Berita Solo Terbaru
Seusai Temui Tamu, Kerabat Keraton Solo Diduga Dikurung di Keraton Kulon, Masih Belum Bisa Keluar
Sejumlah kerabat Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat diduga dikurung di kawasan Keraton Kulon sejak Kamis (11/2/2021).
Penulis: Ryantono Puji Santoso | Editor: Adi Surya Samodra
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ryantono Puji Santoso
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Sejumlah kerabat Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat diduga dikurung orang tak dikenal di kawasan Keraton Kulon sejak Kamis (11/2/2021).
Termasuk, GKR Wandansari atau Gusti Moeng, dan GKR Timoer.
Mereka diduga dikurung bersama para penari tari Bedaya.
Dugaan tersebut disampaikan Menantu Paku Buwana XII, Kanjeng Pangeran Edi Wirabumi.
• Jelang 266 Tahun Perjanjian Giyanti, Putri PB XII Gusti Moeng Pertanyakan Keistimewaan Surakarta
• Meteorit Kanjeng Kyai Pamor: Pusaka Sakral Keraton Solo, Tak Boleh Diperjualbelikan
Edi menjelaskan dugaan itu bermula saat Gusti Moeng mendapatkan informasi adanya tamu yang menaiki mobil berplat nomor RI 10.
"Ternyata itu ketua BPK RI," jelas Edi pada wartawan, Jumat (12/2/2021).
Mengetahui itu, Gusti Moeng bergegas menemui tamu tersebut untuk menyampaikan aspirasi.
Aspirasi tersebut berkaitan dengan Gusti Moeng yang menerima surat BPK Jawa Tengah beberapa waktu lalu.
"Gusti Moeng pernah mendapat surat dari BPK Semarang Jawa Tengah yang menanyakan semacam pertanggungjawaban keuangan 2018," papar dia.
"Karena ketua BPK RI ada di Keraton, GKR Wandansari ikut masuk, pintunya juga terbuka," papar dia.
Saat Gusti Moeng masuk ke Keraton, ternyata tamu sudah dipindahkan ke sisi barat, Setelah itu pintu dikunci.
"Lewat keputren juga dikunci," papar dia.
Kejadian pintu dikunci tersebut terjadi saat siang.
Sampai saat ini GKR Wandansari dan beberapa kerabat masih dikunci di dalam.
Pertanyakan Keistimewaan
Sebelumnya, Paku Buwana (PB) III diyakini tidak menandatangani perjanjian Giyanti yang disodorkan kepadanya.
Perjanjian tersebut, seperti diketahui disahkan 13 Februari 1755.
Itu pun disebut-sebut PB III, Pangeran Mangkubumi, dan kongsi dagang Belanda VOC turut menandatangani perjanjian Giyanti.
Akibat perjanjian tersebut, Keraton Mataram kemudian terbagi menjadi dua, yakni Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta.

• Kerbau Sakral Milik Keraton Solo Mati, Dibalut Kafan dan Didoakan Selama Prosesi Pamakaman
• Sosok GKR Sekar Kencana Putri PB XII di Mata Adiknya: Dikenal Cerdas, Penyabar dan Pandai Karawitan
Putri PB XII, GKR Wandansari alias Koesmoertiyah meyakini PB III tidak turut serta dalam penandatanganan perjanjian tersebut.
Keyakinan tersebut didasarkan pada penelusuran dan penelitian terhadap arsip-arsip kuno.
Termasuk, yang tersimpan di Belanda maupun Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
"Kalau lihat di naskah perjanjian, PB III tidak tanda tangan," ucap perempuan yang akrab disapa Gusti Moeng, Rabu (10/2/2021).
"Itu perjanjian antara Mangkubumi dan kompeni," tambahnya.
Kemunculan Perjanjian Giyanti, sambung Gusti Moeng, berdampak pada PB II hingga PB XII memihak Pemerintah Belanda.
Selain itu, status keistimewaan tidak diberikan kepada Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
• Sudah Jajal 3 Menu Ransum Bikinan Warga Solo, Putri PB XII Harap Makanan Solo Juga Bisa Jadi Ransum
• Hari ini 75 Tahun Lalu, Terbitlah Piagam Surakarta : Solo Sempat Jadi Daerah Istimewa Seperti Jogja
"Implikasinya yang dikasih keistimewaan, yakni Yogyakarta," ucapnya.
Itu membuat Gusti Moeng mempertanyakan tidak diberikannya keistimewaan kepada Surakarta.
"Yogyakarta diberi keistimewaan, tapi Surakarta belum," tutur dia.
"Ini menjadi beban bagi saya karena dititipi bapak untuk memperjuangkan Daerah Istimewa Surakarta," tambahnya. (*)