Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Update Gunung Merapi

Awas Banjir Sapi dari Pengungsi Merapi, Pemkab Sukoharjo Sebut Bisa Bikin Harga Anjlok,Ini Alasannya

Dinas Perdagangan Perindustrian dan UMKM (DisperindakUMKM) Sukoharjo, mewaspadai banjirnya sapi di lereng Gunung Merapi. 

Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Asep Abdullah Rowi
TribunSolo.com/Lailatun Niqmah
ILUSTRASI : Kondisi Pasar Sapi Bekonang di Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri

TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Dinas Perdagangan Perindustrian dan UMKM (DisperindakUMKM) Sukoharjo, mewaspadai banjirnya sapi di lereng Gunung Merapi. 

Sebab, kondisi Gunung Merapi yang saat ini sedang Siaga III, sehingga banyak warga di Gunung Merapi menjual hewan ternak mereka. 

Bahkan, mereka menjual hewan ternak seperti sapi di bawah harga pasaran. 

Hal ini membuat harga sapi di pasaran menjadi anjlok. 

Baca juga: Kabar Gembira : Test Swab Keluar, 111 Tamu Pesta Nikahan di Sragen Dinyatakan Negatif Covid-19

Baca juga: Merapi Siaga, 400 Orang dan Ratusan Ternak di Kecamatan Kemalang Klaten Telah Dievakuasi

Kepala Disperindak dan UMKM Sukoharjo, Sutarmo mengatakan, harga sapi di Pasar Hewan Bekonang, Kecamatan Mojolaban saat ini memang anjlok. 

"Dari pantauan kami memang ada penurunan harga sapi, tapi tidak signifikan," ucapnya kepada TribunSolo.com, Senin (16/11/2020).

Menurutnya, faktor yang paling mempengaruhi anjloknya sapi karena sepi konsumen.

Sementara, stok sapi melimpah, ditambah ada stok tambahan dari pengungsi lereng gunung merapi. 

Namun, ia meyakini harga sapi akan berangsur-angsur normal kembali, mengingat bulan depan sudah memasuki Natal dan Tahun Baru (Nataru). 

"Kalau dilihat dari siklusnya, kemungkinan bulan depan (saat Nataru) akan kembali normal," jelasnya.

Lurah Pasar Bekonang Kasidi mengatakan, saat ini penurunan harga sapi masih dipengaruhi karena sepinya pembeli.

"Yang jelas, pedagang sapi tidak berani membawa barang dagangannya banyak-banyak, karena minim pembeli," kata dia. 

Sementara itu, salah seorang pedagang sapi, Tio mengatakan, pengaruh sapi dari lereng Gunung Merapi belum berpengaruh secara signifikan. 

Sebab, para pengungsi Gunung Merapi kebanyakan menjual hewan ternak mereka di kawasan Kabupaten Boyolali dan Klaten. 

"Kalau di sini tidak terpengaruh (penjualan sapi warga lereng Gunung Merapi)." kata dia. 

"Tapi faktornya memang karena sepinya pembeli," imbuhnya. 

Ia menuturkan, harga sapi dagangannya turun di kisaran Rp 1 - 2 Juta per ekor sapi segala jenis.

Baca juga: Diminta Orang Tuannya Jaga Sapi saat Pawai, Gadis asal Klaten Ini Ketagihan Menunggangi Sapi

Baca juga: Kakek 90 Tahun Tolak ke Barak Pengungsi, Sempat Berkilah ke Relawan : Kalau Merapi Erupsi Saya Lari

Mengeluhkan Harga Sapi

Penjual sapi Pasar Hewan Bekonang mengeluhkan sepinya pembeli.

Hal ini berimbas pada anjloknya harga sapi di Pasar Hewan Bekonang. 

Menurut salah seorang pedagang sapi, Tio, ada penurunan harga sapi sekira 10 persen dari harga normal. 

"Iya, harga sapi sedang menurun kerena banyak pedagang tapi pembelinya kurang," katanya, Senin (16/11/2020).

Dia menuturkan, jenis sapi simmental yang biasanya dikisaran harga Rp 15 juta, kini harganya hanya Rp 13 juta. 

"Tak hanya pedagang sapi saja yang mengeluh, tapi tukang jagal sapi juga. Karena sepinya pesanan," jelasnya. 

Terkait dengan erupsi Gunung Merapi, Tio mengatakan tidak begitu mempengaruhi harga sapi di Pasar Hewan Bekonang. 

Baca juga: Lestarikan Sapi Jawa, Paguyuban Sapi di Klaten Gelar Acara Menunggangi Sapi, Diikuti Puluhan Peserta

Sebab, para pengungsi Gunung Merapi kebanyakan menjual hewan ternak mereka di kawasan Kabupaten Boyolali dan Klaten. 

"Kalau disini tidak terpengaruh (penjualan sapi warga lereng Gunung Merapi)." kata dia. 

"Tapi faktornya memang karena sepinya pembeli," imbuhnya. 

Terpisah, Kepala Dinas Perdagangan Perindustrian dan UMKM (DisperindakUMKM) Sukoharjo, Sutarmo membenarkan hal tersebut. 

"Dari pantauan kami memang ada penurunan harga sapi, tapi tidak signifikan," ucapnya. 

Menurutnya, hal tersebut wajar terjadi di Pasar, karena jumlah pembeli yang flukuatif. 

"Kalau dilihat dari siklusnya, kemungkinan bulan depan (saat Nataru) akan kembali normal," tandasnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved