Berita Boyolali Terbaru
Amalan ini yang Selamatkan Mbah Kiyem di Boyolali dari Musibah, saat Rumahnya Roboh Berkeping-keping
Mbah Kiyem selamat, meski rumahnya rata dengan tanah usai angin mengguncang rumahnya di Nogosari Boyolali.
Penulis: Tri Widodo | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Tri Widodo
TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI - Mbah Kiyem masih bisa tersenyum lebar.
Tak nampak dari raut wajahnya sebuah beban.
Sekalipun rumah reot yang dia tinggali selama puluhan tahun sudah rata dengan tanah di Dukuh Kecik, RT 2, RW 4, Desa Tegalgiri, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali.
Di depan rumah anaknya, Semi, dia yang duduk disebuah kursi nampak ceria.
Anaknya, keponakannya dan kerabatnya bahkan tetangga berkumpul di teras.
Kepala Desa (Kades) Tegalgiri, Ngateman yang kembali menjenguk Mbah Kiyem disambut dengan penuh keceriaan.
Meski didatangi oleh orang nomor satu di Desanya itu, Mbah Kiyem nampak tak bisa meninggal kebiasaannya, Nginang.
Jemarinya terlihat terliti saat mengoleskan injet (kapur yang sudah direndam air beberapa waktu) dan gambir pada selembar daun sirih.
Daun sirih yang kemudian tekuk itu pun kemudian dia kunyah-kunyah.
Meski Mbah Kiyem terus mengungah, tapi dia tetap antusias mendengarkan setiap kalimat yang diucapkan Pak Kades Ngateman.
Baca juga: Kisah Nenek Renta di Nogosari Selamat dari Maut : Rumahnya Roboh Disapu Angin, Kini Rata Tak Tersisa
Baca juga: Pamit ke Suami Cuci Baju, Nenek di Jatinom Klaten Tak Pulang Seharian : Ditemukan Terapung di Sumur
Dengan candaan, Mbah Kiyem membalasnya dengan dengan full senyum.
Tangannya yang kemudian meraih tembakau kering lalu membuatnya bulat sebelum dia masukkan ke mulut, Mbah Kiyem mengaku bersyukur.
Mbah Kiyem pun tak banyak berkata-kata.
Hanya senyuman dan tawa lepas yang banyak dia perlihatkan.
Termasuk saat 'digoda' kades jika Mbah Kiyem ini dulunya adalah perempuan yang cantik.
Namun seiring bertambahnya usia, tubuh yang tegap berubah menjadi bungkuk.
"Iya nho pak. Yen ora ayu ora rabi peng telu ( iya lah pak. Kalau tidak cantik mana mungkin nikah tiga kali)," kelakarnya yang langsung disambut gelak tawa anak, saudara yang berkumpul.
Mbah Kiyem pun mengaku tak menyangka jika rumahnya bakal roboh.
Baca juga: Pengakuan Ayah Merantai Anaknya di Bekasi, Sebut Sang Putra Tak Terkontrol dan Nyaris Celakai Nenek
Meski begitu tetap Legawa, baginya robohnya rumah ini agar dia bisa lebih dekat dengan anak dan cucu.
Karena memang, selama ini Mbah Kiyem tinggal di sebuah gubuk sebatang kara.
Apalagi gubuk yang berdiri di atas tanah milik keponakannya itu berada di pojokan kampung yang dekat dengan tegalan.
Di belakang dan samping kanan rumahnya sudah kebun jati.
Sehari-hari, Mbah Kiyem pun hanya bersih-bersih dan merawat tanaman singkong dan ningkir yang di tanam di depan rumahnya itu.
Meski sudah berusia lanjut, namun, Mbah Kiyem tak lupa akan kewajibannya menunaikan sholat 5 waktu.
Sholat lima waktu hampir selalu dikerjakan tepat waktu.
"(Selamat dari musibah ini) Karena Mbah Kiyem ini tidak pernah meninggal shalat," tutur Semi, anaknya.
Selain itu, Mbah Kiyem juga murah senyum kepada siapapun.
"Alhamdulillah si Mbah tidak kenapa-kenapa. Masalah rumah roboh tidak masalah. Rumah saya masih longgar," aku dia.
"Karena sejak dulu si mbah ini tidak mau tinggal sama kami, maunya tinggal di rumahnya sendiri," jelasnya.
Rata dengan Tanah
Sebelumnya, rumah tak layak huni (RTLH) roboh di Dukuh Kecik, RT 2, RW 4, Desa Tegalgiri, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali.
