Berita Sukoharjo

Masjid Darussalam Kedunggudel Sukoharjo, Berdiri 1837, Saksi Pertemuan PB VI & Pangeran Diponegoro

Kabupaten Sukoharjo memiliki masjid tua berumur lebih dari 1 abad. Masjid itu bernama Masjid Darussalam Kedunggudel. 

Penulis: Anang Maruf Bagus Yuniar | Editor: Adi Surya Samodra
TribunSolo.com / Anang Ma'ruf
Masjid Darussalam Kedunggudel, terletak di Kampung Kedunggudel, Kelurahan Kenep, Kecamatan Sukoharjo, Selasa (12/11/2024). 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Anang Ma'ruf

TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Kabupaten Sukoharjo memiliki masjid tua berumur lebih dari 1 abad. 

Masjid itu bernama Masjid Darussalam Kedunggudel

Itu terletak di Kampung Kedunggudel, Kelurahan Kenep, Kecamatan/Kabupaten Sukoharjo.

Jaraknya hanya 5 kilometer dari pusat Sukoharjo Kota. 

Jika ditempuh dengan kendaraan roda dua atau empat hanya membutuhkan 15 menit untuk menuju masjid tersebut.

Baca juga: Makam Tua Mbah Bei Kerabat Keraton Solo, Bagian Sejarah Panjang Terbentuknya Desa Tangkil Sragen

 Masjid Darussalam Kedunggudel dibangun sejak tahun 1837 oleh Kyai Lombok. 

Itu mempunyai histori tersendiri dalam siar Islam di Kabupaten Sukoharjo

Masjid ini pun hingga saat ini masih eksis.

Peninggalannya saat ini masih terlihat, yakni terdapat mimbar kuno dengan ornamen terbuat dari kayu menyiratkan gaya pada zaman Majapahit yang berasal dari era awal Demak.

Selain itu, terdapat 16 tiang pancang dari kayu jati yang menyangga bangunan.

Itu membuat bangunan masjid tetap kokoh dan kuat hingga saat ini. 

Di dalam bangunan masjid terdapat satu buah sumur yang sudah tertutup dengan tulisan sumur Kyai Pleret.

Sesepuh sekaligus Tamir Masjid Darussalam, Sehono bercerita Masjid Darussalam sendiri, menurut Sehono merupakan masjid tertua di Nusantara yang dibangun pada abad ke-14.

Baca juga: Sosok Sunan Bayat, Konon Keturunan Brawijaya V & Murid Sunan Kalijaga, yang Siarkan Islam di Klaten 

Kala itu, Masjid Darussalam menjadi pusat peradaban dan penyebaran agama Islam di Jawa, melalui jalur Sungai Bengawan Solo yang menghubungkan wilayah Solo hingga Gresik, Jawa Timur. 

"Para ulama lalu membangun masjid dan pondok pesantren untuk menyebarkan ajaran Islam," kata Sehono saat ditemui TribunSolo.com, Selasa (12/3/2024).

Ternyata pada masa penjajahan Kolonial Belanda, Raja Keraton Solo Paku Buwono (PB) VI kala itu, kerap melakukan pertemuan dengan Pangeran Diponegoro secara sembunyi-sembunyi di masjid Darussalam ini. 

"Pertemuan mereka tak lain membahas strategi perang melawan Belanda," ujarnya. 

Karena kekuasaan Allah SWT, saat kolonial Belanda membombardir masjid Darussalam dengan menggunakan meriam, bangunan masjid tidak hancur, hanya saja merusakan bagian depan masjid. 

Sementara itu, jika kita membahas lebih dalam bangunan masjid tua ini terdapat mustaka atau kepala masjid.

Namun, pusaka atau kepala masjid itu bukan berbentuk kubah melainkan bunga wijaya kusuma. 

Sehono menjelaskan bahwa, bunga wijaya kusuma merupakan pusaka Bathara Kresna. 

"Wijaya bermakna kemenangan sementara Kusuma berarti bunga, berarti Filosofinya yakni bunga kemenangan terhadap lawan dan diri sendiri melawan nafsu duniawi,” terang dia.

Dengan demikian, Sehono menuturkan bahwa masjid Darussalam Kedunggudel ini, Masjid yang menyimpan histori atau sejarah dari berkembangnya ajaran islam hingga perlawanan terhadap penjajah Belanda.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved