Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Bisnis Sepeda Redup Setelah Pandemi

Pengguna Sepeda di Solo Membludak saat Pandemi, Komunitas Akui Banyak yang Cuma Ikut-ikutan

Boomingnya sepeda saat pandemi disebut membuat banyak orang yang sekadar ikut-ikutan saja untuk gowes.

|
Tribunnews.com/Irwan Rismawan
BERSEPEDA SAAT PANDEMI. Komunitas Brompton Riders Bekasi (Broder) saat bersepeda di Kota Bekasi, Jawa Barat, Minggu (5/7/2020) lalu. Saat pandemi Covid-19 lalu, harga sepeda Brompton bisa naik hingga empat kali lipat di Kota Solo, Jawa Tengah. (Foto arsip Tribunnews.com, 5 Juli 2020). 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Koordinator Komunitas M-610 Damar Aryo Prasetyo berkisah bagaimana ia ikut mulai menggemari sepeda sejak pandemi covid-19.

Harga sepeda Brompton saat itu bisa naik empat kali lipat. 

“Brompton bisa sampai Rp 100 juta. Sekarang Rp 25-30 juta. Bahkan turun,” jelasnya, kepada TribunSolo.com, Selasa (28/1/2025).

Harga segala jenis sepeda saat itu naik berlipat-lipat.

Mulai dari Mountain Bike, Road Bike, hingga Sepeda Lipat diminati banyak orang.

Bahkan untuk masuk toko saja harus antre.

PENGALAMAN BELI SEPEDA. Koordinator Komunitas M-610 Damar Aryo Prasetyo saat ditemui di Kartasura, Makamhaki, Sukoharjo, Selasa (28/1/2025). Damar membagikan pengalamannya saat harus mengantre untuk bisa masuk ke toko sepeda saat pandemi Covid-19 karena membludaknya peminat sepeda.
PENGALAMAN BELI SEPEDA. Koordinator Komunitas M-610 Damar Aryo Prasetyo saat ditemui di Kartasura, Makamhaki, Sukoharjo, Selasa (28/1/2025). Damar membagikan pengalamannya saat harus mengantre untuk bisa masuk ke toko sepeda saat pandemi Covid-19 karena membludaknya peminat sepeda. (TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin)

Jika kapasitas suatu toko hanya 20 orang maka sisanya harus menunggu di luar.

Dengan kata lain, pengunjung bisa masuk jika ada yang keluar.

“Orang mau masuk ke toko aja dikasih giliran. Beberapa toko sepeda seperti itu. Harganya hampir dua kali lipat. Harga sepeda seli bahkan mahal-mahal. Sekarang harga jatuh,” tuturnya.

Ia pun mengaku awalnya menggemari badminton. Namun praktis kegemarannya ini tak bisa dilakukan.

Maka bersepeda menjadi pilihan karena tak melanggar aturan pembatasan.

Baca juga: Keluh Kesah Penjual Sepeda di Solo : Dulu Jual Rp30 Juta, Kini Harga Jatuh, Sebulan Cuma Laku 2 Unit

“Saya olahraganya badminton. Mau nggak mau kerumunan orang. Pada saat pandemi kumpul nggak boleh. Saat itu yang booming sepeda. Bisa dimana kapan aja. Pas lagi booming memang sangat kerasa,” jelasnya.

Semakin banyaknya pesepeda yang memenuhi jalan raya membuat ketegangan antara pengguna jalan lain.

Ia mengakui karena banyak pesepeda yang sekadar ikut-ikutan dan tak memahami aturan berkendara di jalan raya.

“Kalau dulu saat pandemi banyak FOMO. Karena sangat membludaknya peminat sepeda ibu-ibu, anak-anak ikut bersepeda. Paling baik kita berbagi,” tuturnya.

Baca juga: Tren Bersepeda Makin Menghilang di Solo, Penjual Sepeda Meraja saat Pandemi Covid-19, Kini Merugi

Ia pun berusaha mengatur anggota komunitas agar tetap menghormati pengendara lain.

Apalagi ia menggunakan sepeda road bike perlu melintas di jalan arteri untuk mengakomodasi kecepatan.

“Ada beberapa teman kami yang agak menyalahi aturan atau memakan jalan terlalu lebih. Sekali rombongan memang sekali banyak. Kita mengusahakan dua baris tidak boleh lebih,” jelasnya.

(*)

 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved