Berita Boyolali Terbaru
Begini Proses Pembuatan Gagang Sapu di Boyolali, Limbahnya Ternyata Juga Laku Dijual
Usaha gagang sapu di Boyolali ini ternyata besar, dalah sehari mereka bisa memproduksi sampai ribuan gagang sapu.
Penulis: Tri Widodo | Editor: Ryantono Puji Santoso
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Tri Widodo
TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI - Sebuah mesin dowel beroperasi di antara tumpukan kayu yang tertata rapi.
Seorang laki-laki tua nampak terus memasukkan kayu balok kecil berukuran 2,3 sentimeter persegi ke mulut mesin itu.
Kecepatan putaran dinamo penggerak yang ditransmisikan melalui karet streng itu pun dengan cepat mengeluarkan kayu dengan bentuk bulat.
Laki-laki berumur itupun tak membiarkan masker penutup hidung dan mulut terbuka.
Debut sisa proses pembuatan kayu itu cukup nyenak.
Sementara di depan mesin itu sudah menanti seorang perempuan tua.
Setiap kayu bulat yang keluar dari mesin dowel itupun langsung diambil.
Dipilih kayu yang bagus yang selanjutnya di satukan agar rapi.
Bongkokan kayu bulat itupun kemudian diambil untuk di potong sesuai ukuran.
Perjalanan kayu untuk gagang sapu dan pel itu ternyata belum berakhir.
Kayu bulat itu masih harus dilancipkan oleh satu pekerja lainnya lagi agar sesuai dengan ukuran yang ditentukan.
Iya inilah proses panjang pembuatan gagang sapu.
Baca juga: Perajin Lampion Asal Sukoharjo Banjir Pesanan, Omzet Capai Rp 200 Juta: Sampai Tambah Karyawan
Di Dukuh Ngemplak, Desa Manggis, Kecamatan Mojosongo ada banyak perajin gagang sapu.
Rumadi salah satu warga yang menekuni usaha itu sejak 7 tahun terakhir.
Usaha itu cukup menguntungkan.
Bagaimana tidak, kayu balok ukuran 2,3 sentimeter yang dibeli dengan harga Rp 500-550 per batangnya bisa dijual dengan harga antara Rp 700-1.050.
"Kalau harganya itu tergantung ukurannya. Yang ukuran panjang 80 sentimeter itu Rp 700. Sedangkan yang satu meter itu dijual dengan harga Rp 1.050," jelasnya.
Kayu ukuran Reng itu dia bulatkan untuk gagang sapu dan pel.
Dalam sehari, sedikitnya 1500-3000 buah kayu gagang sapu yang dia produksi.
Kayu yang sudah berbentuk gagang itu kemudian diambil oleh pedagang.
Sudah ada pedagang yang jadi langganannya.
Setiap beberapa hari sekali, ribuan bahkan puluhan ribu batang kayu itu pasti akan diambil.
"Tapi kalau sekarang ini lagi sepi. Karena pengaruh musim juga. Kan kita produknya gagang sapu ya. Misal tidak ada seles sapu yang keliling kan, otomatis produsen sapu juga sepi sehingga kebutuhan gagangnya juga tidak banyak," ujarnya.
Namun, saat bulan tertentu permintaan gagang sapu ini akan melonjak tajam.
Otomatis, jumlah produksi juga digenjot untuk memenuhi permintaan.
Beberapa orang yang dia pekerjaan mampu menghasilkan hingga 4 ribu batang/hari.
Jika kondisi ramai itupun dalam sebulan dia mampu meraup untung bersih hingga Rp 7 jutaan.
"Kayu gagang sapu itu pun akan dikirim ke beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur," tambahnya.
Baginya usaha pembuatan Gagang Sapu ini cukup menjanjikan.
Bagaimana tidak, selain menjual gagang sapunya, limbah proses pembububutan kayu ini juga sudah bisa untuk membantu menutup biaya produksi.
Limbah serutan kayu itu dia jual dengan harga Rp 7-8 ribu per karung.
Hasilnya bisa dia gunakan untuk membayar tagihan listrik.
"Dari grajen (limbah kayu) sebulan itu sudah lebih untuk bayar listrik. Rata-rata tagihan listrik sebulan itu sekitar Rp 7 ribu," pungkasnya. (*)
Kasus DBD di Boyolali Tembus 188 Kasus per Maret 2024, Kecamatan Karanggede Paling Banyak |
![]() |
---|
Hati-hati, Berkendara di Jalan Solo-Semarang Lebih dari 80 KM per Jam, Bakal Kena Jepret Kamera ETLE |
![]() |
---|
Warga Winong Boyolali Diteror Bau Busuk, Biang Keroknya dari Kolam Limbah Ternak |
![]() |
---|
Pekerjaan Tol Solo-Jogja Masih Dikebut, Jalan Fungsional Saat Mudik Lebaran Bakal Lebih Panjang? |
![]() |
---|
Gadis Asal Solo Diterima Kuliah di 10 Universitas Luar Negeri, Persiapannya Hanya Dilakukan Setahun |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.