Berita Wonogiri Terbaru
Waspada! Leptospirosis karena Tikus Masih Jadi Penyakit Mematikan di Wonogiri, Satu Orang Meninggal
Kasus leptospirosis atau penyakit yang disebabkan oleh bakteri leptospira lewat air kencing tikus terjadi di Kabupaten Wonogiri.
Penulis: Erlangga Bima Sakti | Editor: Asep Abdullah Rowi
Selain lewat genangan air, seseorang bisa terinfeksi leptospirosis lewat saluran cerna. Satyawati menuturkan, masyarakat perlu memperhatikan kondisi rumahnya.
"Kalau sudah mengetahui rumahnya banyak tikus, jangan dibiarkan makanan atau alat makan terbuka. Bisa saja makanan atau alat makan terkontaminasi air kencing tikus," tandas dia.
Terjadi di Karanganyar
Leptospirosis kembali menghantui masyarakat di Kabupaten Karanganyar.
Leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan karena urin tikus yang terkena bakteri leptospira interrogans setelah masuk ke dalam tubuh manusia.
Penyebarannya bisa melalui urin tikus yang masuk ke dalam tubuh melalui luka, atau pun gigitan tikus.
Dari enam kasus, dua orang meninggal dunia akibat leptospirosis di Kabupaten Karanganyar.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Karanganyar, tercatat ada 6 kasus leptospirosis di Kabupaten Karanganyar dari awal tahun ini hingga pekan ke-27 atau Juni 2021.
Persebaran kasus tersebut terjadi di Kecamatan Gondangrejo, Kebakkramat, Jaten, Tasikmadu dan Colomadu.
Dari enam kasus leptospirosis, dua orang di Kecamatan Jaten diketahui meninggal dunia.
Baca juga: Nekat Langgar Aturan PPKM, Satgas Covid-19 Colomadu Karanganyar Bakal Tahan KTP
Baca juga: Fasilitas Isoman di Rumah Tak Memadai, 14 Warga Colomadu Dipindahkan ke BLK Karanganyar
Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) DKK Karanganyar, Sri Winarno menyampaikan, ada beberapa langkah yang dilakukan oleh dinas setelah mengetahui adanya kasus leptospirosis itu.
Baik melalui Penyelidikan Epidemiologi (PE) serta intervensi sanitasi atau kebersihan lingkungan.
Dinas telah meminta petugas sanitarian di masing-masing puskesmas untuk melakukan intervensi terhadap kondisi kebersihan lingkungan. Akan tetapi karena kondisi pandemi, kegiatan itu belum optimal.
"PE dilakukan untuk mengetahui faktor resiko di lingkungan sekitar, juga mengetahui masyarakat sekitar yang memiliki gejala klinik sama dengan penderita leptospirosis. Kalau ada yang gejala klinis, dilakukan intervensi melalui pemberian obat dan pemantauan," katanya saat dihubungi Tribunjateng.com, Kamis (29/7/2021).
Selain melakukan PE, lingkungan sekitar tempat tinggal penderita leptospirosis juga dicek pengelolaan sanitasinya. Winarno menuturkan, kasus leptospirosis itu muncul saat musim penghujan kemarin.