Anak Pemulung di Boyolali Berprestasi
Potret Rumah Anak Pemulung Boyolali yang Jadi Lulusan Terbaik, Masih Lantai Tanah & Tiang dari Bambu
Tak terlihat jauh dari kata mewah bahkan sangat sederhana masih berlantai tanah.
Penulis: Ilham Oktafian | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ilham Oktafian
TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI - Di tengah himpitan ekonomi, sosok Nurpitasari (21) menjadi perbincangan karena bisa menjadi lulusan terbaik di kampusnya Universitas Ngudi Waluyo Ungaran.
Terlebih bapaknya Juman (55) dengan tekun membiayai anaknya meski menjadi pemulung, sementara ibunya Tumiah (45) buruh momong hingga pembantu rumah tangga.
Dengan kondisi itu, dia justru tak menyia-nyiakan kepercayaan orangtuanya sehingga menjadi lulusan Jurusan D3 Keperawatan di kampunya dengan IPK 3.70.
Lantas apakah benar kondisinya demikian?
Ya, saat dikunjungi TribunSolo.com di Dukuh Banjarsari RT 18 RW 09 Desa Gubug, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, memang demikian adanya.
Tak terlihat jauh dari kata mewah bahkan sangat sederhana masih berlantai tanah.
Selain itu, tiang penyangga rumah yang terbuat dari bambu terlihat hampir roboh.
• DPR Bahas Aturan Soal Konser Musik di Pilkada Pekan Depan
• Seperti Cerita di Film, Napi Lapas Tangerang Kabur dengan Membuat Lubang Keluar Penjara
Tampak ruang tamu dan tempat tidur pun bercampur menjadi satu, sehingga celah cahaya pun terlihat menyelinap dari genteng.
Kepala desa Gubug, Kecamatan Cepogo, Boyolali Muhammid menuturkan, jika kediaman Nurpitasari sempat diusulkan untuk direnovasi.
"Waktu itu bapaknya, Pak Juman bilang kalau renovasi menunggu setelah wisuda saja, kami manut," katanya Jumat (18/9/2020).
Seusai diwisuda, rencana renovasi tersebut pun masih disimpan Muhammid.
"Kemungkinan tahun depan kita laksanakan,kami sudah prihatin lama," paparnya.
Bercita-cita Jadi Perawat
Sebelumnya, Nurpitasari dikukuhkan menjadi wisudawan terbaik Jurusan D3 Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo Ungaran (UNW).
Jalan berliku pun ditempuh Nurpitasari agar cita-citanya menjadi perawar tak kandas di tengah jalan.
Saat masih duduk di bangku SMK Annur Ampel Boyolali, Nurpitasi mencari informasi agar orangtuanya tak mengeluarkan ongkos untuk biaya kuliahnya.
Bermacam beasiswa ia coba, namun sempat gagal lantaran terganjal seleksi.
"Saya tidak menyerah, saya mencoba ikut beasiswa Bina Lingkungan, alhamdulillah saya diterima dan dibiayai gratis sampai wisuda," katanya.
Usai diterima di UNW, Nurpitasari tak berhenti mengalami kesulitan.

Meski biaya ditanggung beasiswa, namun untuk makan dan urusan kuliah ia harus mengeluarkan biaya tambahan.
Ia dan orangtuanya berbagi tugas agar kuliah Nurpitasi tak mandeg ditengah jalan.
• Terjaring Razia Masker, Pria Ini Dihukum Baca Pancasila tapi Tak Hafal, Akhirnya Baca Al Fatihah
Nurpitasari mendapat biaya tambahan membantu dosennya, sementara orangtua semakin giat mengumpulkan rosokan.
Namun saat pertengahan semester, rupanya hasil penjualan rosokan orangtuanya tak mampu menambal biaya tambahan Nurpitasari.
"Orangtua hanya mengambil rosokan, modalnya dari orang lain," aku dia.
"Kalau orangtua ngambil rosokan harga Rp 1.000 nanti dijual seharga Rp 1.200, untungnya Rp 200, untuk biaya sehari mepet, belum lagi untuk ongkos saya," tambahnya.
Di pertengahan jalan, Juman pun sempat putus asa lantaran kemiskinannya itu.
Di satu sisi ia ingin tetap membiayai Nurpitasari sampai lulus, namun baru menginjak beberapa semester ia merasa sangat pontang panting.
• Empat Peserta Ujian SKB CPNS dari Wonosobo Ini Reaktif Covid-19 saat Dites, Begini Nasib Mereka
Akhirnya "Bank Tithil" mingguan menarwakannya pinjaman dengan syarat yang mudah.
Juman pun tergiur meski ia harua membayar bunga melebihi 15 persen.
"Yang penting anak saya tetap kuliah," kata Juman saat ditemui TribunSolo.com.
Dalam perjalanan waktu, Juman pun mengangsur biaya tersebut setiap minggu.
Rupanya, 1 "Bank Tithil" tak cukup untuk membiayai ongkos Nurpitasari, ia pun mencoba mencari pinjaman lain hingga lebih dari 10 tempat.
Bunganya yang bermacam macam membuat hutang Juman makin menggunung.
• Saluran Underpass Makamhaji Sering Jebol, Kades Sebut Kerusakan Langsung Dilaporkan
"Kalau ditotal mungkin ada sekitar Rp 30 juta lebih, setelah wisuda akan saya lunasi satu persatu, saya tidak masalah meminjam sana sini, yang penting tidak mencuri," katanya sambil menahan airmata
Sejatinya, usai lulus wisuda Nurpitasari berkeinginan untuk menjadi dosen.
Namun keinginan tersebut sepertinya batal mengingat utang biaya ongkos kuliah Nurpitasi selama 3 tahun belum jua lunas.
"Sebenarnya hati saya miris, tapi mau bagaimana lagi," katanya tersedu. (*)