Bantah Yusril soal 'SBY Putar Balik karena Statementnya', Mahfud MD Jelaskan Sejarah RUU Pilkada
Menanggapi hal itu, Guru Besar FH UII Yogyakarta itu pun memberikan penjelasan di akun sosial media Twitternya @mohmahfudmd.
Penulis: rika apriyanti | Editor: Hanang Yuwono
(Pilkada-5) Stlh seminar 2012 itu Pemerintahan SBY, melalui Mendagri Gamnawan Fauzi dengan surat Presiden, mengajukan RUU Pilgub. Pilbup, Pilwali (Pilkada) yang berisi perubahan sistem Pilkada dari langsung menjadi dipilih oleh DPRD. Waktu itu semua parpol di DPR-RI menyetujui.
(Pilkada-6) Ormas-ormas besar spt NU dan Muhammadiyah jg mendukung secara terbuka, Pilkada di DPRD sj. Kata mereka, Pilkada langsung tlh merusak moralitas rakyat & mem-belah2 kehidupan sosial. Penyalahgunaan jabatan, kekerasan politik, dan money politic marak di Pilkada langsung
(Pilkada-7) Masalah politiknya muncul: RUU yang sebenarnya sdh mulus di DPR itu proses akhir pengesahannya dilakukan pada saat Pilpres yang polarisasi politiknya terbelah ke dalam Koalisi Merah Putih (KMP) pendukung Prabowo dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) pendukung Jokowi.
(Pilkada-8) Sidang Paripurna DPR bln Okt' 2014 berlangsung panas. Parpol2 yg tadinya pro Pilkada di DPRD ada yang berbalik, meminta Pilkada langsung. LSM-LSM berteriak bahwa Pilkada lewat DPRD membawa kemunduran p demokrasi yg sdh kita bangun dgn susah payah. Mengapa jadi begitu?
(Pilkada-9) Waktu itu atraksi politik yang muncul adl: Jika Pilkada dilakukan lewat DPRD akan menimbulkan ketidakseimbangan. Sebab para DPRD akan dikuasasi oleh KMP sbg pemenang Pilleg 2014 padahal pemenang Pilpres alah KIH. Ini sangat potensial menimbulkan instabilitas. Itulah.
(Pilkada-10)- Sy yg sejak 2012 mendukung Pilkada di DPRD tetap pd sikap itu. Sy dikeroyok ramai2 melalui dialog yg tdk imbang di TV-TV dan medsos. Sy tunjuk bhw melalui Penpres No. 6 Tahun 1959 Bung Karno pun tak setuju pilkada langsung shg membatalkan UU No. 1 Tahun 1957.
(Pilkada-11) Akhirnya keputusan ttg itu diputuskan scr dramatis melalui voting di DPR dan disetujuilah UU Pilkada dgn mekanisme melalui DPRD. Masyarakat sipil dan pers didominasi hujatan thd SBY sbg perusak demokrasi yg tlh dibangunnya sendiri. Pokoknya RUU itu hrs dibatalkan.
(Pilkada-12) Bully thd SBY itu bagaikan bah yg menjadi trending topic sampai ber-hari2. SBY yg sedang melakukan kunjungan ke Amerika megeluarkan pernyataan bhw dirinya tdk setuju pd RUU itu dan SBY setuju dgn aspirasi masyarakat serta akan mencari jalan keluar secepatnya.
(Pilkada-13) Dari Amerika Mensesneg Sudi Silalahi yg ikut kunjungan SBY bilang bhw SBY tdk akan menandatangani RUU itu. Dari Indonesia, sy berteriak, meskipun SBY tidak menandatangani tapi stlh 30 hr RUU itu akan berlaku dengan sendirinya sesuai dgn Pasal 20 ayat (5) UUD 1945.
(Pilkada-14) Sepulang dari Amerika SBY mampir ke Jepang dan bertemu dgn Yusril di sana utk mendapat saran. Inilah saran Yusril yg tersiar: "SBY tdk usah menandatangani RUU itu krn tdk setuju dan selanjutnya serahkan itu kpd Presiden baru agar disikapi dan diselesaikan".
(Pilkada-15) Saran Yusril di Jepang itu menurut sy tidak fair dan mendorong Presiden baru, Jokowi, masuk dlm jebakan betmen. Sebab ditandatangani atau tdk RUU itu akan berlaku dgn sendirinya stlah 30 hari disetujui di DPR. Saran saya waktu itu, SBY hrs tandatangan scr gentleman.
(Pilkada-16) Saya bilang stlh ditandatangani, kalau SBY tdk setuju dgn UU itu barulah diubah melalui legislative review. Sepulang ke Indonesia pd tanggal 30 September SBY menandatangani UU itu tetapi 2 hari kemudian, tanggal 2 Oktober dicabut sendiri dgn Perrpu. Itulah sejarahnya. jelas Mahmud MD. (*)