Berita Solo Terbaru

Sejarah Sadranan yang Biasa Dilakukan Masyarakat Jawa, Ternyata Ada Sejak Era Gajah Mada

Penulis: Agil Trisetiawan
Editor: Ryantono Puji Santoso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana tradisi nyadran di Kelurahan Karangtengah, Kecamatan/Kabupaten Sragen yang digelar menjelang puasa, Jumat (18/3/2022).

"Pelaksanaan sadranan sebelum bulan puasa karena sejak Mataram Islam, kebiasaan masyarakat Jawa seperti itu," jelas dia.

Nyadran di Cepogo Boyolali

Biasanya, lebaran idul fitri digunakan sebagai waktu bagi perantau untuk pulang ke kampung halamannya.

Masyarakat kemudian saling berkunjung ke sanak keluarga agar hubungan kekeluargaan tetap terjalin.

Tapi sebagian warga Cepogo justru ‘lebaran’ lebih dulu.

Jelang puasa banyak digunakan perantau atau sanak keluarga untuk saling berkunjung.

Baca juga: Potret Sadranan di Cepogo Boyolali : Awalnya Hanya Bawa Palawija, Kini Beragam Makanan Turut Serta

Seperti yang terlihat di Dukuh Tunggulsari, Desa Sukabumi, Kecamatan Cepogo, Minggu (20/3/2022).

Disana, warga saling silaturahmi dengan tetangga dan family. Di setiap rumah, pun terlihat suasana gembira.

Pemilik rumah sumringah kedatangan tamu. Aneka makanan pun tersaji di meja.

Sebagian lagi tersaji di gelaran tikar atau karpet di lantai rumah.

Para tamu bisa memilih makanan yang tersaji. Sebagian makanan buatan tuan rumah seperti sagon, kelepon dan buah-buahan.

Ada pula nasi lengkap dengan lauk pauk seperti sate, ayam goreng, sambel goreng ati dan sup.

Baca juga: Ini Kampung Pijat Boyolali, Warganya Punya Keahlian Memijat Bayi hingga Program Hamil 

Tuan rumah pun berkali-kali meminta para tamu untuk menyantap makanan yang tersaji.

Semakin banyak tamu yang datang, tuan rumah pun semakin senang.

Demikian pula jika tamu menikmati sajian, tuan rumah semakin puas.

Seperti terlihat di kediaman Nusfari warga Dusun Tunggulsari, Desa Sukabumi, Cepogo. Rumahnya dipenuhi para tamu dan kerabat.

Halaman
123

Berita Terkini