Pilkada Solo 2020
Tukang Jahit Penantang Gibran Anak Jokowi Rela Galang Dana Operasional Kampanye dengan Jualan Kaos
Namun pemandangan tersebut tampaknya jauh dari Pasangan Bagyo Wahyono – Fx Supardjo (Bajo).
Penulis: Ilham Oktafian | Editor: Asep Abdullah Rowi
Kekuatan antar partai politik dinilai Sugeng menjadi jomplang dengan langkah borong kursi parlemen PDIP.
"Tapi, apa daya Pileg 2019 tidak seperti yang diharapkan meski kursi PKS tetap dan suara bertambah," ujar dia.
"Tapi, partai-partai lain suaranya berkurang atau bahkan kursinya berkurang atau bahkan hilang," ungkapnya.
Bentukan Koalisi Mentok
Sebut saja, Demokrat, Hanura, dan PPP yang kehilangan kursi dewan dalam Pileg 2019.
Padahal Demokrat sempat memiliki 3 kursi, Hanura 1 kursi, dan PPP 1 kursi di pemilihan lima tahun sebelumnya.
Kondisi itu mau tidak mau membuat PKS harus lebih intens menjali komunikasi antar partai-partai yang notabene non PDIP.
Itu dilakukan dengan harapan bisa membentuk koalisi dalam Pilkada Solo 2020.
"Problemnya, komunikasi yang dibangun, digalang itu mentok. Kita tidak bisa membangun komunikasi di Solo," jelas Sugeng.
• PKS Tak Bisa Berbuat Apa-apa, Sebut Pilkada Solo 2020 Jadi Fenomena Demokrasi yang Terbajak
• PKS Akui Belum Tertarik Dukung Gibran atau Bajo Meski Keduanya Sudah Daftar di Pilkada Solo 2020
Intervensi masing-masing DPP partai menjadi satu penyebab komunikasi jadi alot dan berujung mentok.
"Sehingga keputusan mau koalisi dengan siapa sudah di-drive pusat partai sehingga struktur kota tidak bisa menentukan lebih leluasa," ujar Sugeng.
DPD PKS Solo sampai harus meminta bantuan DPP partai.
Namun, hasilnya sama saja. DPP PKS tak berhasil merebut hati para ketua umum partai guna membentuk koalisi.
Kondisi itulah yang kemudian membuat PKS abstain saat pendaftaran calon Pilkada Solo 2020.
"Lalu, apakah abstain dilanjutkan sampai tanggal 9 Desember 2020 atau golput-nya sampai pencoblosan atau tidak ini yang belum bisa kita sampaikan sekarang," urai Sugeng.