Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Pilpres 2019

Mahfud MD Tegaskan Tak Ada Kecurangan Terstruktur yang Dilakukan KPU: Kekeliruan Hanya 0,0004 Persen

Pakar hukum dan tata negara Mahfud MD angkat bicara soal tudingan kecurangan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Penulis: Fachri Sakti Nugroho | Editor: Fachri Sakti Nugroho
Tribunnews.com
Mahfud MD 

Awalnya, KPU terus diserang dari awal penghitungan suara hingga penetapan rekapitulasi hasil pemilu.

Setelah itu, pihak-pihak yang tak terima dengan hasil akan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan MK-lah yang kemudian akan dituduh melakukan kecurangan.

"Lihat saja nanti, tuduhan hakim MK disuap lah, dia berpihak sama ini lah, itu nanti akan muncul. Pengalaman saya bertahun-tahun begitu, itu ritual politik," ujar Mahfud.

Mahfud menambahkan, tudingan kecurangan selalu muncul di setiap penyelenggaraan pemilu, seberapa pun besarnya biaya yang dikeluarkan untuk proses demokrasi ini.

"Demokrasi memang harus ada biayanya, kalau mau praktis ya tidak usah menyelenggarakan demokrasi. Pakai kerajaan saja selesai semua, enggak usah pakai pemilu," kata Mahfud.

Mengubah Undang-Undang Pemilu

Mahfud MD juga memberikan saran kepada pemerintahan yang baru bersama anggota DPR RI terpilih untuk langsung mengambil langkah cepat melakukan pembahasan perubahan Undang-undang nomor 7 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan Pemilu.

“Saya usulkan kepada pemerintah baru entah Pak Prabowo entah Pak Jokowi dan seluruh angota DPR RI yang terpilih, juga kepada parpol agar tahun pertama pemerintahan baru segera diadakan perubahan undang undang penyelenggaraan pemilu,” kata Mahfud saat ditemui di Kampus ITB, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (24/4/2019) sebagaimana dikutip dari Kompas.com.

Mahfud mengatakan, perubahan UU Penyelenggaraan Pemilu perlu dilakukan di awal masa kerja, karena perubahan tersebut bertujuan sebagai bentuk evaluasi pemilu serentak tahun ini yang banyak memakan korban jiwa akibat kelelahan dalam proses pemungutan suara.

“Perubahan jangan dilakukan di tahun kedua atau ketiga karena pada tahun ketiga seperti kemarin, tahun keempat masih ribut. Semua punya kepentingan," ujar Mahfud.

"Kalau tahun 2020 langsung digarap, lebih fresh, lebih jernih, sehingga prolegnas tahun pertama adalah perubahan undang undang penyelenggaran pemilu,” jelasnya.

Rizal Ramli hingga Said Didu Kritik Kinerja KPU, Mahfud MD: Nanti Akan Terbukti Saat Hitung Manual

Dalam perubahan tersebut, pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi ini mengatakan, pemerintah dan lembaga legislatif perlu memberikan penjelasan lebih detil tentang apa maksud dari pemilu serentak.

“Konsep Pemilu serentak dalam arti sekarang apakah serentak harus sama harinya, sama minggunya, atau panitianya berbeda agar tidak makan korban. Itu diatur kembali agar tidak ada celah menimbulkan kematian yang sampai sekarang sudah 110 orang dari KPU dan 35 orang dari Bawaslu, yang sakit 600 orang lebih. Itulah penderitaan yang dibangun sistem pemilu sekarang,” jelasnya.

Mahfud juga mengusulkan agar ambang batas pengusungan presiden (presidential treshold) diperkecil. Dia berharap angka presidential treshold bisa sama dengan ambang batas parlemen (parliamentary treshold) yakni 4 persen agar masing-masing partai bisa mengusung calon presiden dan wakil presiden sendiri.

Mahfud juga berharap pemerintah bisa membahas kembali soal sistem pemilu di Indonesia.

“Presidential trehshold harus diturunkan. Bahwa harus ada, oke. Tapi samakan saja dengan parliamentary threshold. Partai yang sudah punya kursi, boleh mengusulkan sendiri atau mau bergabung boleh,” jelasnya.

“Mau pakai sistem pemilu sistem proporsional terbuka atau tertutup itu perlu dibahas lagi. Secara hukum masih bisa didiskusikan,” kata Mahfud menambahkan. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved