Berita Solo Terbaru
Perjuangan Pegawai Transmart Solo, Bertahan di Tengah Pandemi: Keluar Mal, Jualan di Pinggir Jalan
PPKM Darurat ini membuat beban para pengusaha semakin berat. Mereka harus memutar otak dan keluar dari cara biasa mereka berjualan.
Penulis: Iqbal Fathurrizky | Editor: Ryantono Puji Santoso
Laporan wartawan TribunSolo.com, Iqbal Fathurrizky
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - PPKM Darurat ini membuat beban para pengusaha semakin berat.
Mereka harus memutar otak dan keluar dari cara biasa mereka berjualan untuk menaikan omset.
Seperti manajemen Transmart Solo Paragon, mereka menjual dagangannya di pinggir jalan tepatnya di dekat perempatan depan Apotek Kimia Farma.
Baca juga: Promo Transmart Carrefour Senin 21 Juni 2021, Ada Promo Susu Hingga Pampers Bayi
Baca juga: Jadwal Bioskop Solo di CGV Transmart Rabu 18 Maret 2020: Doraemon, Kamen Rider Reiwa, Mariposa
Hal ini telah dilakukan manajemen Transmart Solo sejak berlakunya PPKM darurat awal Juli lalu.
“Kami melakukan ini untuk menaikkan sales penjualan, karena kami tidak bisa hanya mengandalkan store kami yang di dalam,” ungkap Agus Efendi, Manager Transmart Solo kepada TribunSolo.com Senin (9/8/2021).
Sejak berlakunya PPKM, manager Transmart Solo mengaku omsetnya tidak sampai 50 persen dari biasanya.
Maka dari itu, tim manajemen memutar otak untuk mengembalikan omset menjadi normal kembali.
Baca juga: Jadwal Bioskop Solo di CGV Transmart Senin 16 Maret 2020: Bloodshot, Mariposa, Onward
“Ya lumayan, yang tadinya omset tidak lebih 50 persen dari bisanya menjadi naik kembali sekitar 60-70 persen dari biasanya” jelas Agus.
Agus juga mengaku tidak hanya membuka lapak di perempatan Paragon saja, akan tetapi beliau juga menawarkan produknya door to door kepada warga sekitar Mall Solo Paragon.
“Tidak hanya berjualan dipinggir jalan saja, kami dan tim yang bertugas juga menawarkan produk dengan cara door to door di sekitar sini (Mall Solo Paragon),” ungkapnya.
Serupa Aksi Seniman Boyolali
Para pelaku seniman di Kabupaten Boyolali menjual aset properti panggung mereka.
Mereka melakukan hal tersebut karena mereka telah sepi job selama pandemi Covid-19.
Selama dua tahun mereka tidak bisa bekerja sebagai seniman karena terdampak PPKM.
Baca juga: Dampak Hujan Abu Merapi, Petani di Desa Tlogolele Boyolali Terpaksa Tunda Panen
Baca juga: Viral Sepeda Motor Ninja Hijau Nyungsep di Selokan Tawangmangu Karanganyar, Begini Cerita Sebenarnya
Seniman yang tergabung dalam wayang Boyolali ini pun menggelar lapak mereka di pinggir jalan di Pasar Mangu, Boyolali, pada Minggu (8/8/2021).
Mereka datang dengan kostum dan dandanan ala penampilan.
Namun itu bukan tujuan mereka, karena mereka datang berjualan alat pentas yang biasa mereka tampilkan.
Di bawah terik matahari pukul 13.00 WIB, para seniman tersebut berteriak menawarkan alat perlengkapan mereka.
Mereka menjual wayang kulit hingga video recorder yang harganya jutaan rupiah.
Sambil berpanas-panasan mereka berteriak menawarkan dagangan demi membeli makan.
"Ayo wayangnya, kostumnya kami banting harga, murah meriah untuk anda," teriak salah seorang kru di atas mobil terbuka.
Sesekali hadir pengguna jalan yang terlihat berminat dengan barang yang mereka tawarkan.
Ada yang membeli atau hanya sekedar basa-basi dan langsung pergi.

Baca juga: Emak-emak di Laweyan Solo Ketahuan Jual Miras Ciu: Digerebek Malam Hari, Sanksi Tipiring
Baca juga: Kisah Sedih dari Boyolali : Pandemi Buat Dalang Gondo Menyerah, Jual Wayang untuk Bayar Cicilan Bank
Menurut Gondo Wartoyo, selaku dalang yang memimpin rombongan tersebut, mereka terpaksa menjual alat pentas mereka karena terdesak kebutuhan ekonomi.
"Kami berjualan karena sudah tidak pentas nyaris dua tahun lamanya," katanya.
Kegalauan itu semakin memuncak saat penampilan berhenti, namun bunga bank masih tetap berjalan.
"Kami masih harus menutup biaya cicilan, karena ditagih terus oleh pihak bank," jelasnya.
Ternyata kejadian pengusaha pentas seni melakukan cuci gudang di pinggir jalan bukan yang pertama kali.
Sebelumnya seorang pengusaha penyewaan sound system juga membuka lapak, menawarkan seluruh alat pengeras suaranya kepada pengguna jalan.
"Itu tetangga saya, dan kami senasib terdampak PPKM dan tidak ada yang membantu," ungkapnya.
Jual Soundsistem
Riyanto (60) warga Dukuh Waru, Desa Pojok, Kecamatan Nogosari, Boyolali menjual peket soundsystemnya.
Dia tak menyangka, akan menjual satu-satunya alat yang selama ini menjadi mata pencahariannya.
Ya, Riyanto selama ini bekerja sebagai pengusaha soundsystem, yang disewakan pada acara-acara tertentu.
Namun karena pandemi covid-19, dan adanya aturan pembatasan kegiatan, diapun langsung merasakan dampaknya.
Baca juga: Cerita Warga Desa Tlogolele Boyolali, Dengar Suara Gemuruh saat Merapi Muntahkan Awan Panas
Baca juga: Potret Kawasan Desa Tlogolele Boyolali Setelah Diguyur Hujan Abu Hari Ini
Saat dijumpai TribunSolo.com, dia menjual seluruh alat soundsystemnya di jalan Solo-Semarang, Jumat (30/7/2021).
Paket soundsystemnya diletakan pada sebuah mobil pickup, yang diparkir di pinggir jalan.
Untuk menarik perhatian, dia juga memasang papan tulis yang berisikan kalimat yang menyayat.
"2 TH Ora Tanggapan, Jual 1 Sound untuk Angsuran BRI karo go Tuku Beras". (Dua tahun tidak ada penyewa, dijual 1 sound untuk angsuran BRI dan beli beras).
Dia mengaku terpaksa menjual sumber penghasilannya selama ini untuk memenuhi kebutuhan hidup.
"Sama untuk membayar angsuran BRI yang mencapai Rp 3,5 juta perbulan," katanya, Kepada TribunSolo.com.
Sebab, dia yang tidak mempunyai sumber penghasilan lain, sejak pandemi Covid-19 sudah tidak punya lagi penghasilan tetap.
Tidak ada hajatan masyarakat dan pengeluaran event yang membutuhkan soundsystemnya.
Padahal, sebelum pandemi Covid-19 ini, paling tidak dia bisa mendapat penghasilan kotor antara Rp 20-26 juta.
"pengusaha soundsystem benar-benar mati saat ini," pungkasnya.
Saat ditanya berapakah paket soundsystemnya akan dijual, Riyanto belum memberikan jawaban pasti.
Sebab, dia akan melakukan tawar-menawar dengan calon pembelinya terlebih dahulu.
Namun, ia mengatakan jika paket soundsystem miliknya itu dia beli seharga Rp250 jutaan.
Dalang di Boyolali Hancurkan Gong dan Gamelan
Ada saja aksi protes untuk mengungkapkan kegelisahan saat Pandemi Corona melanda.
Seperti yang dilakukan dalang di Boyolali ini.
Dia melakukan aksi merusak gamelan dan gong miliknya.
Berikut TribunSolo.com rangkum fakta dari dalang mengamuk:
1. Viral di Media Sosial
Video dalang "mengamuk" ini viral di Jagad maya.
Dia menghancurkan alat-alat pentas wayang pakai palu besar.
Aksi yang terekam dalam video berurasi 13 detik menggambarkan detik-detik pria tersebut secara membabi buta menghancurkan alat-alanya di depan rumah.
Sembari mengayunkan palu berukuran sekitar satu meteran itu, dia sembari mengumbarkan kekesalannya karena pandemi.
"Setahun wis ora olih pentas, gamelan didol ora payu, didol rosok wae, sopo seng arep tuku..sopo seng arep tuku (setahun tidak bisa pentas, gamelan dijual tidak laku, dijual rosok saja)," katanya sembari meluapkan kekesalannya.

Baca juga: Kagetnya Mertua di Ceper Klaten, Kini Belum Ada Kabar Lanjutan Pasca Menantunya Ditangkap Densus 88
Baca juga: Manfaat Peluang Ditengah Pandemi Covid-19, Penjual Jamu di Karanganyar Ini Raup Keuntungan Berlipat
2. Bentuk Protes
Usut punya usut, dia adalah pelaku seni pewayangan Ki Dalang Gondho Wartoyo.
Pria 40 tahun warga Dukuh Bulu RT 004 RW 003, Desa Tegalgiri, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali.
Lantas kenapa Dalang Wartoyo melakukan itu?
Ya, Wartoyo sudah puluhan tahun di dunia pewayangan itu mengaku sengaja menghancurkan alat-alatnya karena protes kepada pemerintah.
Mengingat selama setahun terdampak pandemi Covid-19, tetapi tak ada penyelesaian.
3. Frustrasi Tidak Pentas Satu Tahun
"Izin pentas sudah satu tahun tidak ada," ungkapnya kepada TribunSolo.com, Sabtu (3/4/2021).
Bahkan secara blak-blakan dirinya mengungguh video singkat di media sosial pribadinya.
"Sengaja saya lakukan agar bisa didengar oleh pemerintah, dengan menghancurkan gamelan dan beberapa alat pertunjukan," ujarnya.
Ki Wartoyo menceritakan betapa terpuruknya pelaku seni di masa pandemi, karena sama sekali tidak mendapatkan penghidupan akibat tak ada pentas.
“Ya pokonya gara-gara pandemi saya bersama pelaku seni lain merasa frustasi, tidak bisa menampilkan pertunjukan seni, wayangan, dan aktifitas seni lain,” ujarnya.
“Maka dari pada itu saya melakukan protes namun tidak anarkis, hanya dengan memukul gong dan gamelan,” paparnya.
Dikatakan, bukan karena gamelannya sudah tidak bagus lagi atau karena gamelannya sudah tidak berfungsi, tapi karena kini gamelan yang ia miliki seakan sudah tidak ada gunanya.
"Ya intinya itu, sudah tak ada gunanya," jelas dia.
Baca juga: Identitas 3 Orang Warga Klaten yang Diamankan Densus 88: Perantauan, Petani, dan Penjual Motor Seken
Baca juga: Sebelum Membunuh Dalang Anom Subekti, Pelaku Sempat Disuguhi Kopi Oleh Korban
4. Menjual Mobil untuk Makan
Saking remuknya karena pandemi, Dalang Wartoyo pun mengaku sampai menjual mobil untuk kebutuhan sehari-hari.
“Saya rela dan terpaksa menjual mobil untuk beli sembako dan kebutuhan rumah tangga, intinya apa yang kita punya kita jual untuk bertahan hidup,” ujarnya.
“Macam-macan mobil saya jual sampai 4, mulai dari mobil CRV, Honda New City, Feroza dan Picanto,” ungkapnya.
Selain itu, dirinya bahkan rela menggadaikan truk pribadinya untuk kebutuhan lain di pengusaha telur di Boyolali.
5. Sebelum Pandemi Corona, Bisa 28 Kali Pentas Sebulan
Hal itu terdesak dilakukan, karena sebelum pandemi, sebagai dalang dia bisa melakukan pementasan sebanyak 15 hingga 28 kali dalam satu bulan.
Namun kondisi berubah 360 derajat sehingga mencekik kehidupan para pelaku seni.
"Kalau sebelum pandemi saya bisa pentas 15 sampai 28 kali sebulan, tapi setahun ini tak ada,” ungkapnya.
Kondisi diperburuk dengan tidak adanya izin, sehingga para seniman tidak bisa menggelar lagi pertunjukan yang bisa mencukupi kehidupan sehari-hari.
"Sejak pandemi sampai sekarang tidak bisa pentas. Padahal untuk beralih profesi, kita tidak mudah,” terang dia. (*)