Nasib Baliho Kampanye di Tahun Politik
Timbulkan Berton-ton Sampah, Pemerhati Lingkungan Usulkan Peserta Pemilu Dibebani Dana Kontinjensi
Di Kota Solo saja, jika diasumsikan tiap caleg DPRD menghasilkan 5 kg sampah baliho, maka bakal ada 2,48 ton sampah baliho.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Vincentius Jyestha Candraditya
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Pemerhati Lingkungan UNS Prof. Prabang Setyono mengusulkan peserta kampanye dibebani dana kontinjensi sebagai ganti atas dampak lingkungan yang ditimbulkan semasa kampanye.
Dengan jumlah Daftar Calon Tetap (DCT) DPRD Surakarta sebanyak 496 orang, jika diasumsikan tiap caleg menghasilkan sampah baliho 5 kg, maka setidaknya menghasilkan 2,48 ton sampah baliho.
Ini belum termasuk baliho pilpres, pemilihan legislatif DPD, DPRD Jawa Tengah dan DPR RI.
“Pernah disurvei di Jogja sampah APK 160 ton. Jika dibagi 3.443 kurang lebih per caleg 5.000-an. 1 caleg membebani lingkungan dengan 5 kg sampah, ya ini yang dikalkulasi,” tuturnya.
Biaya pengelolaan sampah, terutama sampah residu yang sudah bisa didaur ulang seperti baliho, memiliki biaya yang tinggi.
Mulai dari tenaga pengangkutan hingga penimbunan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Baca juga: Era Digital, Caleg di Solo Tetap Manfaatkan Baliho untuk Kampanye, Masih Efektif!
Baca juga: Polemik Baliho Kampanye di Tahun Politik, Siapa yang Pasang, Siapa yang Copot?
“Hal seperti itu seandainya diwujudkan lebih baik. Kalau sudah resmi mendaftarkan sebagai caleg otomatis dalam hitungan pengelolaan limbah memberikan kompensasi. Karena itu pasti dibebankan ke pemerintah daerah. Itu high cost. Mau tidak mau harus ada dana yang keluar,” jelasnya.
Sejauh ini belum ada yang bisa mendaur ulang sampah jenis ini. Akhirnya beberapa orang memilih untuk membakar sampah.
Alih-alih menyelesaikan, justru makin berdampak buruk untuk lingkungan.
“Tahunya secara pragmatis dibakar paling mudah. Membakar plastik beresiko. Kalau skalanya besar sampai ton-tonan bermasalah. 1 kg plastik membutuhkan sekitar 2 kg minyak bumi. Setara dengan itu padahal 1 kg minyak bumi terbakar menghasilkan sekitar 3 kg CO2. Membakar plastik sama dengan mengemisikan 3 kg,” paparnya.
Selain dibakar, pilihan lain dibuang ke TPA.
Sementara itu, TPA tidak selamanya bisa menampung sampah yang terus menumpuk.
“Dianggap sebagai sampah residu dibuang di TPA. Persoalannya TPA itu sudah overload. Ke depannya boleh kota atur agar manajerial yang efektif dan efisien bagaimana kalau kampanye orang yang punya uang semakin memberikan beban sampah semakin banyak,” jelasnya.
(*)
| Pengepul Rosok Bukan Jawaban Atasi Sampah Baliho di Tahun Politik, Dibakar Jadi Masalah Baru? |
|
|---|
| Sampah Baliho di Solo Diduga Capai 2,48 Ton, Asumsinya Tiap Caleg Cuma Hasilkan 5 Kg Sampah Baliho |
|
|---|
| Era Digital, Caleg di Solo Tetap Manfaatkan Baliho untuk Kampanye, Masih Efektif! |
|
|---|
| Sampah Baliho Kampanye Kebanyakan Tak Laku di Tangan Pengepul Rosok, Ini Alasannya |
|
|---|
| Perusahaan Periklanan Pesanan Parpol di Tahun Politik Punya Tanggungjawab Turunkan Baliho Kampanye? |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.