Sejarah Kuliner Legendaris

Sejarah Opor Ayam Khas Solo: Konon Merupakan Kuliner Akulturasi India, Jawa, dan Arab

Namun, sejumlah sejarawan kuliner menyebutkan bahwa opor ayam merupakan hasil akulturasi kuliner dari India, Arab, dan Jawa.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
sajiansedap.grid.id
SEJARAH KULINER LEGENDARIS - Menu Opor Ayam Bumbu Jinten. Beginilah asal-usul opor ayam khas Solo yang punya sejarah menarik. 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Siapa yang tak kenal opor ayam? Hidangan berkuah santan ini menjadi ikon kuliner khas Solo, Jawa Tengah, terutama saat Hari Raya Idul Fitri.

Bagi sebagian besar masyarakat Muslim di tanah air, Lebaran rasanya belum lengkap tanpa sajian opor ayam yang berpadu dengan ketupat atau lontong.

Namun, di balik kelezatannya, opor ayam ternyata menyimpan sejarah panjang yang menarik, hasil dari perpaduan berbagai budaya yang telah berlangsung selama berabad-abad.

Baca juga: Sejarah Sayur Bobor : Kuliner Solo yang Sudah Berusia 2 Abad, Dulu untuk Ritual Menyapih Anak

Asal-Usul dan Jejak Akulturasi Budaya

Belum ada bukti sejarah pasti mengenai asal-usul opor ayam.

Namun, sejumlah sejarawan kuliner menyebutkan bahwa opor ayam merupakan hasil akulturasi kuliner dari India, Arab, dan Jawa.

Pengaruh budaya India dan Arab masuk ke Nusantara seiring dengan penyebaran agama Islam pada abad ke-15 hingga 16.

Masyarakat Muslim India dikenal gemar mengolah daging dengan bumbu rempah dan yoghurt, menghasilkan hidangan seperti kari dan qorma (korma).

Sementara di Arab, dikenal sajian gulai yang juga kaya rempah dan dimasak dengan santan.

Baca juga: Sejarah Kunyit Asam : Jamu Legendaris Solo, Warisan Kerajaan Mataram Islam Sejak Abad ke-16

Ketika pengaruh kuliner tersebut sampai ke Nusantara, terutama di pesisir Sumatera dan Jawa, masyarakat lokal menyesuaikan cita rasanya dengan bahan yang tersedia.

Rempah-rempah kuat khas India dan Arab diolah lebih ringan, diganti dengan santan agar rasanya lebih gurih dan lembut di lidah masyarakat Jawa. Dari sinilah lahir hidangan yang kita kenal kini sebagai opor ayam.

Opor Ayam: Dari Qorma hingga Gulai

Istilah opor kemungkinan besar berasal dari adaptasi kata qorma dalam bahasa Urdu, yang berarti memasak daging dengan susu atau yoghurt.

Di Indonesia, bahan tersebut diganti dengan santan kelapa, bahan lokal yang melimpah di Nusantara.

Seiring waktu, pengaruh kuliner India tampak dari warna kuning opor ayam yang berasal dari kunyit, sementara sentuhan kuliner Tionghoa terlihat dari versi opor putih, yang tidak menggunakan kunyit sehingga kuahnya berwarna pucat.

Opor putih ini bahkan menjadi bagian dari tradisi Cap Go Meh di kalangan masyarakat Jawa-Tionghoa.

Baca juga: Sejarah Jadah Blondo, Kuliner Legendaris Solo yang Dulu jadi Sajian Khas Pernikahan Adat Jawa

Bumbu dan Cita Rasa yang Lebih Sederhana

Jika dibandingkan dengan kari India atau gulai Sumatera, bumbu opor ayam tergolong sederhana.

Bumbu dasar opor terdiri dari bawang merah, bawang putih, kemiri, ketumbar, merica, jahe, jintan, dan adas.

Semua bumbu dihaluskan, ditumis sebentar, lalu disiram dengan santan. Hasilnya adalah kuah gurih beraroma lembut yang khas dan tidak menyengat.

Perkembangan resep juga membuat opor ayam terbagi menjadi dua jenis utama: opor kuning (dengan kunyit) dan opor putih (tanpa kunyit).

Awalnya, daging yang digunakan bisa berupa sapi, kambing, atau bebek. Namun, karena faktor harga dan selera masyarakat, akhirnya daging ayam menjadi pilihan utama yang paling populer.

Ciri Khas Opor Solo: Ada Bubuk Kedelainya

Di tanah Jawa, khususnya Kota Solo, opor ayam memiliki bentuk khas yang disebut lontong opor bubuk del

. Hidangan ini terdiri dari potongan lontong yang disiram kuah opor ayam kampung, dilengkapi sambal goreng kerni (daging sapi atau ayam cincang berbentuk bulatan kecil), serta taburan bubuk kedelai putih (dele) di atasnya.

Taburan bubuk kedelai inilah yang menjadi ciri khas opor Solo.

Rasanya gurih dan menambah kekentalan kuah.

Tak jarang, sajian ini juga dilengkapi telur pindang sebagai pelengkap, menjadikannya hidangan yang istimewa dan khas saat Lebaran di daerah tersebut.

Opor ayam tidak pernah hadir sendirian di meja makan Lebaran.

Ada beberapa hidangan pendamping yang sudah menjadi tradisi turun-temurun, di antaranya:

  • Ketupat, simbol “mengaku lepat” (mengaku salah) dalam budaya Jawa yang dipopulerkan oleh Sunan Kalijaga, menjadi pelengkap utama opor ayam.
  • Rendang, kuliner khas Minangkabau, menjadi pelengkap dengan cita rasa daging yang kaya rempah.
  • Sambal goreng kentang ati, dengan rasa pedas gurihnya, menjadi teman yang sempurna untuk melengkapi sajian ketupat dan opor ayam.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved