Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Solo Terbaru

Senyum Kecut Pemilik Kelontong di Solo : Tarif PBB Naik Rp 800 Ribu, Padahal Buat Makan Sehari-hari

Tak hanya mereka yang berpunya, tetapi warga Kota Solo yang hidupnya sederhana, juga merasakan naiknya pajak PBB.

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Asep Abdullah Rowi
TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin
Satu di antaranya seorang pemilik kelontong di Keprabon Lor RT 4 RW 4, Kelurahan Keprabon, Kecamatan Banjarsari, Indah (35) pada Sabtu (4/2/2023). Dia mengaku keberatan naiknya PBB sampai dua kali lipat. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Tak hanya mereka yang berpunya, tetapi warga Kota Solo yang hidupnya sederhana, juga merasakan naiknya pajak PBB.

Satu di antaranya seorang pemilik kelontong di Keprabon Lor RT 4 RW 4, Kelurahan Keprabon, Kecamatan Banjarsari, Indah (35).

Dia mengaku kaget tiba-tiba didatangi petugas kelurahan pada Rabu (1/2/2023).

Di situ tertulis pajak PBB yang harus dibayar Rp 1.711.000.

"Tahun lalu di rumah ini sekitar Rp 860 ribu, tahun ini jadi 1.711.000. Kaget banget. Kok sampai dua kali lipat," ungkap dia kepada TribunSolo.com, Sabtu (4/2/2023).

Ia pun tak menyangka naik bisa setinggi ini, terlebih tidak ada sosialisasi jauh-jauh hari sebelumnya.

"Enggak ada sosialisasi. Sama sekali tidak ada. Enggak ada pemberitahuan dari kelurahan. Pas dikasih kok naiknya banyak banget," tuturnya.

Padahal, kini harga bahan pokok banyak yang naik.

Selain kebutuhan sehari-hari meningkat, pembeli di toko kelontongnya juga makin sepi.

"Sekarang dagang sepi. Dari hasil jualan enggak kaya dulu. Apa-apa serba naik semua. Bahan pokok naik. Beras naiknya banyak. Minyak apalagi," jelasnya.

Baca juga: Warga Menjerit Pajak PBB Naiknya Ugal-ugalan, Gibran Pun Blak-blakan : Pusing, Target PAD Tinggi

Baca juga: Relawan Mulai Kenalkan Gibran di Jateng dan DKI Jakarta untuk Pilgub 2024, Mana yang Dipilih Gibran?

Meskipun lahan seluas 500 meter persegi yang ditempatinya ini di pusat kota, kemampuan ekonomi tidak bisa disamaratakan.

Apalagi ada beberapa orang yang kehilangan pekerjaan.

"Kemampuan ekonomi beda-beda. Tidak bisa disamaratakan. Sekarang banyak PHK juga. Kasihan yang lain," terangnya.

Di rumah yang kini ia tinggali ia harus menanggung kebutuhan kedua anaknya dan adik iparnya.

Suaminya yang bekerja sebagai karyawan swasta juga hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

"Saya adik ipar, anak dua," tuturnya.

Ia berencana akan mengajukan keringanan, sehingga naiknya dua kali lipat.

"Selisih Rp 800 ribu kan bisa buat kehidupan sehari-hari," ungkapnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved