menu MBG SPPG Solo Dikeluhkan Penerima Manfaat, Pengelola Akui Ada Masalah Bahan Baku
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disalurkan melalui Satuan Pelayanan Penyedia Gizi (SPPG) di Kota Solo mendapat keluhan dari penerima manfaat
Penulis: Andreas Chris Febrianto | Editor: Putradi Pamungkas
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Andreas Chris Febrianto
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disalurkan melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kota Solo mendapat keluhan dari penerima manfaat.
Menu yang disajikan dinilai tidak memenuhi standar gizi.
Keluhan tersebut pertama kali diunggah oleh pengguna bernama Johan Wahyu melalui laman Unit Layanan Aduan Surakarta (ULAS) pada Selasa (30/9/2025).
Unit Layanan Aduan Surakarta, atau disingkat ULAS, adalah platform resmi dari Pemerintah Kota Surakarta untuk masyarakat melaporkan masalah, menyampaikan saran, dan memberikan kritik terkait pelayanan publik.
Johan mengkritik menu MBG yang disediakan oleh SPPG Tipes 2.
Dalam unggahannya, Johan menyertakan foto menu yang terdiri dari nasi, keripik tempe, jeruk, potongan sayur seperti timun dan tomat, serta potongan mirip jamur crispy.
"Selamat siang mas wali ijin mau melaporkan SPPG tipes 2, untuk penyajian menunya apa tidak ada pengawasan gizi apa iya kita mau kasih ke generasi penerus bangsa dengan menu yang tidak yang tidak relevan dan kurang standart gizinya," tulis Johan.
Ia juga mempertanyakan efektivitas anggaran program MBG jika menu yang disajikan dinilai tidak layak.
"Program ini dengan anggaran besar apa iya pantas dengan menu seperti itu-itu saja dan bahkan ada lauk yang tidak layak makan... Mohon ditindaklanjuti untuk SPPG tipes 2 dan sekolah-sekolah terkait yang katanya ada ya keterlambatan bahan baku kan gak masuk akal," lanjutnya.
Menanggapi keluhan tersebut, Kukuh Waskito selaku pengurus Yayasan Ziyadatul Iman At Tamamiyah yang mengelola SPPG Tipes 2, mengakui adanya perubahan menu MBG pada hari itu.
Ia menjelaskan bahwa perubahan tersebut disebabkan oleh kendala teknis dalam pengadaan bahan baku.
"Ini mungkin baru sepengetahuan saya, hari ini tadi itu rencananya mau menu ayam. Cuma daging ayamnya dari supplier itu bermasalah, terus kita shift (menu). Jadi karena masalah darurat per hari ini saja, kalau yang kemarin-kemarin (tidak masalah). Itu memang merupakan resiko yayasan dan ditanggung oleh yayasan terkait resiko tersebut," ujar Kukuh saat dikonfirmasi TribunSolo.com.
Menurut Kukuh, pihaknya biasanya mengambil ayam potong dari perusahaan besar Ciomas.
Namun, pada hari Senin, perusahaan tersebut tidak bisa mengirim karena keterbatasan suplai.
Upaya mencari alternatif ke UKM lokal pun gagal karena ayam yang dikirim tidak layak konsumsi.
"Akhirnya kami ngambil di UKM dan sepertinya memang kurang berpengalaman untuk suplai besar UKM-nya. Dan ayamnya bermasalah. Nah waktu pengiriman (masih) fresh, sampai di dapur mau dimasak itu sudah bau semua. Sepertinya penyembelihannya kurang bagus, makanya kita buang semua ayam itu," jelasnya.
Kukuh menduga masalah terjadi saat pengiriman ayam yang dilakukan tanpa pendingin.
Ayam dipotong pukul 12.00 WIB dan dikirim pukul 15.00 WIB, namun saat tiba di dapur sudah berbau.
"Jadi jam 3 sore dikirim, dan katanya menyembelihnya jam 12 siang. Dan itu dikirim fresh tapi tidak pakai pendingin. Jadi tiga jam sudah bau. Kita sempat masak sebagian tapi tetap (nggak layak). Akhirnya kita ganti telur, ya gimana caranya tetap harus ngirim dan akhirnya jadi menunya tidak maksimal," tambahnya.
Akibat insiden tersebut, pihak yayasan menanggung kerugian dan pengiriman MBG ke belasan sekolah di Kecamatan Serengan sempat mengalami keterlambatan.
"Dengan pergantian menu itu kan pasti ada keterlambatan (pengiriman). Jadi kita menghubungi ke sekolah-sekolah dan minta maaf untuk keterlambatan tersebut," kata Kukuh.
Ia menegaskan bahwa ini merupakan kejadian pertama terkait bahan baku, dan menjadi pelajaran penting bagi yayasan untuk lebih selektif dalam memilih supplier.
"Dari yayasan kami hanya memilih supplier yang memang kelasnya industri," pungkasnya.
Baca juga: Kisah SD Muhammadiyah 1 Ketelan Solo Tolak MBG, Punya Kantin Sehat Sejak 2015, Berizin Standar Ketat
Sementara, pelaksanaan program MBG menuai sorotan besar.
Seperti diketahui, Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S Deyang membuka opsi memperkarakan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi atau SPPG terbukti lalai dalam menyajikan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) sehingga menyebabkan keracunan penerima MBG.
Keracunan MBG kembali terjadi.
Kali ini menimpa belasan siswa di Kecamatan Tapalang, Mamuju, Sulawesi Barat, yang diduga kuat disebabkan oleh saus kedaluwarsa yang dicampur dalam menu Makanan Bergizi Gratis (MBG).
Terkait hal ini, Nanik memastikan bahwa penghentian operasional dapur SPPG adalah bagian dari evaluasi BGN.
Dia bilang, tidak hanya kasus di Sulbar saja, penghentian operasional sementara dapur SPPG juga dilakukan di semua dapur SPPG yang terindikasi menimbulkan masalah.
Penghentian itu dilakukan hingga investigasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Dinas Kesehatan selesai dilakukan.
Untuk mengantisipasi kasus serupa berulang terjadi, BGN mengimbau agar dapur-dapur SPPG memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) yang dikeluarkan dari dinas kesehatan setempat.
(*)
Makan Bergizi Gratis
Kota Solo
Unit Layanan Aduan Surakarta
Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi
SPPG
Meaningful
| Di Balik Sorotan SPPG Solo Tak Rekrut Warga Lokal, Ada Klaim Terima Upah di Atas UMR, Berapa? |
|
|---|
| Alasan SPPG di Solo Tak 100 Persen Pekerjakan Warga Solo, Klaim Butuh Tenaga Berkeahlian Khusus |
|
|---|
| Bantah Rekrut Pegawai dari Luar Daerah, Koordinator SPPG Solo : Mayoritas Relawan Ber-KTP Solo |
|
|---|
| Jadi Sorotan, SPPG di Kota Solo Banyak Merekrut Pegawai dari Luar Daerah |
|
|---|
| Temuan Ulat di Sayur MBG Solo, Koordinator SPPG : Begini Risiko Tanpa Pestisida |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.