Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Hari Buruh 2025

Soal Gaji Buruh Rp 1000 per Bulan di Karanganyar, Disdagperinakerr: Itu Digoreng, Kenyataannya Tidak

Menurutnya, isu upah Rp 1000 per bulan itu hanya isu yang digoreng ke publik dan bukan yang sebenarnya. 

Penulis: Mardon Widiyanto | Editor: Rifatun Nadhiroh
Tribun Solo / Naufal Hanif
DIBERI UPAH RP 1000. Ilustrasi uang pecahan Rp 1000. Uang senilai Rp 1 ribu yang diterima buruh di salah satu pabrik tekstil di Kabupaten Karanganyar ternyata merupakan upah bukan gaji. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Mardon Widiyanto 

TRIBUNSOLO.COM, KARANGANYAR - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) RI Yassierli memberikan tanggapannya soal kasus buruh tekstil di Karanganyar, Jawa Tengah, yang digaji Rp 1000 per bulan.

Dinas Perdagangan Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disdagperinaker) Karanganyar merespon statemen dari Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli soal upah Rp 1000 per bulan yang diterima karyawan pabrik tekstil di Kabupaten Karanganyar .

Plt Kadisdagperinaker Karanganyar Titis Sri Jawato mengatakan, hingga saat ini belum ada arahan dari kementerian Ketenagakerjaan RI lebih lanjut soal isu tersebut.

Menurutnya, isu upah Rp 1000 per bulan itu hanya isu yang digoreng ke publik dan bukan yang sebenarnya. 

"Sampai hari ini tidak ada. Karena mungkin kementerian ya mengetahui, tapi kenyataannya tidak seperti itu, itu kan digoreng (buruh) biasa," kata Titis, Sabtu (10/5/2025).

Baca juga: Kasus Buruh Tekstil di Karanganyar Dapat Upah Rp 1 Ribu, Disdagperinaker: Sudah Dilakukan Mediasi

Titis menegaskan bahwa, besaran Rp 1000 yang masuk ke rekening para karyawan bukanlah gaji para buruh.

Transfer tersebut adalah cara agar buku tabungan milik para karyawan tidak hangus berdasarkan hasil konsultasi yang dilakukan dengan pihak bank. 

Bahkan menyebut bahwa gaji yang seharusnya diterima oleh para karyawan adalah nol rupiah.

"Itu kan (Rp 1000 yang diterima buruh)  bukan upah, semua menyadari tetapi kalau tidak digaji buku tabungan akan hangus, karena tidak ada aktivitas," kata dia 

Dia menceritakan, pada awalnya perusahaan menerapkan beberapa aturan merespon lesunya indsutri garmen. 

Ia menyebut perusahaan tersebut merumahkan sejumlah karyawan atau mengubah shift kerja.

"Di situ ada kesepakatan menerima gaji sebagian bagi yang tidak produksi. Sudah ada kesepakatan, kalau di rumah tentu gajinya hanya sebagian," kata dia.

Ia menuturkan, kondisi industri tekstil yang makin memburuk membuat perusahaan akhirnya menerapkan sistem no work no pay.

Sebagai informasi sistem itu merupakan sistem penggajian yang dimana karyawan yang tidak bekerja tidak digaji.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved