Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Solo

Tapera Ditolak Buruh-Pengusaha Solo Raya, Pendapatan Pas-pasan dan Maksimalkan BPJS Ketenagakerjaan

Penerapan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menimbulkan gelombang penolakan di Solo Raya, terkhusus dari serikat buruh dan kelompok pengusaha. 

Penulis: Tribun Network | Editor: Adi Surya Samodra
TribunSolo.com / Situs BP Tapera
Logo BP Tapera 

TRIBUNSOLO.COM - Penerapan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menimbulkan gelombang penolakan di Solo Raya, terkhusus dari serikat buruh dan kelompok pengusaha. 

Penerapan itu setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera

Itu diyakini menambah panjang potongan gaji para buruh dan pekerja. 

Baca juga: Pemerintah Lepas Tanggung Jawab, Buruh di Karanganyar Jateng Minta PP Tapera Dicabut

Atuan PP Tapera mengamanatkan pemotongan gaji untuk iuran Tapera sebesar 3 persen. 

Persenan tersebut terbagi menjadi 2,5 persen ditanggung pekerja dan 0,5 persen dibebankan ke perusahaan pemberi kerja. 

Itu kemudian memicu gelombang penolakan di Solo Raya.

Pendapatan Pas-pasan

SPSI Solo menyoroti skema pemotongan upah untuk Tapera yang ditanggung buruh dan pekerja. 

Ketua SPSI Kota Solo, Wahyu Rahadi mengatakan besaran pemotongan tersebut membuat besaran potongan yang diterima para buruh dan pekerja semakin besar. 

"Kalau ada program Tapera lagi. Makin banyak to potongan upah yang harus kita alami bisa sampai 10 persen karena ada potongan BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan dan lain-lain," ujar Wahyu pada 28 Mei 2024.

"Cukup besar bagi kita para buruh untuk potongan tersebut,".

Baca juga: Cara Cek Saldo Tapera dan Status Apakah Sudah Terdaftar atau Belum, Kunjungi Situs Berikut

"Untuk sehari-hari untuk pengeluaran hidup di Solo dengan pendapatan segini saja sudah pas-pasan," tambahnya.

Namun demikian, Wahyu tak menyangkal bahwa kebijakan terkait rumah untuk buruh itu cukup baik karena mengingat susahnya sekarang para pekerja dengan upah tak banyak untuk bisa membeli rumah.

Tetapi Wahyu mempertanyakan bagaimana skema terkait potongan Tapera 2 persen bagi buruh swasta.

"Sebenarnya ide bagus, karena buruh membeli rumah memang cukup sulit. Tapi teknisnya seperti apa, karena kalau seperti contohnya jaminan pensiun saja, syarat pengambilannya minimal pengambilan 16 tahun kera atau meninggal sementara JHT baru bisa diambil di usia 58 tahun," kata dia.

Tidak Masuk Akal

Tidak hanya SPSI, KSPN secara resmi menolak program Tapera dari Pemerintah Pusat.

Ketua DPD KSPN  Karanganyar, Haryanto mengatakan, adanya program tersebut disebut jauh dari manfaat dan besar modhorotnya.

"Menanggapi informasi tentang TAPERA yang sekarang baru hangat-hangat nya, kami sebagai organisasi sangat tidak setuju karena tidak masuk akal,"kata Haryanto pada 3 Juni 2024.

Haryanto mengatakan, wacana ini dianggap tak masuk akal karena adanya potongan upah 3 persen untuk di masukan dalam TAPERA.

Apabila seorang gaji karyawan senilai Rp 2.288.000, kemudian diambil 3 persen atau Rp 68.640 untuk TAPERA, sedangkan harga rumah subsidi sekira Rp 200 juta, maka karyawan itu harus menabung selama 2.913 bulan atau 242 tahun.

"Apakah ini masuk akal kah?,"  ungkap Haryanto.

Baca juga: Inilah Daftar Anggota Pengurus Tapera, Ada yang Digaji Rp43,3 Juta per Bulan

Ia menjelaskan, dasar penolakan TAPERA itu yaitu, banyak pula karyawan yang sudah punya rumah sendiri, banyak karyawan yang usianya mendekati masa purna kerja.

Selain itu, upahnya sudah banyak potongan serta rawan dikorupsi seperti yang terjadi pada Jiwa Sraya dan Asabri.

"Kami secara lembaga secara tegas menolak adannya program TAPERA dari pemerintah,"tegas dia.

Sementara itu, Ketua FSP KEP Karanganyar Candra Cahyono secara lantang menolak program TAPERA.

Penolakannya dengan program dari Pemerintah Pusat karena dinilai membebani buruh khususunya di Kabupaten Karanganyar.

"Jelas kami menolak, adanya TAPERA, karena sangat membebani kami sebagai kaum buruh," singkat dia.

Beban Perusahaan Besar

Ada pun Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga menyoroti penerapan Tapera.

Ketua APINDO Karanganyar, Edy Darmawan menegaskan pihaknya menolak keberadaan TAPERA.

"Secara kelembagaan kita/Apindo menolak TAPERA," ucap Edy pada 3 Juni 2024.

Edy mengatakan, penolakan dari APINDO Karanganyar terkait TAPERA karena beban perusahaan untuk menyubsidi premi program sudah cukup besar.

Premi progran yang dimaksud BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan dan alokasi dana pensiun.

"Beban perusahaan untuk subsidi premi program sudah cukup besar, apalagi kondisi perusahaan sebagian besar masih terpuruk, oleh karena itu,  kita tegas menolak TAPERA," imbuhnya.

Maksimalkan BPJS Ketenagakerjaan

Sementara itu, Wakil Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Solo, Sri Saptono Basuki menjelaskan kondisi makro ekonomi tidak mendukung diberlakukannya kebijakan ini.

Ia pun bercerita sebelumnya kebijakan ini sempat tidak menemui titik terang.

“Tapera dulu pernah didiskusikan tapi deadlock, tidak ada kesepakatan semuanya. Sekarang ada lagi tentunya juga kurang bijaksana, kondisi makro ekonomi dan ekonomi global yg mengalami turbulensi, berakibat berat bagi dunia usaha yg harus fight dengan market global maupun lokal,” jelasnya pad 3 Juni 2024.

Seperti telah diketahui, Tapera membuat para buruh dipotong gajinya sebanyak 2,5 persen dan pemberi kerja juga harus menanggung 0,5 persen.

Baca juga: Dulu Dukung saat Pembahasan RUU, PKS Kini Tolak Pemerintah Potong Gaji untuk Tapera: Harus Hati-hati

Menurutnya kebijakan ini sangat membebani.

“Penambahan cost yang membebani terkait program ini juga tidak bijaksana melihat situasinya saat ini,” tuturnya.

Pihaknya menawarkan alternatif lain untuk mewujudkan rumah terjangkau bagi para pekerja. Salah satunya dengan memaksimalkan BPJS Ketenagakerjaan. Dengan demikian buruh dan pengusaha tidak perlu dibebani biaya tambahan.

“Ada program di Jamsostek yang bisa dikonversikan yang arahnya ke kepemilikan rumah bagi tenaga kerja, tidak perlu ada pungutan baru,” paparnya.

Ia juga meminta pemerintah mengkaji program semacam Tapera yang diperuntukkan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Coba cek tabungan perumahan untuk ASN seperti apa dulu? Ini juga perlu jadi kajian serta tinjauan,” jelasnya.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved