Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Pemilu 2024

Pakar Sebut Usulan Hak Angket yang Diajukan Rival Prabowo-Gibran Tak Relevan, Simak Penjelasannya

Adapun Ganjar Pranowo mengusulkan hak angket hingga hak interpelasi untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024.

Kolase Tribunnews
Calon Presiden RI, Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo. 

TRIBUNSOLO.COM, JAKARTA -  Pakar Hukum Tata Negara Abdul Chair Ramadhan merespons soal usulan hak angket di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) oleh calon presiden (capres) nomor urut 03, Ganjar Pranowo.

Adapun Ganjar Pranowo mengusulkan hak angket hingga hak interpelasi untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024.

Usulan Ganjar Pranowo soal hak angket inipun dinilai Abdul Chair Ramadhan tidak relevan.

Baca juga: KPU Tegaskan Tak Ada Pemungutan Suara Ulang Lagi di Boyolali

Dia awalnya menjelaskan hak angket uang merupakan domain anggota DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap dugaan penyelewengan pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah yang penting dan strategis menyangkut kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sementara dia menganggap objek angket yang diusulkan Ganjar Pranowo itu masih belum jelas dan lebih bersifat politis dari pada mengedepankan aspek hukum.

“Menurut ketentuan aturan hukumnya, hak angket itu domain dari hak anggota DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan, harus ada dulu apa kebijakan pemerintah yang menjadi objek dari hak angket itu,” kata Chair, Jumat (23/2/2024).

“Ini kan bahasanya penyelidikan, kalau penyelidikan itu kan menemukan dulu objeknya untuk dapat dilakukan tindakan selanjutnya. Tapi ini adalah tindakan politik penyelidikannya bukan tindakan hukum walaupun dengan bahasa penyelidikan,” tambahnya.

Baca juga: Ingin Foto Bareng SBY & Prabowo, Harapan Mariyo yang Tunaikan Nazar Jalan Kaki Sragen-Jakarta

Chair menyebut, harusnya ada kejelasan mengenai objek usulan hak angketnya apa dan ditunjukkan kepada siapa.

Bukan seperti hak angket yang digulirkan oleh anggota DPR Fraksi PDIP Masinton Pasaribu yang mengungkit keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia capres dan cawapres.

Pasalnya, kata Chair yang juga Ketua Umum Persatuan Doktor Pascasarjana Hukum Indonesia (PEDHI), hal itu tidak tepat karena MK lembaga yudikatif.

“Ini kan dulu sempat dilontarkan oleh Masinton, dia bilang itu untuk angket terhadap Mahkamah Konstitusi. Kita termasuk saya yang menentang, lembaga yudikatif ngapain mesti dinyatakan hak angket,” tegasnya.

“Kalau masalah putusan, itu kewenangan atau otoritas yang bersifat mutlak, otoritatif, final and binding keputusan MK itu. Jadi yang bisa dilakukan kalau penerapan penyelidikan tidak mungkin juga justru melakukan intervensi,” imbuhnya.

Baca juga: Gugatan Rp204 Triliun ke Gibran dan Almas Ditolak, Pengadilan Negeri Solo Sebut Wewenang Ada di PTUN

Chair pun menilai, tidak tepat secara objek apabila usulan hak angket ditujukan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Dia pun memprediksi mayoritas anggota DPR RI mengenai hal itu.

“KPU juga memiliki kewenangan dia berdasarkan norma yang diatur oleh Undang-Undang Dasar sebagai salah satu penyelenggara pemilihan umum. Apa yang menjadi objeknya? Memang ukuran dari tindakan politik itu sangat sulit tapi saya yakin itu tidak akan dapat memenuhi persetujuan secara mayoritas di DPR,” paparnya.

Dia melanjutkan, setiap permasalahan di pemilu sudah ada prosedur masing-masing untuk pengaduannya.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved