Pilkada Solo 2020
Nasib Dukungan Demokrat Solo ke Gibran Pasca Tragedi Mikrofon yang Diduga Dimatikan Puan Maharani
Ketua DPC Demokrat Kota Solo, Supriyanto mengatakan pihaknya masih kukuh mendukung tanpa syarat pasangan yang diusung PDIP itu.
Penulis: Adi Surya Samodra | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Adi Surya Samodra
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Sikap DPC Partai Demokrat Kota Solo masih kukuh mendukung tanpa syarat pasangan Gibran Rakabuming Raka - Teguh Prakosa di Pilkada 2020.
Sikap itu tidak terpengaruh oleh kegaduhan yang ada dalam sidang paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja.
Seperti diketahui, terjadi insiden Ketua DPR Puan Maharani yang diduga mematikan mikrofon politikus Demokrat.
Insiden itu terjadi tatkala politikus itu melakukan interupsi dalam sidang paripurna.
• Gaduh PDIP vs Demokrat, Pengamat UNS Berikan Analisis Apakah Akan Pengaruhi Suara Gibran di Solo
• 284 APK Gibran-Teguh dan Bajo Independen Kena Semprit Bawaslu, Ada yang Terpasang di Pohon
Ketua DPC Demokrat Kota Solo, Supriyanto mengatakan pihaknya masih kukuh mendukung tanpa syarat pasangan yang diusung PDI Perjuangan itu.
"Dalam hubungan Pilkada, kami mendukung tanpa syarat. Kami ya jalan apa adanya," katanya kepada TribunSolo.com, Selasa (6/10/2020).
"Kami mendukung tanpa syarat," tegasnya.
Supriyanto mengatakan dukungan itu sudah diberikan sejak Gibran memutuskan berkecimpung dalam gelanggang Pilkada Solo 2020.
"Walaupun tidak mengajukan syarat syarat apapun, kami masih mendukung," kata dia.
"Sejak satu tahun yang lalu mendukung," tandasnya.
Jadi Sorotan
Ketua DPR Puan Maharani kini tengah menjadi sorotan pasca disahkannya RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dalam sidang paripurna, Senin (5/10/2020).
Bukan tanpa sebab, putri Megawati Soekarnoputri itu diduga mematikan mikrofon ketika salah seorang politikus Partai Demokrat memberkkan interupsi dalam rapat.
Adapun dugaan aksi tersebut tertangkap kamera salah satu stasiun televisi yang saat itu tengah meliput rapat pengesahan RUU Cipta Kerja sehingga viral tersebar di medsos.
• Berlimpah Tokoh Nasional, Jurkam Gibran Ada Nama Megawati, Puan hingga Kini Muncul Sandiaga S Uno
• Ratusan Mahasiswa UNS Solo Gelar Aksi, Kritik Keras Pengesahan RUU Cipta Kerja
Dugaan aksi mematikan mikrofon yang dilakukan Puan ditanggapi Pengamat Hukum Tata Negara dan Politik Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Agus Riewanto.
Menurutnya, politikus PDIP itu ingin mengatakan proses politik sudah berlangsung jauh-jauh hari.
Interupsi seharusnya dilakukan dalam tahapan sebelum diselenggarakannya sidang paripurna.
"Puan ingin mengatakan proses politik sudah berlangsung dan sidang paripurna tinggal pengesahan," kata Agus kepada TribunSolo.com, Selasa (6/10/2020).
Toh, mayoritas partai parlemen menyepakati pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi Undang - Undang.
Hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat yang menolak.
Agus menuturkan kedua partai itu seharusnya all out sejak awal pembahasan RUU Cipta Kerja.
Mereka bisa memanfaatkan kekuatan-kekuatan politik mereka untuk mempengaruhi keputusan.
"Sidang paripurna itu merupakan forum seluruh partai. Barangnya juga sudah jadi. Kemudian tiba - tiba ingin menunjukkan power, seolah-olah ingin berpihak," tutur dia.
"Jangan-jangan itu bagian kamuflase politik ingin menunjukkan bahwa dia jauh lebih responsif," tambahnya.
• UU Omnibus Law Disahkan DPR, Tak Ada Demo Buruh di Kampung Halaman Jokowi, Ini Alasan Serikat Buruh
• Serikut Buruh di Karanganyar Dikumpulkan Pasca Beredar Kabar Demo di Jakarta Sikapi RUU Cipta Kerja
Padahal lanjut dia, kekuatan politik kedua partai oposisi dinilai Agus sangat dinanti publik sejak awal pembahasan.
"Itu bisa dilakukan dengan memanfaatkan aspirasi publik dan melakukan kajian atas hal itu," jelasnya.
Bahkan menurut dia, interupsi yang dilakukan dirasa hanya untuk mencuri momen pengesahan RUU Cipta Kerja.
"Seolah-olah ingin menjadi pahlawan di tengah kondisi seperti itu. Padahal namanya RUU kalau tidak disepakati mayoritas tidak akan disahkan menjadi Undang-Undang," katanya.
Penolakan PKS dan Demokrat dirasa kurang kentara sejak pembahasan hingga menjelang pengesahan dalam paripurna DPR RI.
Disamping itu, Agus juga menyayangkan aksi yang dilakukan Puan ketika sidang paripurna.
"Kalau dari sisi etika saat memimpin sidang Puan juga tidak pas," terang dia.
"Apapun yang terjadi pendapat yang berbeda harus diberi ruang untuk berbicara. Tidak harus mematikan microfon itukan secara etis tidak elok di lihat publik," imbuhnya.
Agus mengatakan seharusnya Puan memberikan ruang kepada politikus Demokrat untuk menyampaikan aspirasinya.
"Biar orang menyampaiakn pendapat diberi ruang. Persoalan nanti menjadi pahlawan di tengah pengesahan, biar publik yang menilai," kata dia.
"Dalam demokrasi semua orang berhak diberi ruang berbicara tidak kemudian dipotong, sehingga tidak nyaman. Makanya menyebabkan Partai Demokrat walk out," tandasnya. (*)