Beruntung, Mbah Kiyem, pemilik rumah langsung masuk ke kolong meja, sehingga selamat dari timpaan puing-puing bangunan rumah semi permanen itu.
Agus Purwanto salah satu tetangga menceritakan robohnya rumah yang Mbah Kiyem ini terjadi sekira pukul 15.30 WIB pada Minggu (4/9/2022).
Saat itu, lansia 80 tahun itu baru saja melaksanakan Shalat lat Ashar di dalam rumah.
"Saat ada angin yang lumayan besar, terdengar suara kretek-kretek byar dari rumah Mbah Kiyem ini," katanya kepada TribunSolo.com, Senin (5/9/2022).
Suara rentekan cukup keras itupun langsung direspon warga sekitar.
Warga kemudian berlarian menuju rumah gubuk yang ada di pojokan dukuh ini.
Beruntung, Mbah Kiyem yang semula diketahui berada di dalam rumah bisa keluar.
Dengan masih mengenakan mukena Mbah Kiyem perlahan keluar dari balik dinding gedek atau tembok dari bilah bambu.
"Untung saja, Mbah Kiyem bisa langsung masuk ke kolong meja, kalau tidak ceritanya sudah lain lagi," jelasnya.
Baca juga: Satu Unit Rumah di Eromoko Wonogiri Ludes Terbakar, Gegara Pemilik Bakar Sampah Daun di Dalam Kamar
Baca juga: Rumah Warga Mondokan Sragen Ambruk Rata dengan Tanah, Bocah 11 Tahun Terluka Tertimpa Material
Meski sebagin besar rumah berukuran 8x10 meter persegi itu terbuat dari bambu, namun untuk pilar dan rumah penyangganya menggunakan kayu.
Sehingga jika tertimpa kayu, bisa berakibat fatal bagi nenek yang berusia lanjut itu.
"La iya itu, sungguh keajaiban, robohnya kok ya pas habis shalat," aku dia.
"Di mana di dekat tempat sholat itu ada mejanya. Coba pas robohnya itu pas di ruang tengah atau di teras rumah," jelasnya.
Dia menyebut kondisi rumah yang di tempati Mbah Kiyem ini memang sudah agak condong ke kiri.
Kayu-kayu yang sudah lapuk di makan usia tak kuat menahan terpaan angin.
Hal itu juga dibenarkan Kepala Desa Tegalgiri, Ngateman.
Baca juga: Kabel Listrik ke Kulkas Korslet Gegara Tak SNI, Nyaris Bakar Habis Rumah Warga Gondang Sragen
Baca juga: Ribuan RTLH di Klaten Dipastikan Direnovasi Tahun Ini, Segini Besaran Dana untuk Setiap Rumah
Dia menyebut rumah yang di tinggali warganya ini sudah sangat lama.
Pihaknya pun telah merencakan akan merehabilitasi RTLH yang di tempati mbak Kiyem ini.
Namun, belum sempat terealisasi, sapuan angin sudah lebih dulu meratakan rumahnya.
"Begitu kami mengetahui rumah Mbah Kiyem ini roboh, kami langsung berikan sembako," jelas dia.
"Kami bersama warga juga langsung kerja bhakti gotong royong untuk membersihkan puing-puing rumah," jelasnya.
Menurutnya, tak mudah untuk merehabilitasi rumah mbah Kiyem ini.
Sebab, tanah yang ada rumahnya itu bukan miliknya, melainkan milik keponakannya.
"Sebenarnya di samping rumah anaknya ada lahan. Tapi kan butuh proses agar Mbah Kiyem ini mau tinggal disana,"jelasnya
Karena memang, Mbah Kiyem tak mau meninggalkan rumah tersebut.
Dia masih ingin tinggal di rumah yang menjadi saksi perjuangan hidupnya selama ini.
Beruntung keluarga dan tetangga akhirnya bisa membujuk Mbah Kiyem, sehingga jika malam mau tinggal bersama anaknya di Dukuh Gebel, Desa Tegalgiri.
"Sudah sekitar tiga bulanan ini, Mbah Kiyem di rumahnya itu kalau siang saja. Malam di rumah anaknya," ujarnya.
Dia dan tetangga sebenarnya sudah sering menyarankan supaya Mbah Kiyem tinggal menetap di rumah anaknya.
Namun, namanya orang tua tak mudah untuk meninggalkan rumah yang menjadi kenangannya itu.
"Setelah kami ajak bicara, Mbah Kiyem akhirnya mau tinggal menetap di rumah anaknya," pungkasnya. (*)