Demokrat Solo Kritik Tindakan Puan Maharani Matikan Mikrofon : Tak Etis, Itu Bentuk Sabotase
"Tidak etis di kala anggota dewan menyampaikan interupsi, menyampaikan pendapat dalam sidang paripurna," kata Supriyanto
Penulis: Adi Surya Samodra | Editor: Ilham Oktafian
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Adi Surya Samodra
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Aksi Ketua DPR Puan Maharani yang diduga mematikan mikrofon salah seorang politikus Demokrat dalam sidang paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja disayangkan.
Ketua DPC Demokrat Kota Solo, Supriyanto menjadi satu di antaranya.
Menurutnya, aksi yang diduga dilakukan putri Megawati Soekarnoputri itu tidak etis.
"Tidak etis di kala anggota dewan menyampaikan interupsi, menyampaikan pendapat dalam sidang paripurna," kata Supriyanto kepada TribunSolo.com, Rabu (7/10/2020).
• Fraksi Demokrat Beberkan Alasan Walk Out dari Sidang Paripurna Pengesahan RUU Cipta Kerja
• Azis Syamsuddin Bantah Matikan Mikrofon saat Interupsi Rapat RUU Cipta Kerja: Itu Otomatis Mati
"Itu sangat penting dalam pengambilan keputusan tertinggi dalam sidang paripurna untuk hajat orang banyak dalam hal ini pengesahan RUU Cipta Kerja," tambahnya.
Selain itu, aksi yang diduga dilakukan Puan, kata Supriyanto, merupakan bentuk sabotase.
"Itu termasuk sabotase juga. Hal-hal semacam itu seharusnya bijak mengakomodir masukan atau pendapat anggota," ujar dia.
"Walaupun bersifat berbeda, perlu diberi kesempatan, dihargai berdasar tata tertib menyampaikan pendapat," imbuhnya.
Supriyanto menampik interupsi yang dilakukan partai besutan Agus Harimurti Yudhoyono itu guna mencuri momen.
"Untuk RUU cipta kerja itu sudah lama menjadi isu. Itu sudah disikapi Partai Demokrat sejak lama," ucap dia.
• Massa Kampanye Pilkada 2020, Ketua DPR Puan Maharani Ingatkan Paslon Tak Memobilisasi Massa
• Ketum PDIP Megawati & Puan Maharani Jadi Jurkam di Pilkada Solo, Gibran Putra Jokowi : Tersanjung
"Mencermati hal-hal bersifat tidak adil, tidak berpihak pada pekerja. ini sudah lama prosesnya," tambahnya.
Di samping itu, Supriyanto menilai masih ada prioritas yang seharusnya menjadi perhatian DPR RI dibanding pengesahan regulasi tersebut.
Penanganan Covid-19 menjadi satu di antaranya.
"Seharusnya ada yang lebih prioritas yakni penanganan Covid-19," ujarnya