Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Kirab Malam 1 Suro di Solo

Mengenal Topo Bisu, Ribuan Peserta Tak Boleh Bicara Selama Prosesi Kirab Malam 1 Suro

Ada istilah topo bisu untuk peserta yang mengikuti proses Kirab Malam 1 Suro. Para peserta ini dilarang bicara satu sama lain selama prosesi kirab.

|
TribunSolo.com/Andreas Chris
ILUSTRASI. Peringatan Malam 1 Suro seperti pada Minggu (7/7/2024) kali ini memang menjadi salah satu tradisi yang melekat hingga kini di Keraton Kasunanan Solo. Dalam prosesi itu ada yang disebut topo bisu. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Vincentius Jyestha 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Dalam gelaran Kirab Malam 1 Suro yang diselenggarakan Keraton Kasunanan Solo, ada sebuah laku unik yang dipertontonkan oleh para peserta kirab itu sendiri. 

Pemerhati sejarah dan budaya Kota Solo, KRMRAP L. Nuky M Adiningrat mengatakan laku tersebut dikenal dengan nama topo bisu.  

"Topo bisa itu sebuah laku berjalan dengan tidak berbicara selama mengikuti prosesi Kirab Malam 1 Suro," ujar Kanjeng Nuky, sapaan akrabnya, dalam podcast bersama TribunSolo, Selasa (17/6/2025). 

Peserta kirab yang jumlahnya bisa mencapai ribuan orang, terdiri atas sentono dalem dan abdi dalem itu, nantinya akan melakukan topo bisu. 

"Jadi mereka berjalan tanpa berbicara satu sama lain mengitari Baluwarti," jelasnya.

Adapun alasan di balik diamnya para peserta kirab ini, kata Kanjeng Nuky, tak lain karena mereka tengah mendoakan keselamatan dan juga berefleksi diri menyambut tahun yang baru ke depan. 

"Untuk di Keraton Kasunanan Surakarta itu memang kirab diselenggarakan untuk memaknai sebuah pengharapan untuk doa keselamatan," kata dia. 

Baca juga: Terungkap, Alasan Belum Ada Penetapan Tersangka Kasus Dugaan Pelecehan ASN Dinkes Solo

"Dari apa yang dilakukan itu maknanya adalah bagaimana kita merefleksi menuju tahun baru Jawa untuk bisa lebih baik dari tahun sebelumnya," imbuhnya.

Namun, Kanjeng Nuky tak menampik semakin berkembangnya zaman dan makin dikenalnya event tahunan tersebut ada kekhawatiran yang muncul. 

Terutama melihat antusiasme warga yang ingin berpartisipasi dalam kirab sebatas euforia saja. 

"Yang kita khawatirkan saat ini mereka hanya ingin euforia saja, berjalan berbondong-bondong, sambil ngobrol dan sebagainya. Itu esensinya sudah berubah," katanya. 

Sebab, menurutnya esensi dari topo bisu dan kirab Malam 1 Suro sendiri memang harus dibarengi dengan ketenangan.

Layaknya orang tengah bermeditasi. 

"Seharusnya esensi acara itu kesakralannya memang harus diam, hening, untuk mawas diri, nyenyuwun supaya tahun depan lebih baik lagi daripada tahun sebelumnya. Jadi semacam membersihkan diri," jelasnya. 

"Memang esensinya kan itu bagian dari meditasi, bertapa itu kan meditasi. Ada yang bermeditasi dengan tidak berbicara atau diam hingga tidak menjawab apa yang ditanyakan orang," pungkasnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved