Pro Kontra Kenaikan UMK 2021
Seperti Buruh, Apindo Solo Juga akan Berjuang agar UMK 2021 Tak Naik
Penetapan kenaikan UMK 2021 masih menjadi perdebatan, baik dari sisi buruh maupun pengusaha. Meski ada SE dari Menaker Nomor M/11/HK.04/X/2020 tentang
Penulis: Adi Surya Samodra | Editor: Agil Trisetiawan
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Adi Surya Samodra
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Penetapan kenaikan UMK 2021 masih menjadi perdebatan, baik dari sisi buruh maupun pengusaha.
Meski ada SE dari Menaker Nomor M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Namun Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, tetap menaikan UMP 2021 sebesar 3,27 persen.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Apindo Kota Solo, Wahyu Haryanto, mengatakan Gubernur harusnya mendengarkan usulan dari Kepala Daerah terlebih dahulu.
"Mestinya gubernur mendengarkan usulan wali kota dan bupati." kata Wahyu kepada TribunSolo.com, Minggu (1/11/2020).
"Kota Solo sendiri belum mengusulkan," imbuhnya.
Baca juga: UMP 2021 Jateng Naik, Apindo Sesalkan Keputusan Gubernur : Produksi Masih Berjalan 30 Persen
Baca juga: Pengusaha Keluhkan Ganjar Pranowo Naikkan UMP Jateng 2021 : Jangan Sampai Malah ada PHK !
Baca juga: Pro Kontra Kenaikan UMK 2021: Apindo Karanganyar Minta UMK Tak Naik, Buruh Desak UMK Naik
Baca juga: Ganjar Naikkan UMP 3,27 Persen, SBSI Solo Sebut Angka Kenaikan Belum Ideal
Apindo Kota Solo sendiri akan berjuang melalui Dewan Pengupahan Kota Solo supaya UMK tidak naik.
Menurutnya, pengusaha saat ini benar-benar terdampak pandemi Covid-19.
Ditambah, pemerintah pusat telah memutuskan tidak mengerek besaran upah minimum 2021.
"Dengan penurunan sejumlah sektor tentunya membuat kita hanya bertahan saja sampai pandemi selesai," tuturnya.
Bila pandemi Covid-19 selesai, Wahyu menilai pasar tidak serta merta langsung pulih.
"Pasar masih perlu membentuk ekosistem kembali ke normal," kata Wahyu.
Di samping itu, Wahyu mengatakan pembahasan besaran Upah Minimum Kota Solo 2021 segera dibahas.
"Nanti ada rapat tanggal 4 November 2020, ada rapat dengan dewan pengupahan," katanya.
Pendapat Buruh Solo
Bagi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 92 Kota Solo, keputusan tersebut dinilai tumpang tindih.
Mengingat aturan bakal berbenturan dengan UU Cipta Kerja yang masih menimbulkan perdebatan.
"Kalau mendasarkan pada PP 78 dimungkinkan tidak naik, nanti masuknya UU Cipta Kerja yang baru," kata Ketua DPC SBSI 92 Kota Solo, Endang Setyowati saat dihubungi TribunSolo.com, Jumat (30/10/2020).
Baca juga: Sempat Dirawat 11 Hari di RS Rujukan Covid-19, Ketua PD Muhammadiyah Klaten Meninggal Dunia
Baca juga: Operasi Tempat Hiburan Ditengah Pandemi Covid-19 di Solo, Lima Orang Positif Narkoba
"Nggak tau nanti sistemnya seperti apa, bakal blunder atau tidak," imbuhnya.
Endang sendiri tak mau masuk lebih dalam dengan regulasi yang dipakai Pemrov Jateng pada tahun depan nanti.
Yang terpenting, kata dia, Pemerintah tak mencla mencle dalam membuat kebijakan.
"Pada dasarnya kita para buruh memakai yang menguntungkan," aku dia.
Disinggung besaran angka kenaikan UMP, sambung Endang hal tersebut masih dirasa kecil.
Mengingat kebutuhan ideal upah di Kota Solo berada di kisaran Rp 3 juta.
Ditambah kondisi pandemi covid-19, yang membuat kebutuhan makin membengkak.
"Jelas kurang, saat saya survey 3 tahun kebelakang, kebutuhan buruh di Solo dalam sebulan mencapai kisaran Rp 3 Juta, karena untuk upah sekarang tidak termasuk tunjangan akomadasi, pulsa dan lain sebagainya," paparnya.
"Jadi kalau ditanya kurang atau tidak ya jelas kurang,apalagi ada pandemi seperti sekarang," tegasnya.
"Seandainya cukup, pasti buruh ada tunggakan hutang," tandasnya. (*)