Berita Sragen Terbaru
Cikal Bakal Serangan Umum 4 Hari Solo: Mayor Achmadi Susun Siasat di Sragen, Hasilnya Penjajah Kalah
Sesepuh Wonosido Wardiman menceritakan, dahulu Mayor Achmadi datang ke Dukuh Wonosido sebagai tempat persembunyian dan susun siasat.
Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Patung Tentara Pelajar "Arjuna" berdiri tegak di pinggir Jalan Mayor Achmadi, Dukuh Wonosido, Desa Sidokerto, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen.
Patung yang menggambarkan seorang pelajar laki-laki itu, membawa sebuah buku di tangan kirinya dan senapan laras panjang di tangan kanannya.
Patung setinggi dua meter ini juga memakai topi baret di kepalanya dan menghadap ke depan.
Dibawahnya terdapat bangunan segi empat, memiliki panjang dan lebar masing-masing 1 meter dan tinggi 1,5 meter.
Dibagian depan terdapat prasasti peresmian Monumen Tentara Pelajar ini yang didatangi oleh Pangdam IV/Diponegoro, Mayor Jenderal TNI Subagyo Hadisiswoyo pada 7 Agustus 1996.
Di sebelah timur, juga terdapat prasasti berisi Perintah Siasat Komandan Sub Wehrkreise (SWK) Arjuna 106 Mayor Achmadi.
Di belakang, terdapat simbol Brigade XVII sekaligus terdapat keterangan detail terkait Dukuh Wonosido yang digunakan sebagai tempat untuk menyusun perintah siasat.
Monumen tersebut juga dilengkapi prasasti yang berisikan nama-nama dibawah Komando SWK "Arjuna" 106.
Baca juga: Kans Dipasangkan Kembali dengan Anies Baswedan, Sandiaga Uno : Politik Cair, Jangan Mematok-matok
Baca juga: Kirab Fosil Purba Temuan Warga Meriahkan Festival Seni Budaya Krajan Keker Desa Manyarejo Sragen
Bertindak sebagai Komandan ialah Mayor Achmadi, kemudian Dan Rayon I Kapten Soehendro, Dan Rayon II Lettu Soemarto, Dan Rayon III Kapten Prakoso, Dan Rayon IV Kapten A Latief, dan Dan Rayon V Lettu Hartono.
Hingga sekarang, monumen tersebut masih terasa dengan baik dan dapat dilihat dengan jelas oleh pengendara motor yang lalu lalang.
Dikutip dari buku Persembahan Monumen Ex.TP/TNI Detasemen II Brigade 17 di Wonosido Solo, terdapat penjelasan makna simbolik dari monumen tersebut.
Disebutkan, patung ini disebut sebagai Tugu Peringatan Pertempuran 4 Hari di Kota Solo.
Tugu tersebut berdiri diatas pelataran berbentuk segi-empat menggambarkan bumi Nusantara bermata angin empat.
Kemudian, ditengah-tengah pelataran terdapat 4 undak-undak berbentuk segi-5 yang bermakna semangat 45 dan landasan Pancasila, sekaligus 4 tangga tersebut merupakan simbol pertempuran selama 4 hari.
Patung prototype sosok Tentara Pelajar yang membawa buku di tangan kanan dan senapan laras panjang ditangan kiri bermakna 'berjuang dulu, belajar kemudian'.
Gayanya seperti akan melangkah maju, dengan pakaian ala gerilya Perang Kemerdekaan II, dengan sorot matanya memandang hari depan dengan penuh optimisme.
Pemrakarsa pembangunan tugu tersebut ialah R.M. Soemarto (Mantan Komandan Rayon II SWK "Arjuna" 106), R.M. Hartono (Mantan Komandan Rayon V SWK "Arjuna" 106), dan A.I.Soengadi (Mantan Kepala Staf Rayon II SWK "Arjuna" 106).
Mayor Achmadi Sembunyi
Sesepuh Dukuh Wonosido, yang tinggal di belakang tugu tersebut, Wardiman mengatakan patung tersebut dijadikan monumen peringatan serangan umum 4 hari di Kota Solo.
Di mana, setiap tanggal 7 Agustus monumen yang dilengkapi pendapa pertemuan itu masih sering digunakan keluarga eks-Tentara Pelajar untuk berkumpul.
Baca juga: Sosok Soeharto, Putra Asli Desa Tegalgondo Klaten yang Segera Dikukuhkan Sebagai Pahlawan Nasional
"Setiap 7 Agustus sering digunakan untuk kumpul, sampai sekarang, untuk temu kangen, pas ramai itu keluarga dari Jakarta datang kesini semua," katanya saat ditemui TribunSolo.com, Sabtu (5/11/2022).
Sayangnya, selama dua tahun ini tidak lagi digelar temu kangen karena pandemi covid-19.
Dalam pertemuan itu, warga setempat akan menyuguhkan makanan-makanan khas pedesaan, sama halnya dengan masa Mayor Achmadi kala berjuang.
"Mereka datang cuma temu kangen saja, disini disiapkan telo (ubi), pohong (ketela pohon), enthik dan kentang hitam," jelasnya.
"Mungkin dari asalnya ada, tapi tidak ditemukan seperti yang disini, ingin makan telo, kalau kentang ireng kan susah, jadi menyamakan suasana seperti zaman dulu," imbuhnya.
Wardiman menceritakan dahulu Mayor Achmadi datang ke Dukuh Wonosido sebagai tempat persembunyian.
Sebanyak 6 orang itu, datang ke Wonosido dan disambut baik oleh warga sekitar, dan diberi makanan berupa ketela.
Mereka datang untuk menyusun siasat, untuk melakukan serangan besar-besaran terhadap kedudukan militer Belanda di Kota Solo.
Serangan ini terjadi selama 4 hari, dimulai tanggal 7 Agustus 1949 dan berakhir pada 10 Agustus 1949.
Dari serangan tersebut akhirnya Belanda mengakui kehebatan pasukan tentara Indonesia dan menyerahkan Kota Solo kepada Indonesia.
Kota Solo diserahkan Belanda kepada Indonesia pada 12 November 1949, dan setelah itu tentara Belanda meninggalkan Kota Solo untuk selamanya. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/solo/foto/bank/originals/Monumen-tentara-Pelajar-di-Dukuh-Wonosido-D.jpg)