Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Sejarah Kuliner Legendaris

Sejarah Mete jadi Oleh-oleh Khas Wonogiri, Mulai Populer saat Orde Baru Tahun 1980-an

Mete Wonogiri bukan hanya camilan biasa, melainkan simbol tradisi dan kebanggaan daerah yang sudah bertahan puluhan tahun.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TribunSolo.com/Erlangga Bima Sakti
KULINER LEGEND WONOGIRI - Ilustrasi mete Wonogiri, Jawa Tengah, yang jadi primadona oleh-oleh. Berikut sejarah mete bisa jadi oleh-oleh khas Wonogiri. 

TRIBUNSOLO.COM, WONOGIRI - Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, sudah lama dikenal sebagai “Kota Mete”.

Julukan ini bukan tanpa alasan, sebab kacang mete telah menjadi oleh-oleh khas yang paling dicari oleh para pengunjung dan perantau, terutama saat musim libur Lebaran.

Mete Wonogiri bukan hanya camilan biasa, melainkan simbol tradisi dan kebanggaan daerah yang sudah bertahan puluhan tahun.

Baca juga: Sejarah Jenang Ayu Niten yang Legendaris di Klaten, Resep Bertahan dari 1928

Setiap kali musim mudik tiba, pasar dan toko oleh-oleh di Wonogiri ramai diserbu pembeli yang berburu kacang mete, baik dalam bentuk mentah siap goreng maupun mete matang siap santap.

Bagi warga lokal, mete adalah sajian wajib di meja tamu saat Hari Raya.

Tanpa mete, rasanya tak lengkap menyambut keluarga yang berkumpul di momen istimewa tersebut.

Tingginya permintaan selama Lebaran menjadi berkah tersendiri bagi para perajin dan pelaku usaha mete di Wonogiri.

Mereka bahkan menyiapkan stok berbulan-bulan sebelumnya demi memenuhi lonjakan kebutuhan pasar.

Akar Sejarah dari Era Orde Baru

Meski tidak ada catatan pasti mengenai awal mula mete menjadi oleh-oleh khas Wonogiri, para penggiat pertanian dan pelaku industri menyebut bahwa masa Orde Baru, sekitar tahun 1980-an, merupakan titik penting.

Baca juga: Sejarah Sego Tiwul Bisa jadi Kuliner Khas Wonogiri, Sudah dari Zaman Penjajahan Jepang

Saat itu, Wonogiri ditetapkan sebagai salah satu sentra budidaya pohon jambu mete di Jawa.

Kala itu, kondisi geografis yang kering dan berbukit di Wonogiri sangat cocok bagi pertumbuhan pohon mete yang memang membutuhkan sinar matahari langsung dalam waktu lama.

Budidaya pohon mete kala itu dilakukan secara masif di sejumlah wilayah seperti Jatiroto, Ngadirojo, dan Pracimantoro.

Bahkan, pemerintah saat itu sempat membentuk Unit Pelayanan Publik (UPP) khusus mete. Seiring hasil panen melimpah, muncullah industri rumahan dan perajin yang mengolah kacang mete menjadi berbagai produk kuliner.

Sentra Industri di Jatisrono

Kecamatan Jatisrono menjadi pusat dari industri mete di Wonogiri hingga kini.

Di daerah ini, pelaku usaha mete berkembang dari generasi ke generasi.

Namun, tantangan datang dari luar.

Baca juga: Sejarah Wedangan Pak Basuki : Salah Satu Kuliner Legendaris Solo, Langganannya Publik Figur

Dalam beberapa tahun terakhir, produktivitas kacang mete lokal menurun akibat cuaca yang tidak menentu.

Hujan yang sering turun menyebabkan pohon mete gagal panen.

Akibatnya, sebagian besar mete yang beredar di Wonogiri saat ini justru berasal dari daerah lain seperti Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat.

Meski begitu, para pelaku usaha tetap bertahan dan terus berinovasi.

Kini, penjual di Wonogiri tak hanya menjual mete goreng, tetapi juga mete kering yang diproses dengan oven, menjadikannya camilan sehat yang digemari banyak pelanggan dari kota besar seperti Jakarta dan Bandung. 

Selain itu, mete khas Wonogiri juga diolah dengan berbagai macam varian rasa.

Mulai rasa original, cokelat, stroberi, hingga mete ting-ting.

Penjualannya tidak hanya dilakukan secara offline, tapi juga melalui media sosial dan marketplace.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved