Breaking News
Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Klaten

Sejarah Lompya Duleg Makanan Khas Klaten, Dibuat Mbah Karno Purno, Terinspirasi dari Lumpia Semarang

Sejarah Lompya Duleg ternyata juga tak jauh dari Lumpia Semarang. Pembuatnya adalah Mbah Karno Purno sekitar era 1950.

TribunSolo.com/Zharfan Muhana
Lompya Duleg khas Delanggu. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Zharfan Muhana

TRIBUNSOLO.COM, KLATEN- Makanan Legendaris dari Klaten, Lompya Duleg ternyata memiliki sejarah yang melekat dengan lumpia Semarang

Makanan ini dibuat oleh sosok Mbah Karno Purno. 

Mbah Karno, menurut sejarah, terinspirasi membuat Lompya Duleg setelah pulang dari Semarang

Dia mencoba membuat ukuran kuliner itu jadi lebih kecil. 

Alhasil jadilah Lompya Duleg. 

Kulit dari Campuran Tepung dan Pati Onggok 

Lompya Duleg merupakan olahan makanan yang terbuat dari campuran tepung dan pati onggok untuk kulit. Sementara isinya tauge. 

Makanan ini merupakan salah satu kuliner khas dari Dusun Lemburejo, Desa Gatak, Kecamatan Delanggu.

Pembuat kuliner ini punya kelompok paguyuban yang bernama Paguyuban Lompya Duleg Mugi Langgeng, yang diketuai oleh Wibowo Saputro.

"Ada 14 rumah yang terlibat, baik yang produksi maupun menjual lompya," ujar Wibowo kepada TribunSolo.com.

Lompya Duleg sendiri awalnya dibuat oleh Mbah Karno Purno sekitar era 1950, usai pulang dari Semarang.

Awalnya ia melihat lumpia Semarang yang memiliki ukuran besar.

"Lalu coba buat lagi dengan bahan yang ada, dengan tepung pati onggok sebagai kulit lompyanya," ungkapnya.

Lompya Duleg sendiri memiliki ukuran 5cm.

Baca juga: Kuliner Boyolali: Hidden Gem, Warung Mamah Tatik Sanggrahan, Berawal dari Garasi Rumah

Utuk isian sendiri, awalnya dicoba menggunakan pepaya muda.

"Masih gak jadi, kulitnya rusak karena isian. Lalu diganti memakai tauge," paparnya.

Lompya Duleg sendiri awalnya disajikan di atas daun pisang dan diberi kuah berupa campuran gula merah, kecap, serta bumbu. Namun kini dibentuk pincuk ada juga wadah plastik.

Lompya Duleg sendiri awalnya sempat dikira gagal, pasalnya ada cita rasa asam di olahan makanan tersebut.

"Tapi dikreasikan lagi sehingga  sesuai rasanya gurih, manis dan ada asam dari kuahnya," kata Wibowo.

Lompya duleg sendiri dijual oleh penjual keliling menggunakan sepeda dengan gerobak di belakang sepeda, kebanyakan penjual menjajakan di pasar maupun keliling ke desa sekitar.

Untuk harga sendiri Lompya Duleg dijual 1000 per 3 pcs nya.

Lompya Duleg sendiri juga sudah memperoleh Hak Kekayaan Intelektual (Haki) dari Kementrian Hukum dan Ham (Kemenkumham) Republik Indonesia tahun 2022. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved