Laporan Wartawan TribunSolo.com, Rahmat Jiwandono
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Pemkab Sragen membantah jika sistem zonasi yang diterapkan dalam PPKM skala mikro dikhawatirkan bisa memicu stigmatisasi.
Sekretaris Daerah (Sekda) Sragen Tatag Prabawanto, menyatakan saat ini stigmatisasi terhadap orang yang terkena Covid-19 sudah hilang.
"Masyarakat sudah menganggap orang yang terkena Covid-19 sebagai hal yang biasa," tuturnya kepada TribunSolo.com, Senin (22/2/2021).
Menurut Tatag, stigma tercipta karena ada pembagian zonasi berdasarkan jumlah kasus corona di setiap RT.
Baca juga: Dampak Sistem Zonasi dalam PPKM Mikro Dinilai Bisa Timbulkan Stigmatisasi, Apa Artinya?
Baca juga: Plh Wali Kota Solo Senang PPKM Mikro Diperpanjang, Kasus Covid-19 Turun, Tapi Pesta Nikah Sabar Dulu
"Dalam zonasi ini, kan, berdasarkan warna, kalau warnanya tidak dibuat untuk penilaian langkah yang diterapkan, saya kira tidak ada stigmatisasi," jelasnya.
Di sisi lain, wilayah yang dinyatakan sebagai zona merah, kegiatannya akan dibatasi.
"Kegiatan yang menimbulkan kerumunan harus dihentikan," terangnya.
Sementara untuk yang ada di zona jingga, kegiatan boleh dilaksanakan namun kapasitasnya hanya 50 persen saja.
Analisis Epidemiolog
Sistem zonasi yang diterapkan dalam PPKM skala mikro dikhawatirkan bisa memicu stigmatisasi.
"Maksudnya orang yang tinggal di zona merah bisa saja dicap bahwa daerahnya banyak yang positif Covid-19," kata Epidemiolog UGM Yogyakarta, Riris Andono Ahmad kepada TribunSolo.com, Senin (22/2/2021).
Stigmatisasi tersebut dapat membuat warga yang ada di zona merah diperlakukan tidak baik oleh warga dari zona lainnya.
"Bila hal ini terjadi maka upaya pencegahan penularan Covid-19 bisa sia-sia," ungkapnya.
Baca juga: Bocah SD Asal Sragen Diduga Jadi Korban Malpraktik, Kini Harus Relakan Tangan Kanannya Diamputasi
Baca juga: Buntut Viralnya Ucapan Anggota Dewan Soal Pemakaman Covid-19, Kantor DPRD Dikirimi Keranda Mayat
Untuk diketahui, zona itu ada empat yaitu zona merah, jingga, kuning, dan hijau.
Pertama, zona hijau ketika satu RT tidak terdapat kasus aktif Covid-19, pemantauan terhadap potensi akan terus dijalankan dengan tes rutin dan berkala.
Kedua, zona kuning artinya dalam satu RT, jika terdapat satu sampai lima rumah yang terpapar Covid-19, pengendalian dilakukan dengan pelacakan kontak orang yang berhubungan dengan individu yang terkontaminasi.
Ketiga, zona jingga artinya jika terdapat enam sampai 10 rumah tertular virus Covid-19 selama seminggu terakhir, penerapan kendali dilakukan dengan pelacakan kontak, isolasi mandiri untuk yang positif, dan menutup beberapa tempat umum yang berpotensi menyebarkan virus.
Terakhir, zona merah artinya penetapan zona ini jika lebih dari 10 rumah terkena kasus aktif virus Covid-19 dalam sepekan terakhir.
Dinilai Tak Efektif
Pemberlakuan PPKM skala mikro untuk wilayah Jawa-Bali resmi diperpanjang mulai 22 Februari sampai 3 Maret 2021.
Dalam PPKM skala masih memberlakukan sistem zonasi yang mana semua wilayah Rukun Tetangga (RT) dikelompokkan dalam empat zona meliputi zona hijau, kuning, jingga, dan merah.
Empat zona ini berdasarkan jumlah rumah yang terdapat pasien positif Covid-19.
Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Riris Andono Ahmad menilai sistem zonasi tidak efektif menggambarkan kondisi riil soal penularan Covid-19.
Baca juga: Plh Wali Kota Solo Senang PPKM Mikro Diperpanjang, Kasus Covid-19 Turun, Tapi Pesta Nikah Sabar Dulu
Baca juga: Aksi Bupati Sragen Yuni, Turun Langsung Jadi Vaksinator Covid-19: Lama Tidak Menyuntik Pasien
"Karena saat ini banyak orang yang terpapar Covid-19 namun tidak bergejala," ujarnya kepada Tribunsolo.com, Senin (22/2/2021).
Meski suatu wilayah dinyatakan sebagai zona hijau, belum tentu wilayah ini tidak ada kasus Covid-19.
"Sampai saat ini penularan virus corona terus terjadi dan meluas dan apakah kasusnya terdeteksi atau tidak," paparnya.
Menurut dia, sistem zonasi dikhawatirkan hanya memberi rasa aman yang semu dan membuat masyarakat bisa abai protokol kesehatan.
"Masyarakat bisa beranggapan wilayah mereka tidak ada kasus Covid-19," katanya.
Doni, sapaan akrabnya, menegaskan sistem zonasi berbasis RT tidak efektif dalam mengurangi laju penularan Covid-19.
Sasaran Vaksinasi
Sebanyak 24.100 orang sudah masuk dalam database sasaran penerima vaksin Sinovac di Sragen.
Sementara masih ada 9.071 orang yang belum masuk dalam database.
Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati menjelaskan, setiap hari jumlah orang-orang yang akan divaksin dan didaftarkan ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sangat banyak.
Baca juga: Solo Tambah 5 Fasilitas Kesehatan Layani Vaksinasi Covid-19 Tahap 2, Termasuk Rumah Sakit Jiwa
Baca juga: Survei Indikator Politik Indonesia: Inilah Alasan Utama Orang Indonesia Tak Mau Divaksin Covid-19
"Sehingga mereka yang belum masuk ke database harus antre," kata Yuni pada Senin (22/2/2021).
Namun, Yuni memastikan mereka akan tetap disuntik vaksin.
"Sisanya yang belum masuk database akan tetap kami akomodir," katanya.
Selain itu, orang yang sudah masuk dalam database akan mendapat sertifikat dari Kemenkes bahwa mereka sudah divaksin.
"Oleh karena itu, data yang masuk tidak bisa langsung karena tercantum dalam sistem."
"Insya Allah akan terpenuhi semuanya," ucapnya.
Baca juga: 32 Ribu Orang di Sragen Sudah Terdata untuk Vaksinasi Tahap Kedua, Ini Daftarnya
Untuk diketahui, total penerima vaksin yang sudah diajukan ke Kemenkes ada 33.177.
Rinciannya, tenaga kesehatan (nakes) yang divaksin pada termin pertama ada 4.966, PNS (termasuk TNI) ada 9.192, guru 7.298, polisi 1.017, pegawai BUMN 1.070, dan non PNS ada 557.
Vaksinasi Pedagang Dilakukan di Pasar
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen bakal jemput bola terkait dengan vaksinasi bagi pedagang pasar.
Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati menuturkan, rencananya pedagang pasar akan menjalani vaksinasi besok.
"Besok vaksinasi untuk pelayan publik yang mana pedagang pasar termasuk di dalamnya," ujar Yuni, Senin (22/2/2021).
Baca juga: Aksi Bupati Sragen Yuni, Turun Langsung Jadi Vaksinator Covid-19: Lama Tidak Menyuntik Pasien
Baca juga: Daftar Alamat Situs Pendaftaran Vaksinasi Covid-19 bagi Lansia di 34 Kota Provinsi
Adapun teknis vaksinasi untuk pedagang akan dilaksanakan di pasar oleh PSC 119.
"Nanti PSC 119 akan mendirikan tenda di pasar-pasar guna menyuntik vaksin," jelasnya.
Hal itu dilakukan agar tingkat capaian vaksin bagi pedagang pasar terpenuhi.
Sebab, bila pedagang pasar diminta untuk datang langsung ke fasilitas kesehatan (faskes) terdekat dikhawatirkan mereka tidak datang.
Baca juga: 32 Ribu Orang di Sragen Sudah Terdata untuk Vaksinasi Tahap Kedua, Ini Daftarnya
"Yang kami khawatirkan tingkat kepatuhan para pedagang untuk disuntik vaksin rendah."
"Sehingga kami putuskan untuk jemput bola (vaksinasi di pasar)," kata dia.
Selain pedagang pasar, pelayan publik seperti TNI, polisi, dan juga aparatur sipil negeri (ASN) akan divaksin di puskesmas ataupun di faskes terdekat.
Aksi Bupati Sragen
Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati ikut terjun langsung jadi vaksinator Covid-19.
Aksi itu dia lakukan saat vaksinasi Sinovac termin kedua di gedung Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (UPTPK) pada hari ini, Senin (22/2/2021) pukul 08.30 WIB.
Yuni mengklaim, Sragen menjadi satu-satunya kabupaten di Jawa Tengah yang mana penyuntik vaksin dilakukan oleh bupatinya langsung.
Baca juga: Daftar Alamat Situs Pendaftaran Vaksinasi Covid-19 bagi Lansia di 34 Kota Provinsi
Baca juga: Apakah Ibu Hamil Boleh Divaksin Covid-19? Simak Penjelasan Kemenkes RI
"Mungkin tidak ada ya di daerah lain, bupatinya yang suntik vaksin untuk Aparatur Sipil Negara (ASN)," kata Yuni seusai pencanangan vaksin, Senin (22/2/2021).
Yuni menyatakan, bahwa dirinya yang berinisiatif untuk menjadi vaksinator.
Hal ini tidak lepas dari latar belakang pendidikannya sebagai seorang dokter.
"Alasannya ya karena saya memang seorang dokter dan sudah lama tidak menyuntik pasien," tuturnya.
Baca juga: Rencana Vaksinasi Covid-19 di Bulan Ramadhan, Jokowi: Non Muslim Siang Hari, Muslim Malam Hari
Setelah menyuntik vaksin Sinovac, menurutnya, dia tidak lupa cara penyuntikkan.
"Alhamdulillah ternyata saya masih bisa tata cara penyuntikkan," jelasnya.
Padahal Yuni terakhir kali menyuntik pasien pada 2015 silam.
"Itu terakhir kalinya saya menyuntikkan karena sejak saat itu saya dilantik jadi bupati," katanya.