Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Menangkap Pengemplang Pajak dengan Coretax

Sistem Coretax yang baru diluncurkan per 1 Januari 2025, memiliki fitur baru yakni Pertukaran Informasi Perpajakan. 

Editor: Hanang Yuwono
Istimewa/Dok.Pribadi
Dedi Kusnadi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak, penulis opini berjudul 'Menangkap Pengemplang Pajak Dengan Coretax' yang dimuat TribunSolo.com pada Senin (6/10/2025). 

Oleh : Dedi Kusnadi, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

TRIBUNSOLO.COM - Sistem Coretax yang baru diluncurkan per 1 Januari 2025, memiliki fitur baru yakni Pertukaran Informasi Perpajakan. 

Menu ini dirancang untuk meminimalisir upaya penghindaran pengenaan pajak, sehingga akan mampu menangkap para pengemplang pajak.

Secara bahasa, kemplang dapat berarti menghindar dari keharusan membayar utang. Pengemplang pajak dapat diartikan sebagai individu atau perusahaan yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban membayar pajak, yang seharusnya mereka bayarkan.

Tindakan tersebut dapat berupa penghindaran pajak melalui celah hukum yang sah tetapi tidak etis (tax avoidance), penghindaran pajak secara ilegal (tax evasion), atau perencanaan pajak yang sah untuk mengurangi kewajiban pajak (tax planning).

Pengampunan Pajak

Berbagai upaya dilakukan otoritas pajak untuk mempersempit ruang gerak para pengemplang pajak. Pun telah beberapa kali dibuatkebijakan untuk mengampuni ketidakpatuhan mereka.

Sejak kemerdekaan Indonesia, setidaknya pemerintah telah 5 kali meluncurkan program pengampunan pajak, yakni:

Pertama, Pengampunan Pajak 1964. Dijalankan pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno,berdasarkan Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 5 Tahun 1964.Kebijakan ini dilakukan untuk kepentingan Revolusi Nasional Indonesia dan Pembangunan Nasional Semesta Berencana.

Melalui program ini, pemerintah berharap dapat memperlancar pelaksanaan Deklarasi Ekonomi yang dicanangkan pada 28 Maret 1963, dengan pengerahan segala dana, daya dan tenaga.

Kedua, Pengampunan Pajak 1984. Program ini bergulir setahun setelah Indonesia menerapkan Reformasi Perpajakan 1983, di masa pemerintahan Presiden Soeharto. Dasar hukum pelaksanaannya mengacu pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 26 Tahun 1984.

Program ini dijalankan sebagai pangkal tolak pelaksanaan sistem perpajakan yang baru, berlandaskan kejujuran dan keterbukaan dari masyarakat.

Ketiga, Sunset Policy2007. Kebijakan ini berjalan saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,berupa pemberian fasilitas penghapusan sanksi bungaatas pajak yang kurang dibayar sebelum tahun pajak 2007.Kebijakan ini dilaksanakan berdasarkan Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.

Keempat,Pengampunan Pajak 2016.Program ini dijalankan berdasarkanUndang-Undang Nomor 11 Tahun 2016, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. 

Pemerintah berkeyakinan masih ada harta wajib pajak yang belum seluruhnya dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh), baik di dalam maupun di luar negeri.

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved