Berita Sukoharjo Terbaru
Masih Punya Cicilan, Jadi Alasan Produsen Tahu & Tempe Sukoharjo Ogah Mogok, Meski Ada WA Berantai
Pembuat tahu dan tempe di Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo memutuskan tak ikut-ikut mogok produksi.
Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri
TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Pembuat tahu dan tempe di Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo memutuskan tak ikut-ikut mogok produksi.
Produsen tahu di Dusun Kranggan Etan, RT 03 RW 01, Desa Wirogunan, Kecamatan Kartasura, Eko Purwanto, dirinya juga mendapatkan ajakan untuk mogok produksi.
Ajakan itu didapatkan melalui pesan berantai melalui WhatsApp (WA).
Namun sebanyak 20 produsen tahu dan tempe di kampungnya memutuskan mengabaikan ajakan itu.
"Kita gak ikut karena kita masih ketergantungan kedelai impor, kita demo dan mogok produksi percuma saja. Selain itu, cicilan juga masih banyak," katanya kepada TribunSolo.com, Senin (12/2/2022).
Kenaikan kedelai pada awal tahub ini merupakan harga tertinggi, yang pernah ia alami.
Produsen tahu dan tempe harus membeli kedelai impor hampir Rp11 ribu per kilogram.
"Kita mohon kepada pemerintah agar kami dibantu, agar harga kedelai normal lagi. Jangan malah naik terus," ujarnya.
Terpisah, Ketua paguyuban Komunitas Usaha Bersama (KUB) Tahu Kartasura, Puryono, memastikan pengrajin tahu Kartasura belum menghiraukan ajakan mogok produksi.
"Kita sementara masih belum ada pergerakan, kita tunggu apakah ada kebijakan dari pemerintah atau tidak," ujarnya.
Baca juga: Harga Kedelai Melejit, Perajin Tahu di Wonogiri Pilih Tidak Mogok Produksi, Begini Alasannya
Baca juga: Cara Beli Minyak Goreng di Sragen : Tinggal KTP Hingga Beli Sekardus Wajib Belanja Minimal Rp 2 Juta
Untuk mensiasati kerugian, para produsen sudah dua kali ini menaikan harga. Misal tahu, dari harga Rp150 menjadi Rp250.
Selain itu, ukuran tahu juga sudah diperkecil, agar produsen tetap mendapatkan untung.
Puryono mengatakan, untuk mengalihkan bahan baku dari kedelai impor ke kedelai lokal sangat tidak mungkin.
Sebab, stok kedelai lokal dipasaran tak bisa mencukupi kebutuhan para produsen.
"Kedelai lokal kita gak ada. Panenannya paling cuma bertahan 2-3 bulan, setelah itu sudah habis. Jadi kita tetap mengandalkan kedelai impor," kata dia.
Dia mengaku, secara kualitas, kedelai lokal tak kalah bagus dari kedelai impor.
Namun stok kedelai lokal sendiri masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.
Kapolres Sukoharjo AKBP Wahyu Nugroho Setyawan, meninjau langsung produsen tahu dan di Kartasura.
"Karena tahu dan tempe merupakan salah satu kebutuhan pokok, saya ucapkan terimakasih kepada para pengrajin yang tidak ikut mogok produksi," pungkasnya.
Ogah Mogok di Wonogiri
Produsen tahu dan tempe di sejumlah daerah melakukan aksi mogok produksi imbas melejitnya harga bahan pokok kedelai.
Namun, para perajin tahu di Wonogiri memilih tetap memproduksi walaupun ditengah-tengah himpitan harga kedelai yang semakin merangkak naik.
Tugino (64) salah satu perajin tahu di Kedungringin RT 2 RW 13 Kelurahan Giripurwo, Kecamatan Wonogiri, menuturkan langkah mogok produksi dinilai kurang efektif.
"Aksi mogok produksi tahu itu tidak efektif, tidak akan digagas," kata dia, kepada TribunSolo.com, Senin (21/2/2022).
Baca juga: Inilah Bos Bank Plecit & Istri, yang Diduga Aniaya Nasabah Wanita Hamil hingga Keguguran di Wonogiri
Baca juga: Cara Beli Minyak Goreng di Sragen : Tinggal KTP Hingga Beli Sekardus Wajib Belanja Minimal Rp 2 Juta
Tugino mengaku, dia sudah mengetahui informasi adanya mogok produksi yang dilakukan produsen tahu di daerah lain, namun dia memilih untuk tidak mengikuti langkah itu.
Selain dinilai kurang efektif, di Wonogiri sendiri tidak ada ajakan untuk melakukan produksi di kalangan perajin makanan berbahan dasar kedelai itu.
"Dulu pernah mogok beberapa hari. Tapi juga sama saja. Ini teman-teman yang lain di Wonogiri juga tidak ada yang ajak-ajak mogok. Kalau libur kasian pekerjanya juga kan," ujarnya.
Menurutnya, ada langkah yang lebih efektif yang bisa dilakukan oleh para perajin tahu maupun tempe. Langkah paling efektif itu yakni menyampaikan langsung uneg-uneg perajin tahu kepada pemerintah pusat.
"Kalau langsung ke atas (pemerintah pusat) menurut saya malah digagas dan lebih tepat dibandingkan mogok," tandasnya.
Perajin Kelimpungan
Harga kedelai dan minyak goreng terus merangkak naik dirasakan dampaknya oleh para perajin tahu di Kabupaten Wonogiri.
Para pelaku usaha dibuat kelimpungan atas kenaikan bahan baku utama pembuatan tahu tersebut.
Akhirnya sejumlah cara pun dilakukan agar usaha tetap berjalan.
Tugino (64) perajin tahu warga Kedungringin RT 2 RW 13 Kelurahan Giripurwo Kecamatan Wonogiri Kota, mengatakan bahwa harga kedelai naik terus
"Biasanya kedelai perkilo Rp 10 ribu, sekarang sudah mencapai Rp 12 ribu," kata dia kepada TribunSolo.com, Senin (21/2/2022).
Selain kedelai, Tugino menuturkan harga minyak yang naik juga memengaruhi produksi tahunya.
Pasalnya, dia membuat tahu coklat, dimana warga coklat didapat dari tahu putih yang digoreng.
Menurutnya harga minyak goreng juga naik hingga hampir Rp 300 ribu per jerigen isi 18 liter.
Sebelumnya sekitar Rp 200 ribu, itupun sulit didapatkan.
Atas dasar itu, Tugino memilih untuk menaikkan sedikit harga jual tahu produksinya, selain itu, jumlah produksi juga ia kurangi.
Baca juga: Viral Syarat Beli Minyak Goreng, Wajib Bawa Fotokopi Kartu Keluarga dan Sertifikat Vaksin Covid-19
Baca juga: Harga Kedelai & Minyak Goreng Menggila, Pengusaha Tahu Goreng di Boyolali Tersudut: Untung Menyusut
Kondisi sebelumnya, Tugino mampu menghabiskan 2,5 hingga 3 kuintal untuk proses produksi tahu dalam satu hari, kini berkurang menjadi 2 ton kedelai perharinya.
"Biasanya satu kotak Rp 16 ribu, sekarang Rp 17 ribu, itu untuk pedagang yang ambil disini. Kalau untuk bakul sayur Rp 20 ribu," ujarnya.
Menurutnya, per kotak dengan ukuran 34x34 cm itu bisa disesuaikan atas permintaan pembeli. Tahu bisa dipotong menjadi 40-60 bagian.
"Kita yang penting jalan, kalau tidak produksi malah tidak ada pemasukan sama sekali. Saya juga ada 7 tenaga, kan kasihan," imbuh Tugino.
Seakan mengamini perkataan Tugino, Harini (70) warga Kedungringin RT 1 RW 13 Kelurahan Giripurwo Wonogiri yang juga pengrajin tahu, mengatakan harga jual tahu produksinya mengikuti harga bahan baku yang naik.
"Harga kedelainya naik, maka kita kecilkan tahunya. Susah juga kalau mau menaikkan," kata dia.
Harga Minyak di Boyolali
Harga kedelai dan minyak goreng yang masih tinggi membuat para pengusaha khususnya tahu dan gorengan kelimpungan.
Salah satunya, Yulianto, pengusaha penggorengan tahu di Boyolali ini hanya bisa pasrah.
Keuntungannya dari bisnis tahu gorengnya harus berkurang banyak, sejak kenaikan harga minyak goreng (Migor) sejak beberapa waktu lalu.
Sebab, harga tahu goreng yang dia produksi tak bisa naik, meski harga Migor melambung dan barangnya langka.
Baca juga: Curhat Penjual Gorengan, Susah Cari Minyak Goreng, Kini Dihantam Kelangkaan Tahu Tempe: Nyerah Deh
Baca juga: Perajin Tahu Sukoharjo di Hadapan Harga Kedelai Mahal, Minta Pemerintah Turun: Kami Bisa Bangkrut
Selain itu, ukuran tahu yang dia jual juga tak bisa dia perkecil.
“Kalau biasanya satu kotak jadi 3, saya jadikan 4 potongan, para pembeli juga tidak mau,” ujar Yuli, saat ditemui di rumah penggorengan tahu di Kelurahan Siswodipuran, Boyolali Kota, Senin (21/2/2022).
Untuk mensiasati kenaikan harga Migor ini, dia yang memperkecil ukuran tahu gorengnya itu langsung mendapat komplen dari pelanggan.
Bahkan tak sedikit dari pelanggannya itu mengancam bakal berhenti berlangganan jika ukuran tahu goreng yang biasa disebut tahu kempong ini, terus-terus kecil.
Dia yang tak bisa berbuat banyak, memutuskan untuk mengembalikan ukuran potongan tahu kempongnya itu.
Baca juga: Jeritan Perajin Tahu dan Tempe Solo Raya Gegara Kedelai Naik: Nekat Utang hingga Kecilkan Ukuran
Dampaknya jelas, keutungan bersih yang dia peroleh berkurang banyak. Dari Rp 25 ribu per Ember besar yang berisi 300 potong tahu menjadi Rp 15 ribu.
Keuntungan itu diperoleh dari harga jual tahu kempong Rp 600 per buah.
“Sehari bisa menghabiskan 34 liter minyak goreng. Saya masih beruntung bisa mendapatkan minyak goreng seharga Rp 14 ribu,” tambahnya.
Tak hanya masalah migor saja, kenaikan harga kedelai juga tak menutup kemungkinan, produsen tahu juga bakal menaikkan harga tahunya.
“Kalau harga tahu naik. Keuntungan kami juga akan berkurang lagi,” keluhnya. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/solo/foto/bank/originals/Perajin-tahu-di-Dusun-Kranggan-Etan-RT-03-RW-01-Desa-Wirogunan-Ke.jpg)