Diskusi Obrolan Virtual Tribunnews
Honorer Masih Jadi PR 22 Tahun Reformasi, Pakar UNS Solo Usulkan Manajemen Honorer Ditata Kembali
Permasalahan tenaga honorer dinilai masih menjadi pekerjaan rumah (PR) berat setelah 22 tahun reformasi.
Penulis: Asep Abdullah Rowi | Editor: Naufal Hanif Putra Aji
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Asep Abdullah Rowi
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Permasalahan tenaga honorer dinilai masih menjadi pekerjaan rumah (PR) berat setelah 22 tahun reformasi.
Anggota Dewan Pakar Indonesia Association for Public Administration (IAPA), Prof Dr Ismi Dwi Astuti Nurhaeni mengungkapkan, nasib tenaga honorer selama ini yang juga ada belasan tahun tidak diangkat-angkat menjadi permasalahan yang tidak bisa dipungkiri.
"Bahkan policy maker di masing-masing institusi pun menjadi korban ketidakjelasan aturan pemerintah soal honorer," kata dia dalam Diskusi '22 Tahun Setelah Reformasi, Mau Apa Lagi?' via daring yang digelar Tribunnews, Kamis (21/5/2020).
• Guru Honorer di Klaten Minta Diangkat Jadi PNS, Begini Tanggapan DPRD Klaten
• Honorer di Klaten Datangi DPRD, Usulkan soal Gaji sesuai UMK hingga Pengangkatan PNS
Guru Besar sekaligus Dekan FISIP UNS Solo itu mengungkapkan, ketidakjelasan aturan di antaranya pernah ada kebijakan mengharuskan tenaga honorer yang sudah bekerja sekian tahun diangkat menjadi PNS.
"Pernah terjadi, tapi apa yang terjadi? Akibatnya proporsi pegawai tidak sesuai dengan kapasitas jadinya tidak seimbang," ungkapnya.
"Misalnya gini, petugas keamanan jumlahnya lebih besar dari petugas lain, ini problem besar makanya harus ada pendidikan dan pelatihan," jelas dia menekankan.
Masalah berikutnya lanjut dia, tenaga yang berumur di atas 40 tahun menjadi sangat sulit dimobilisasi, sementara organisasi harus mewujudkan tujuan-tujuan dalam setiap programnya.
• Berita Soloraya Populer: Meriahnya Festival Durian di Klaten hingga Tuntutan Honorer Sukoharjo
"Maka harus ada penataan manajeman SDA, memastikan mereka yang saat ini honorer," tutur dia.
Pihaknya berharap manajemen honorer di Indonesia ditata kembali.
"Jika tidak diangkat PNS, maka kasih pesangon dalam jumlah yang cukup banyak, kan jadi perhatian," akunya.
"Di satu sisi honorer mendapatkan mendatapatkan penghargaan, pada saat yang sama organisasi mencapai tujuan," harap dia. (*)