Klaten Bersinar
Selamat Datang diĀ KlatenĀ Bersinar

Berita Solo Terbaru

Asal-usul Makam di Tengah Rumah yang Tak Mau Dipindah, Saksi Bisu Sisa Kompleks Kauman yang Hilang

Ada sejumlah makam kecil di Kampung Kauman di Kelurahan Kestalan, Banjarsari, Solo. Makam ini menjadi saksi bisu adanya sebuah kompleks kauman.

TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin
Kondisi makam di tengah rumah yang merupakan keturunan Mangkunagara IV. 

Salah satu warga sekitar, Wulan (67) bercerita sejak dulu makam itu diziarahi oleh para abdi dalem.

"Dulu kan situ saya lahir sudah ada. Dulunya belum dikasih rumah. Itu kan bukaan. Dulu dekatnya ada sampah. Makam itu dulunya sering Mangkunagaran sering nyekar di situ," terangnya.

"Dulu ada pohon jambu besar. Sebelahnya sampah. Ndak tahu kok tahu-tahu ada rumah," ungkapnya.

Bahkan hingga kini Bayun ditugasi berziarah tiap bulan Ruwah. Menaburkan bunga di atas makam.

"Tugas saya biasanya berada di wilayah Kota Surakarta. Yaitu di Astana Utara, Punggowo Baku yang ada di Combong dan Banyuagung, dan juga makam yang ada di barat Pasar Legi yang di tengah rumah di pinggir sungai," jelasnya.

Canggah Dalem Pakubuwono X, Kanjeng Raden Mas Tumenggung (KRMT) L. Nuky Mahendranata Nagoro atau yang akrab disapa Kanjeng Nuky menjelaskan, makam ini menjadi satu-satunya sisa dari kompleks kauman yang dulu pernah ada.

"Pada masa Mangkunagara IV daerah di Pasar Legi di situ merupakan kompleks kauman ulama dari Mangkunegaran. Yang sesudahnya dipindah di Masjid Al-Wustho," tuturnya.

Makam itu menjadi penanda sesuatu yang tidak bisa diganti.

"Kalau bangunan bisa digusur, dibeli kemudian dirobohkan. Tapi kalau makam kan orang jawa kalau mau meratakan berpikir sekian kali," jelasnya.

"Karena makam sesuatu yang harus kita hormati. Dengan adanya makam itu menjadi tahu dulunya kompleks apa," tambahnya.

Wulan juga menuturkan, menurut cerita dari ayahnya bahwa dulunya ada sebuah masjid.

"Dulu sini katanya ada masjid katanya Bapak saya. Namanya Kauman Pasar Legi itu banyak Kaumnya," tuturnya.

Setelah sempat terbengkalai dan bahkan menjadi tempat sampah, lahan di sekitar makam tersebut kini dibangun sebuah rumah.

Sang pemilik rumah, Sutadi sengaja mempertahankan lima makam yang kini berada di dalam bangunan rumah berlantai dua tersebut.

Kanjeng Nuky menjelaskan, setelah dibangun rumah justru kondisinya lebih layak. Hanya saja para peziarah harus meminta ijin pemilik rumah jika ingin menyambangi makam.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved