Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita DIY

Kisah di Balik Spanduk Kerajaan Masapahit yang Viral, Luapan Kekecewaan Massa Yogyakarta ke Jokowi

Massa aksi juga sempat melempar foto Jokowi dengan telur, di depan Gedung Agung Yogyakarta, sebelum sampai Titik Nol Kilometer Yogyakarta.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
KOMPAS.COM/WISANG SETO PANGARIBOWO
Spanduk dan topeng babi yang dibawa massa aksi di Jalan Malioboro, Kamis (22/8/2024) 

TRIBUNSOLO.COM, YOGYAKARTA - Viral di media sosial spanduk bertuliskan 'Kerajaan Masapahit'.

Spanduk tersebut bergambar sosok mirip Presiden Joko Widodo dan dibentangkan sejumlah pendemo yang menggunakan topeng babi dalam longmarch aksi Jogja Memanggil di sepanjang Jalan Malioboro, Kamis (22/8/2024).

Massa aksi juga sempat melempar foto Jokowi dengan telur, di depan Gedung Agung Yogyakarta, sebelum sampai Titik Nol Kilometer Yogyakarta.

Baca juga: Demo Kawal Putusan MK di Solo Jateng, Massa Bakar Boneka Pocong Jokowi, Matinya Demokrasi

Begitu tiba di Titik Nol Kilometer Yogyakarta dilakukan aksi pembakaran foto Presiden Joko Widodo.

 "Teman-teman dua tahun yang lalu, saya membakar almamater sebagai kekecewaan saya terhadap Jokowi yang katanya alumni UGM , tapi tidak memperjuangkan rakyat ," kata salah satu peserta aksi yang berasal dari UGM .

"Hari ini saya bakar posternya dan keluarganya karena saya kecewa, kita semua kecewa," tambahnya.

Peserta aksi lainnya, meluapkan kekecewaannya karena menilai Presiden Joko Widodo kerap membuat kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat.

"Lawan Jokowi hidup mahasiswa, hidup rakyat Indonesia, hidup perempuan yang melawan," ucapnya.

Baca juga: Viral Mahasiswi IAIN Kudus Diduga Jadi Korban Pelecehan saat Magang, Korban Belum Bikin Laporan

Perwakilan massa Aksi, Reformati mengatakan aksi ini merupakan aksi dari masyarakat sipil, yang dirasa menjadi representasi masyarakat pada umumnya.

Massa menurutnya kecewa terhadap Presiden dan DPR.

"Proses politik dirusak sebagian elit. Bukan hanya respon terhadap Pilkada, tapi demokrasi, sejak Pilpres kemarin dan Pilkada mendatang, ujar Reformati.

Ia pun menegaskan bahwa demokrasi perlu dihadapi dengan cara yang benar, tidak boleh dikangkangi.

Baca juga: Puluhan Mahasiswa Terluka dalam Unjuk Rasa di Gedung DPRD Jateng, 18 Orang Masuk Rumah Sakit

"Nafsu kekuasaan merugikan bangsa. Punya pengalaman panjang, banyak politisi main tarik ulur. Seolah-olah mengakomodir rakyat, namun secara tiba-tiba memutuskan sendiri," tandasnya.

Sak Karepmu

Dalam aksi tersebut, Rektor Universitas Islam Indonesia ( UII ), Fathul Wahid turut membacakan puisi dengan judul ‘Sak Karepmu’.

"Kita di sini punya kerisauan yang sama. Saya tidak akan berorasi, tapi akan membaca puisi," ucap Fathul.

Penggalan puisi yang dibacakan Fathul yakni "Terserah kamu. Ditanganmu kekuasaan laksana pedagang panjang, menebas cita-cita, melukai hati yang tenang,".

Penggalan puisi selanjutnya "Terserah kamu, teruskanlah dengan kesewenang-wenangan. Kami yang lemah akan tetap berjuang,".

Baca juga: Kebakaran Bangunan Kosong di Coyudan Solo Jateng, Penyebabnya Masih Misterius

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah mengeluarkan putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah syarat pencalonan kepala daerah pada Pilkada 2024 dan Putusan MK No. 70/PUU-XXII/2024 tentang syarat usia calon kepala daerah.

MK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon.

Penghitungan syarat untuk mengusulkan pasangan calon melalui partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu hanya didasarkan pada hasil perolehan suara sah dalam pemilu di daerah yang bersangkutan.

Terkait putusan syarat usia calon kepala daerah, MK tegas menyatakan bahwa syarat usia dihitung sejak penetapan pasangan calon kepala daerah, bukan sejak pelantikan.

Baca juga: Di Tengah Kegaduhan RUU Pilkada, Gaya Hidup Mewah Kaesang dan Erina di Amerika Serikat Disorot

MK menyatakan bahwa pemaknaan demikian sudah terang benderang dan tidak perlu diberi penguatan dan penafsiran lain.

Putusan MK tersebut membuat anak bungsu Presiden Joko Widodo tidak bisa maju sebagai calon kepala daerah atau wakil kepala daerah pada Pilkada 2024.

Namun, pada Rabu (21/8) Baleg DPR RI membahas RUU Pilkada dengan kembali mensyaratkan ambang batas 20 persen perolehan kursi di parlemen jika partai politik ingin mengusung calon kepala daerah.

Terkait dengan syarat usia calon kepala daerah, sebagian besar fraksi di DPR RI lebih memilih putusan Mahkamah Agung No.23 P/HUM/2024 yang menyebut usia calon kepala daerah dihitung saat pelantikan.

Putusan MK seharusnya jadi angin segar bagi demokrasi dimana mengatur tentang ambang batas dan syarat usia calon kepala daerah.

Namun, putusan tersebut malah tidak diakomodir oleh Baleg DPR RI. Hal ini kemudian memicu kemarahan publik, termasuk aksi Jogja Memanggil.

Baca juga: Hamenang Wajar Ismoyo Ungkap Peran Anggota DPRD Klaten Periode 2019-2024 dalam Pembangunan Klaten

Putusan MK yang bersifat final dan mengikat seharusnya dihormati oleh Baleg DPR sehingga penyelenggaraan pilkada berjalan luber jurdil.

Adapun tuntutan yang disuarakan dalam aksi 'Jogja Memanggil' yakni menolak revisi RUU Pilkada yang sudah disepakati oleh pemerintah Baleg DPR RI.

Pemerintah, anggota dewan, KPU dan Bawaslu harus patuh pada putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 ambang batas calon kepala daerah dan putusan MK No. 70/PUU-XXII/2024 tentang syarat usia calon kepala daerah.

Selanjutnya, menolak dan melawan segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan anggota dewan dalam melanggengkan politik dinasti dan oligarki.

Berikutnya, akan membentuk oposisi rakyat yang besar untuk melawan tindakan manipulasi hukum dan pelanggaran terhadap etika berpolitik.

Artikel ini telah tayang di TribunJogja.com

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved