Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Solo Terbaru

Kala Srikandi Solo Berada di Garda Terdepan, Rela Pasok Hasil Bumi untuk Warga Terdampak Pandemi

Pandemi memunculkan sosok yang benar-benar rela dan peduli membantu sesama di tengah sulitnya keadaan.

Penulis: Adi Surya Samodra | Editor: Asep Abdullah Rowi
TribunSolo.com/Adi Surya
Hariyatmi (44) tengah merawat tanaman-tanaman sayuran yang ditanam secara mini minaponik di kebun kawasan RT 01 RW 09, Kelurahan Pucangsawit, Kecamatan Jebres, Kota Solo. 

"Kemarin kita sekali panen dari dua kolam itu sayurannya bisa satu baskom besar. Kira-kira 4 kilogram lebih ada," ucapnya.

Di samping itu, bila sudah memasuki musim panen, warga sekitar yang kurang mampu dipersilahkan mengambil secara cuma-cuma.

Baca juga: Jika Merapi Erupsi, Ini Daftar 3 Desa & 9 Dusun di Boyolali yang Akan Kena Langsung Letusan Vulkanik

Baca juga: Update Corona Solo 4 November : Tambah 13 Kasus,Didominasi Pasien Naik Kelas yang Sebelumnya Suspect

Warga sekitar memiliki latar belakang beragam. Diantaranya ibu rumah tangga, buruh, dan pengangguran.

Ia tak sampai hati melihat mereka sampai tak bisa makan apalagi di tengah pandemi Covid-19.

"Ketika mereka datang, hati rasanya senang sekali. Bisa berbagi dengan sesama," tutur Mamik.

Mamik cs sempat membagikan sejumlah hasil panen sayuran kepada masyarakat, di antaranya pada Jumat (30/10/2020) kemarin.

Cabai, terong, dan kangkung, beberapa jenis sayuran yang dibagikan.

"Kurang lebih 2 kilogram cabai, 7 kilogram terong, 12 ikat kangkung kita bagikan" ucap Mamik.

Kegiatan pembagian sayuran di lahan KWT Dahlia dibagikan setiap hari Jumat, bahkan pada 6 November 2020 juga akan dilakukan kembali.

"Ada 5 kilogram terong, 1 kilogram cabai telah disiapkan. Selain itu ada banyak sayuran kangkung, sawi dan seledri," katanya.

Jumlah sayuran yang dibagikan, lanjut Mamik, sebesar 40 persen dari total hasil panen.

"60 persen sisanya disimpan, disiapkan kalau ada yang beli," tutur Mamik.

Meski begitu, rasa ewuh pekewuh membuat warga terkadang sungkan untuk datang mengambil ke kebun.

"Tapi banyak yang datang," ujarnya.

Selain itu, guna bertahan di tengah pandemi, Mamik cs juga menjual bibit tanaman sayuran.

Setidaknya ada ratusan bibit yang siap dijual di lahan kebun yang dikelola KWT IX Dahlia.

"Bibit sayuran seperti sawi sendok, cabai, dan terong ada 300-an, sementara bibit kemangi ada 500-an," ungkap Mamik.

Harga bibit bervariasi tergantung varietas dan ukuran kantong wadahnya.

"Bibit seledri, misalkan. Itu bervariasi. Ada yang Rp 5 ribu, untuk yang pakai polybag kecil Rp 10 ribu kemudian ada yang Rp 25 ribu," ucap Mamik.

Itu mereka pasarkan ke sejumlah kawasan Kota Solo. Kelurahan Danukusuman, Kecamatan Serengan menjadi satu di antaranya.

"Kemarin itu dapat pesanan 1.800 bibit untuk kawasan Kelurahan Danukusuman," katanya.

Dari penjualan itu, Mamik dan kawan-kawannya bisa mendapat untung bersih Rp 900 ribu. Hasil penjualan akan dimasukkan ke kas KWT IX Dahlia.

"50 persen nanti untuk anggota yang membantu mengelola, 25 persen masuk kas dan 25 persen untuk modal jualan lagi," ucap Mamik.

Ditiru RW Lain

Pengelolaan kebun sayuran dan pemberdayaan ikan lele secara minaponik yang dilakukan KWT IX Dahlia bisa ditiru wilayah RW lain.

Lurah Pucangsawit, Yosef Fitriyanto mengatakan pihaknya terus mendorong terwujudnya ketahanan pangan dan tambahan pemasukan warga di tengah pandemi Covid-19.

Apalagi untuk mensukseskan program jogo tonggo yang digaungkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

"Di RW 13 mulai dibentuk kelompok tani dengan memanfaatkan bantaran sungai yang ada," kata Yosef.

Warga terdampak pandemi Covid-19, lanjut Yosef, juga bisa terbantu kebutuhannya dengan adanya itu. Apalagi saat mereka menjalani karantina mandiri.

"Yang memelihara dan yang menanam mendapat pemasukan, yang lain mendapat barang yang murah, yang tidak mampu mendapat bantuan dari warga yang lain," ucap Yosef.

Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Drajat Trikartono mengatakan program jogo tonggo bisa membantu masyarakat di tengah pandemi Covid-19.

"Itu memang menggunakan kearifan lokal. Masyarakat diajak untuk berbagai risiko dan saling tolong menolong menghadapi sesuai," kata Drajat.

Meski demikian, Drajat menuturkan penerapan jogo tonggo masih menghadapai sejumlah tantangan.

Karakter masyarakat kota yang heterogen menjadi satu diantaranya.

"Banyak orang yang menghabiskan waktunya di kantor daripada di rumah. Tidak punya ruang dan waktu untuk berpartisipasi," tuturnya.

Drajat menyarankan program jogo tonggo bisa dikembangkan dengan manajemen berbasis komunitas.

Keterlibatan RW dan RT dalam mendampingi dan menggerakan warga untuk menjalankan program itu perlu ditingkatkan.

Bukan hanya dilimpahkan ke pihak ketiga, seperti satpam ataupun linmas.

"Perlu ada pendampingan program, dilatih, dan diorganisir," tandasnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved