Sejarah di Kota Solo
Serupa Tapi Tak Sama, Ini Perbedaan Wayang Solo dan Wayang Jogja, Bisa Dilihat Secara Kasat Mata
Wayang kulit merupakan salah satu warisan budaya Nusantara yang paling ikonik dan melambangkan kebijaksanaan serta filosofi kehidupan Jawa.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
Ringkasan Berita:
- Wayang kulit Solo dan Jogja berbeda dari sumber cerita, bentuk wayang, hingga gaya pementasan.
- Gaya Solo lebih menonjolkan gerak (sabetan) dan bentuk wayang yang ramping; Jogja fokus pada dialog, cerita, dan tokoh yang lebih kekar dan ekspresif.
- Perbedaan karakter tokoh, bunyi keprak, serta adegan khas seperti gara-gara dan limbukan mencerminkan warisan budaya keraton masing-masing.
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Wayang kulit khas Solo dan DI Yogyakarta ternyata memiliki banyak perbedaan.
Sebelum mengulas perbedaan wayang kulit Solo dan Yogyakarta, ada baiknya tahu terlebih dahulu soal sejarah wayang.
Wayang kulit merupakan salah satu warisan budaya Nusantara yang paling ikonik dan melambangkan kebijaksanaan serta filosofi kehidupan Jawa.
Baca juga: Kenapa Pria Solo Simpan Keris di Belakang saat Pakai Baju Adat? Ternyata Ini Alasan dan Maknanya
Dipercaya telah berkembang sejak 1.500 tahun sebelum Masehi, wayang kulit tetap menjadi media pewayangan penting bagi masyarakat Jawa, baik dari segi edukasi moral maupun hiburan.
Di antara gaya (gagrak) wayang Jawa, dua aliran paling menonjol adalah gaya Surakarta (Solo) dan gaya Yogyakarta (Jogja).
Meski keduanya berada dalam tradisi yang sama, gaya Solo dan Jogja punya karakteristik berbeda yang khas dari bentuk wayang, bunyi alat musik pendukung, hingga sumber lakonnya.
Artikel ini membahas aspek perbedaan utama antara wayang kulit Solo dan Jogja, serta makna budaya di balik perbedaan tersebut, dihimpun TribunSolo.com dari berbagai sumber.
Sejarah Singkat Wayang Kulit di Jawa
Wayang kulit purwa, yang kisahnya diambil dari kitab Ramayana dan Mahabharata, telah menjelma sebagai seni pertunjukan simbolik dalam kebudayaan Jawa.
Tokoh-tokoh wayang mewakili nilai-nilai moral, konflik manusiawi, dan ajaran spiritual yang diwariskan turun-temurun lewat pedalangan.
Dalam perjalanan zaman, dua gagrak besar muncul di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta: gaya Solo dan gaya Jogja.
Masing-masing mengembangkan karakteristik visual, teknik pentas, dan cerita dengan nuansa lokal yang berbeda.
Baca juga: Serupa tapi Tak Sama, Ini Lho Perbedaan Batik Solo dan Batik Jogja, Bisa Terlihat dari Motifnya
1. Sumber Cerita (Lakon)
Salah satu fondasi pembeda antara gaya Solo dan Jogja terletak pada rujukan teks lakon:
Gaya Solo: mengacu pada Serat Pustakaraja Purwa, karya Ranggawarsita.
| Asal-usul Ponten Ngebrusan Solo: Jejak Arsitektur Kolonial dan Revolusi Hidup Sehat di Kota Bengawan |
|
|---|
| Asal-usul Kelurahan Semanggi Solo: Nama Diambil dari Tumbuhan Rawa, Ada Jejak Dermaga yang Hilang |
|
|---|
| Asal-usul Kelurahan Gajahan di Solo : Dulu Tempat Kandang Gajah Milik Keraton Era Pakubuwono II |
|
|---|
| Asal-usul Pasar Harjodaksino Solo: Nama Diambil dari Tokoh Lokal, tapi Lebih Dikenal Pasar Gemblegan |
|
|---|
| Kenapa Soto jadi Menu Favorit Sarapan Warga Solo Raya? Begini Sejarahnya, Bermula dari Abad ke-19 |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/solo/foto/bank/originals/traditional-art-performance_20170101_221434.jpg)