Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Daerah

Sultan Ungkap Penyebab Harga Tanah di Jogja Mahal : Orang Jakarta Kalau Beli Tak Pernah Menawar

Menurutnya harga tanah di Yogyakarta mahal akibat dari orang-orang di luar DIY yang membeli tanah tanpa proses tawar-menawar.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TRIBUNJOGJA.COM / Agung Ismiyanto
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X 

TRIBUNSOLO.COM, YOGYAKARTA -- Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X mengungkapkan analisisnya kenapa harga tanah di Yogyakarta saat ini mahal.

Menurutnya harga tanah di Yogyakarta mahal akibat dari orang-orang di luar DIY yang membeli tanah tanpa proses tawar-menawar.

Sultan pun menengarai hal itu membuat orang asli Yogyakarta justru tidak memiliki rumah.

Baca juga: 3 Hal yang Harus Dipertimbangkan Sebelum Investasi Rumah Mewah

“Lha gimana, wong teman-teman Jakarta kalau beli tanah ora ngenyang e (tidak menawar). Ya harga makin tinggi, orang Jogja-nya nggak punya rumah,” kata Sultan di Kota Yogyakarta, Kamis (6/3/2023), seperti dilansir dari Kompas.com.

Imbas dari jual beli tanah yang makin marak, Sultan menyebut ada sekitar 200 hektar lahan di DIY beralih fungsi menjadi permukiman atau fasilitas publik per tahun.

“Kita lama-lama mepet laut selatan sama mepet Merapi,” kata dia dia.

Salah satu alih fungsi tanah di Yogyakarta adalah pembangunan tol.

Pembangunan tol ini melibatkan pembebasan lahan warga.

Sultan pun mengimbau agar warga yang terdampak tol agar dapat mengatur pengeluaran.

Baca juga: Ramalan Sri Sultan Hamengkubuwono X soal Erupsi Merapi: Tak Bakal Meletus Besar Seperti 2010

Kata dia, alangkah baiknya jika uang hasil pembebasan lahan itu digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup.

“Punya duit banyak, karena tidak pernah lihat, habis dikonsumsi. Dalam arti, hanya beli mobil enggak bisa di-maintenance untuk hidup lebih baik sejahtera,” katanya.

Mengenai fenomen orang DIY yang tidak memiliki rumah, Sultan mengatakan bahwa masyarakat DIY guyub rukun dan tidak keberatan tinggal di satu rumah dengan keluarga yang lain.

Menurut dia, satu rumah bisa dihuni oleh tiga kepala keluarga dan hal itu tak jadi masalah.

“Lho, sebetulnya gini, masyarakat kita ini guyub. Dalam arti, biarpun itu rumah waris, kalau punya anak, tiga kepala keluarga di situ semua kan juga bisa,” ucap Sultan.

Sultan juga mengeklaim, tidak ada satu keluarga atau kakak beradik di Yogyakarta yang berseteru dan saling usir perkara rumah warisan. 

“Enggak pernah ada kakak beradik, (bilang) 'ini hakku, adik saya keluar.' Kan nggak gitu,” pungkasnya.

(*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved