Laporan Wartawan TribunSolo.com, Adi Surya Samodra
TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI - Dapur umum di tempat penampungan pengungsi sementara (TPPS) Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali telah diaktifkan.
Kompor-kompor telah menyala, beberapa wajan dan dandang diletakkan di atasnya.
Nasi mulai ditanak, tempe mulai digoreng, dan mie instan tak lupa direbus.
Kegiatan masak-memasak untuk pengungsi itu dilakukan ibu - ibu PKK di Desa Tlogolele., Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jumat (13/11/2020).
Mereka begitu telaten memasak di dapur tersebut.
Baca juga: Potret Evakuasi Warga Tlogolele di Lereng Merapi : Sempat Menolak, Kini Ramai-ramai ke Pengungsian
Baca juga: Pengungsi Gunung Merapi & Relawan di Desa Balerante Diswab, Antisipasi Muncul Klaster Pengungsian
Ada yang mengaduk mie instan yang mulai masak dan ada yang memarut kelapa.
Sesekali mereka berbincang untuk tahu bahan atau bumbu makanan apa yang harus disiapkan.
Bila sudah tahu, mereka lantas menuju ruang penyimpanan logistik untuk mencari bahan itu.
Sekretaris Desa Tlogolele, Neigen Acthah Nur Edy Saputra mengatakan ibu-ibu PKK memang digerakkan untuk mengaktifkan dapur umum TPPS.
"Untuk dapur umum kita manfaatkan ibu-ibu PKK, kalau untuk keperluan air bersih kita gotong royong dengan anak-anak karangtaruna," kata Neigen kepada TribunSolo.com.
Ibu-ibu PKK sudah memiliki jadwal jatah memasak bahan makanan pengungsi di dapur umum TPPS.
"Ya, ibu-ibu PKK bergiliran, satu RT sehari. Jadi gantian-gantian," tutur Neigen.
Untuk pasokan bahan makanan, Neigen mengungkapkan sejumlah pihak telah mengirimkan ke TPPS Desa Tlogolele.
Kodim 0724/Boyolali, Polres Boyolali, BPBD Boyolali, dan Dinas Sosial Boyolali menjadi beberapa pihak yang telah mengirimkan.
"Kemungkinan, ini bisa bertahan seminggu ke depan. Untuk logistik saat diperkirakan masih mampu," ucap Neigen.
Selain itu, Neigen mengungkapkan pihaknya saat ini terkendala pengadaan tong sampah tambahan di TPPS Desa Tlogolele.
"Kami membutuhkan tong sampah besar dan (persediaan) handuk," ungkapnya.
Dipantau Penuh
Status Gunung Merapi kini meningkat dari Waspada menjadi Siaga, per 5 November 2020.
Peningkatan status tersebut membuat perjuangan para petugas Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta meningkat.
Hal itu diungkapkan penulis buku, Krisna Sumarga.
"Minggu lalu saya ke Pos Kaliurang, para petugas sangat keropatan," ujar Krisna dalam Obrolan Virtual Erupsi Merapi : Mitigasi & Pandemi, Kamis (12/11/2020).
Misalnya saat terjadi gempa, Krisna mengungkapkan para petugas BPPTKG harus menganalisa data yang masuk secara berentetan.
"Data gempa pertama baru mau dianalisis dan diverifikasi, data gempa kedua, data ketiga, data keempat muncul berdekatan," ungkapnya.
Baca juga: Antisipasi Gunung Merapi Erupsi, Warga Diminta Kemasi Surat-Surat Berharga Dalam Tas
Baca juga: Satu Desa di Lereng Gunung Merapi Belum Dievakuasi, BPBD Klaten : Kami Menghormati Kearifan Lokal
Baca juga: Panik Dengar Suara Gemuruh, Warga Lereng Gunung Merapi di Boyolali Minta Dievakuasi
Baca juga: Datangi Lereng Merapi, Kapolda Jateng : Warga Punya Ternak Jangan Khawatir, Ada Lokasi Khusus Hewan
Itu yang dilakukan para petugas BPPTKG seharian. Penambahan personel tiap shift-nya dilakukan.
"Kesibukan itu berlaku 24 jam betul, itu full. Tidak hanya satu orang pengamat tapi lebih dari itu," kata Krisna.
Sementara itu, Kepala BPPTKG Yogyakarta, Hanik Humaira tidak menampik itu.
Para petugas secara bergantian mengamati data Gunung Merapi selama 24 jam tiap harinya untuk mengetahui perkembangan Gunung Merapi.
"Kita tidak sembarangan, kita tetap selalu waspada," kata Hanik.
"Kami melototi data 24 jam, melihat rentetan data. Itu tidak mudah," tambahnya.
Apalagi para petugas BPPTKG harus selalu memberikan data yang akurat terkait perkembangan Gunung Merapi.
Data perkembangan Gunung Merapi biasanya akan dilaporkan tiap 6 jam sekali tiap harinya.
Masyarakat bisa mengakses data tersebut di situs merapi.bgl.esdm.go.id atau twitter @BPPTKG.
Aktivitas Gunung Merapi
Dalam laporan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, terdengar suara guguran Gunung Merapi sebanyak tiga kali.
"Suara guguran terdengar 3 kali dan teramati 1 kali dari Babadan arah kali Senowo jarak 700 meter, " ujar Kepala BPPTKG, Hanik Humaida melalui laporan resminya, Rabu (11/11/2020) pagi.
Hanik menyebutkan, guguran tersebut terjadi pada pukul 03.58, 04.04, dan 05.13 WIB.
Baca juga: Gunung Merapi Siaga, Polres Klaten Siagakan 420 Personel : Tidak Ingin Ada Klaster Baru
Baca juga: Uji Swab Ditolak Warga Pengungsi Gunung Merapi, Ini Penjelasan Sekdes Tlogolele Boyolali
Adapun secara pengamatan visual periode Rabu (11/11/2020) pukul 00.00-06.00 WIB gunung tampak jelas, kabut 0-I, kabut 0-II, hingga kabut 0-III.
Asap kawah teramati berwarna putih dengan intensitas sedang hingga tebal dan tinggi 50 m di atas puncak kawah.
Secara meteorologi, cuaca cerah, berawan, dan mendung. Angin bertiup lemah hingga sedang ke arah barat.
Suhu udara 15-20 °C, kelembaban udara 60-95 persen, dan tekanan udara 569-689 mmHg.
Hanik melanjutkan, kegempaan yang terjadi pada periode tersebut yakni gempa Guguran 13 kali (amplitudo 3-48 mm, durasi 12-83 detik), gempa Hembusan 7 kali (amplitudo 3-7 mm, durasi 12-21 detik), gempa Hybrid/Fase Banyak 79 kali (amplitudo 2-24 mm, S-P 0.3-0.5 detik, durasi 7-12 detik), dan gempa Vulkanik Dangkal 6 kali (amplitudo 46-70 mm, durasi 13-25 detik).
"Untuk potensi bahaya saat ini masih sesuai rekomendasi, yaitu guguran lava, lontaran material vulkanik dari erupsi eksplosif, dan awan panas sejauh maksimal 5 km dari puncak Merapi," tutur Hanik.
Sejak 5 November 2020, BPPTKG telah menetapkan Gunung Merapi berstatus Siaga (level III).
Dengan status tersebut, BPPTKG menyimpulkan prakiraan daerah bahaya meliputi Kabupaten Sleman, DIY, di Kecamatan Cangkringan; Desa Glagaharjo (Dusun Kalitengah Lor), Desa Kepuharjo (Dusun Kaliadem), dan Desa Umbulharjo (Dusun Palemsari).
Selanjutnya, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, di Kecamatan Dukun; Desa Ngargomulyo (Dusun Batur Ngisor, Gemer, Ngandong, Karanganyar); Desa Krinjing (Dusun Trayem, Pugeran, Trono); dan Desa Paten (Babadan 1, Babadan 2).
Baca juga: Doni Monardo Instruksikan Lokasi Pengungsian yang Terdampak Merapi Sesuai Protokol Kesehatan
Baca juga: Berjarak 5 Km dari Gunung Merapi, Dukuh Girpasang Klaten Tak Masuk Daftar Evakuasi, Ini Alasannya
Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah di Kecamatan Selo; Desa Tlogolele (Dusun Stabelan, Takeran, Belang); Desa Klakah (Dusun Sumber, Bakalan, Bangunsari, Klakah Nduwur); dan Desa Jrakah (Dusun Jarak, Sepi).
Selain itu, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah di Kecamatan Kemalang; Desa Tegal Mulyo (Dusun Pajekan, Canguk, Sumur); Desa Sidorejo (Dusun Petung, Kembangan, Deles); dan Desa Balerante (Dusun Sambungrejo, Ngipiksari, Gondang).
Hanik menambahkan, penambangan di alur sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi dalam kawasan rawan bencana (KRB) III direkomendasikan untuk dihentikan.
Pelaku wisata agar tidak melakukan kegiatan wisata di KRB III Gunung Merapi termasuk kegiatan pendakian ke puncak Gunung Merapi.
Di samping itu, pemerintah Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten agar mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan upaya mitigasi bencana akibat letusan Gunung Merapi yang bisa terjadi setiap saat. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul UPDATE Gunung Merapi, Suara Guguran Terdengar Tiga Kali dan Teramati Satu Kali Berjarak 700 Meter