TRIBUNSOLO.COM - Pihak pasangan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka siap melawan gugatan Pemilu 2024 dari lawan politiknya di Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka juga tidak takut dengan ancaman adanya Kapolda yang akan menjadi saksi.
Itu disampaikan Wakil Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra.
Yusril pun turut mengungkit lagi momen saat dirinya menjadi tim hukum Joko Widodo (Jokowi) - Ma'ruf Amin dalam sengketa Pilpres 2019.
Saat itu, dirinya menghadapi gugatan Prabowo - Sandiaga Uno.
Baca juga: Jokowi Diusulkan Jadi Ketua Koalisi Pemenang Pemilu 2024, Gibran Ogah Menanggapi
Pihak Prabowo - Sandiaga saat itu mengancam akan menghadirkan sosok keponakan Mahfud MD untku jadi saksi ahli.
Dalam narasinya, keponakan Mahfud merupakan sosok hebat bisa membongkar kebobrokan IT KPU.
"Dulu juga pernah dibilang begitu oleh keponakannya Pak Mahfud, ada seorang pakar IT dari ITB yang menciptakan robot dan bisa membongkar kejahatan IT-nya KPU," kata Yusril di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/3/2024) dikutip dari Tribunnews.
Yusril menjelaskan bahwa keponakan Mahfud MD itu justru diolok-olok saat hadir menjadi saksi ahli di MK.
Sebab ternyata, yang bersangkutan hanyalah seorang tamatan S1.
Tak hanya itu, kata Yusril, anak tersebut justru ditertawakan saat sidang gugatan pemilu di MK.
Baca juga: Yusril Mengaku Tak Gentar, Soal Kubu Ganjar Bakal Bawa Kapolda Jadi Saksi Sengketa Pemilu di MK
Sebab, tidak ada pihak yang mau bertanya karena meragukan kapasitasnya karena tidak mengerti apapun.
"Ternyata ini anak baru tamat S1 kemarin, dia nggak ngerti apa-apa soal itu. Setelah dia menerangkan kita ditanya sama hakim, ada yang mau ditanya gak, enggak ada yang mau ditanya. Akhirnya kita ketawa semua," katanya.
Selain itu, ia pun bercerita momen seorang insinyur, Said Didu yang juga dihadirkan dalam sidang gugatan MK.
Saksi itu juga gagal karena Said Didu banyak mengeluarkan pendapat pribadi.
"Pak Said Didu ini kan dihadirkan sebagai saksi bukan sebagai ahli, tapi sebagai saksi dia berpendapat sendiri, menurut pendapat saya begini, aneh kan tidak relevan sebagai saksi. Akhirnya kita tidak tanya apa-apa," katanya.
Baca juga: Misteri Sosok Kapolda yang Akan Disiapkan TPN Ganjar-Mahfud Dalam Gugatan Pemilu 2024
Oleh karena itu, Yusril mengatakan kemungkinan peristiwa ini kembali terulang pada sidang gugatan sengketa pemilu pada Pilpres 2024.
Bisa saja saksi Kapolda yang dihadirkan tidak memiliki kapasitas untuk menjelaskan masalah.
Selain itu, kata Yusril, Kapolda hanya mengurusi satu provinsi saja.
Sebaliknya, kasus yang terjadi pada daerah itu tidak bisa mewakili seluruh wilayah di Indonesia.
"Ini wilayah Indonesia ini kan terdiri atas 39 provinsi kan, harus menang itu kan setengah provinsi plus satu. Kapolda itu kan hanya di satu provinsi, kalau dia mengungkapkan terjadinya penipuan segala macam, pengerahan massa di tempat yang dia sendiri menjadi Kapolda, apa bisa menggugurkan 38 provinsi yang lain? simpel," pungkasnya.
(*)