Kirab Malam 1 Suro di Solo
Mengenal Topo Bisu, Ribuan Peserta Tak Boleh Bicara Selama Prosesi Kirab Malam 1 Suro
Ada istilah topo bisu untuk peserta yang mengikuti proses Kirab Malam 1 Suro. Para peserta ini dilarang bicara satu sama lain selama prosesi kirab.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya | Editor: Ryantono Puji Santoso
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Dalam gelaran Kirab Malam 1 Suro yang diselenggarakan Keraton Kasunanan Solo, ada sebuah laku unik yang dipertontonkan oleh para peserta kirab itu sendiri.
Pemerhati sejarah dan budaya Kota Solo, KRMRAP L. Nuky M Adiningrat mengatakan laku tersebut dikenal dengan nama topo bisu.
"Topo bisa itu sebuah laku berjalan dengan tidak berbicara selama mengikuti prosesi Kirab Malam 1 Suro," ujar Kanjeng Nuky, sapaan akrabnya, dalam podcast bersama TribunSolo, Selasa (17/6/2025).
Peserta kirab yang jumlahnya bisa mencapai ribuan orang, terdiri atas sentono dalem dan abdi dalem itu, nantinya akan melakukan topo bisu.
"Jadi mereka berjalan tanpa berbicara satu sama lain mengitari Baluwarti," jelasnya.
Adapun alasan di balik diamnya para peserta kirab ini, kata Kanjeng Nuky, tak lain karena mereka tengah mendoakan keselamatan dan juga berefleksi diri menyambut tahun yang baru ke depan.
"Untuk di Keraton Kasunanan Surakarta itu memang kirab diselenggarakan untuk memaknai sebuah pengharapan untuk doa keselamatan," kata dia.
Baca juga: Terungkap, Alasan Belum Ada Penetapan Tersangka Kasus Dugaan Pelecehan ASN Dinkes Solo
"Dari apa yang dilakukan itu maknanya adalah bagaimana kita merefleksi menuju tahun baru Jawa untuk bisa lebih baik dari tahun sebelumnya," imbuhnya.
Namun, Kanjeng Nuky tak menampik semakin berkembangnya zaman dan makin dikenalnya event tahunan tersebut ada kekhawatiran yang muncul.
Terutama melihat antusiasme warga yang ingin berpartisipasi dalam kirab sebatas euforia saja.
"Yang kita khawatirkan saat ini mereka hanya ingin euforia saja, berjalan berbondong-bondong, sambil ngobrol dan sebagainya. Itu esensinya sudah berubah," katanya.
Sebab, menurutnya esensi dari topo bisu dan kirab Malam 1 Suro sendiri memang harus dibarengi dengan ketenangan.
Layaknya orang tengah bermeditasi.
"Seharusnya esensi acara itu kesakralannya memang harus diam, hening, untuk mawas diri, nyenyuwun supaya tahun depan lebih baik lagi daripada tahun sebelumnya. Jadi semacam membersihkan diri," jelasnya.
"Memang esensinya kan itu bagian dari meditasi, bertapa itu kan meditasi. Ada yang bermeditasi dengan tidak berbicara atau diam hingga tidak menjawab apa yang ditanyakan orang," pungkasnya. (*)
Kota Solo
Malam 1 Suro
Kirab Malam 1 Suro
Keraton Kasunanan
Mangkunegaran
Kanjeng Nuky
wawancara eksklusif
Mbak Rara, Pawang Hujan Klaim Turunan Keraton Solo, 6 Tahun Terakhir Rutin Ikut Kirab Malam 1 Suro |
![]() |
---|
Filosofi Pusaka dalam Kirab Malam 1 Suro di Keraton Solo, Jumlahnya Selalu Berbeda Tiap Tahun |
![]() |
---|
Warga Kecewa Tak Diizinkan Masuk Pura Mangkunegaran Solo, Sindir Tradisi Hanya untuk Kalangan Elit |
![]() |
---|
Miliki Arti Mendalam, Ini Makna Bulan Suro Bagi Keraton Solo dan Masyarakat Jawa |
![]() |
---|
Mitos atau Fakta? Pusaka Raja Disebut Bikin Kirab Malam 1 Suro di Keraton Solo Jarang Turun Hujan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.