Sejarah Kuliner Legendaris
Sejarah Putu Bambu, Jajanan Legendaris Solo yang Kini Mulai Langka, Dipercaya Berasal dari China
Meskipun penjual kue putu bambu di Solo semakin berkurang dari tahun ke tahun, kuliner satu ini tetap memiliki penggemar setianya.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Di tengah deru kehidupan kota Solo, Jawa Tengah, yang semakin modern, keberadaan kue putu, jajanan tradisional berbahan dasar tepung beras dan gula merah ini, tetap bertahan.
Meskipun penjual kue putu bambu di Solo semakin berkurang dari tahun ke tahun, kuliner satu ini tetap memiliki penggemar setianya.
Suara khas "tuuut..." dari uap alat pengukus bambu yang dibawa para pedagang keliling masih menjadi pertanda tak tergantikan dari hadirnya kue putu di sekitar lingkungan perumahan hingga acara-acara rakyat.
Baca juga: Sejarah Saren, Kuliner Kontroversial yang Kini Mulai Langka di Solo, Dibuat dari Darah Binatang
Tak hanya menjadi simbol nostalgia masa kecil, kue putu juga menyimpan filosofi mendalam yang mencerminkan nilai-nilai budaya dan spiritual masyarakat Indonesia, khususnya Jawa.
Kue Putu: Lebih dari Sekadar Jajanan
Kue putu dikenal sebagai kudapan sederhana namun penuh makna.
Dibuat dari adonan tepung beras kasar yang diisi dengan gula merah cair dan dikukus dalam cetakan bambu, kue ini biasanya disajikan dengan taburan kelapa parut.
Warna hijau-putih khasnya berasal dari pewarna alami seperti daun pandan.
Baca juga: Sejarah Langgar Merdeka Laweyan Solo: dari Rumah Bekas Penjual Candu Menjadi Pusat Syiar Islam
Namun, lebih dari sekadar rasa, proses pembuatan kue putu menyiratkan filosofi hidup.
Pembuatan kue ini mengajarkan ketelatenan dan kesabaran.
Penjual harus sabat menunggu uapnya sempurna agar hasilnya lembut dan manis di dalam.”
Sejarah Panjang Kue Putu Bambu yang Legendaris
Kue putu dipercaya telah hadir di Nusantara sejak abad ke-18, meskipun jejak asalnya kemungkinan berasal dari India (puttu) atau Tiongkok pada masa Dinasti Ming.
Di Jawa, kue ini tercatat dalam naskah Serat Centhini yang ditulis tahun 1814 pada masa Kerajaan Mataram.
Di sana, "puthu" disebut sebagai sajian pagi bersama serabi.
Baca juga: Sejarah Wajik, Jajanan Legendaris di Solo Raya, Dipercaya Ada Sejak Kerajaan Majapahit
Etimologi nama "putu" sendiri berasal dari kata dalam bahasa Jawa "puthon", yang berarti bundar atau lingkara, merujuk pada bentuk cetakan bambu.
Dalam bahasa Bali dan Tagalog, kue ini juga dikenal sebagai putu bumbung atau puto bumbong.
Bentuk silinder dari kue ini dipercaya melambangkan keberlanjutan dan keseimbangan hidup.
Sementara komposisi bahannya tepung, gula, kelapa mewakili keragaman yang berpadu dalam harmoni, mencerminkan nilai-nilai kebersamaan masyarakat Indonesia.
Varian Regional dan Perluasan Global
Meski versi paling umum dikenal berwarna hijau dan putih, kue putu juga memiliki varian lokal seperti Putu Bugis dari Sulawesi Selatan.
Varian ini berbahan dasar ketan hitam tanpa gula merah dan biasanya disantap dengan kelapa serta sambal di pagi hari.
Baca juga: Sejarah Stasiun Balapan Solo Salah Satu Ikon Kota Bengawan, Diresmikan 155 Tahun Lalu
Melalui diaspora masyarakat Jawa dan Bugis, kue putu juga dikenal luas di negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan bahkan Filipina, di mana ia menjadi bagian dari budaya kuliner lokal dengan adaptasi masing-masing.
Di Mana Penjual Kue Putu Bambu di Solo?
Di Solo, salah satu tempat yang cukup dikenal pencinta kue putu adalah Puthu Bambu Legend 34, yang berlokasi di Gang Gareng No. 34, Tegalharjo, Banjarsari.
Warung ini menawarkan berbagai varian rasa seperti pandan, cokelat, strawberry, durian, dan banyak lagi lainnya.
Buka setiap hari pukul 10.00 hingga 21.00 WIB, kedai ini juga hadir di platform layanan daring seperti GoFood, GrabFood, dan ShopeeFood.
Selain di toko, penjual putu bambu keliling juga masih banyak ditemui, terutama saat sore menjelang malam.
Mereka kerap mangkal di lokasi keramaian atau acara hiburan rakyat di berbagai sudut Kota Solo.
(*)
Sejarah Bakmi Jowo Mbah Mangoen, Rekomendasi Kuliner Enak di Solo dengan Nuansa Tempo Dulu |
![]() |
---|
Sejarah Cabuk Rambak, Kuliner Legendaris dari Kreatifitas Warga Solo Manfaatkan Bahan Sederhana |
![]() |
---|
Sejarah Tempe Gembus, Kuliner Legendaris Solo Raya yang Pernah jadi Penyelamat saat Krisis Pangan |
![]() |
---|
Sejarah Brem Khas Nguntoronadi Wonogiri yang Legendaris, Ini Bedanya dengan Brem dari Madiun |
![]() |
---|
Sejarah Wedang Dongo Pak Untung di Solo: Kuliner Legendaris Sejak 1955, Dulu jadi Sajian Kerajaaan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.