Kisah Mbah Min Semprong, Mata-mata di Era Kolonial, Kini Berjualan Mainan Anak Keliling Sukoharjo
Mbah Min pernah dipercaya sebagai telik sandi (mata-mata) pasukan Angkatan Darat Republik Indonesia pada periode 1948–1950.
Penulis: Anang Maruf Bagus Yuniar | Editor: Vincentius Jyestha Candraditya
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Anang Ma'ruf
TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Berbadan kurus dengan raut wajah keriput, rambut penuh uban, sosok renta itu tampak bersemangat menawarkan dagangannya kepada para pengunjung pawai pembangunan memperingati HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia di Kabupaten Sukoharjo, Sabtu (23/8/2025).
Dialah Ngadimin Citro Wiyono (92) atau akrab disapa Mbah Min Semprong, seorang pedagang mainan keliling.
Setiap ada perayaan atau keramaian, Mbah Min Semprong selalu hadir menjajakan balon dan beragam mainan anak dengan harga mulai Rp10 ribu.
Namun, di balik kesehariannya yang sederhana, Mbah Min menyimpan kisah besar perjalanan bangsa Indonesia.

Ia pernah dipercaya sebagai telik sandi (mata-mata) pasukan Angkatan Darat Republik Indonesia pada periode 1948–1950, masa ketika Belanda kembali melancarkan agresinya pasca proklamasi.
“Saya Mbah Min Semprong mata-mata Indonesia. Waktu itu usia saya baru 15 tahun. Ayah saya ditembak Belanda, dari situ saya timbul keberanian untuk membalas dendam dengan cara ikut perjuangan,” kata Mbah Min saat ditemui TribunSolo.com, Sabtu (23/8/2025).
Karena usianya yang masih muda, ia tidak diizinkan terjun langsung ke medan perang.
Sebaliknya, Mbah Min diberi peran penting sebagai mata-mata.
Baca juga: Apes Nasib Pemuda Asal Sragen Jateng, Dikeroyok saat Bertamu ke Rumah Teman, Dikira Mata-mata Bisnis
Ia mengaku kerap menyamar menjadi orang gila agar tidak dicurigai pasukan Belanda.
“Komandan tentara mendidik saya supaya tidak terbunuh. Saya tugasnya mengintai. Kalau melihat Belanda berjarak dua kilometer, saya segera melapor ke pimpinan tentara,” kenang Mbah Min.
Meski berjuang tanpa imbalan dan sering berhari-hari makan seadanya dari dedaunan, tekad Mbah Min tidak pernah surut.
Ia menyadari peran kecilnya kala itu adalah bagian dari perjuangan besar bangsa merebut kemerdekaan kedua setelah Belanda menyerah pada 1950.
Namun, kenangan tersebut hanya bisa dikenang Mbah Min selama ia masih hidup, sebab foto dokumentasinya sudah hilang tergerus jaman.
Kini, di usia senja, Mbah Min memilih tetap bekerja keras.
Baca juga: Kisah Unik Yoyok Riyo Sudibyo, Intel TNI Banting Setir Jadi Pengusaha Gegara Keasyikan Berdagang
Dengan langkah tertatih ia masih berjualan mainan keliling di berbagai acara.
Baginya, hidup harus dijalani dengan semangat sebagaimana dulu ia berjuang untuk republik.
“Kalau ada even-even ramai, pasti saya datang jualan. Daripada diam di rumah, saya tetap berusaha mencari rezeki,” ujar Mbah Min sambil tersenyum.
Mbah Min Semprong adalah satu dari sedikit saksi hidup sejarah yang masih bisa ditemui.
Kisahnya menjadi pengingat kemerdekaan hari ini tidak lepas dari keberanian para pejuang, termasuk para telik sandi yang bekerja dalam senyap.
(*)
Pandemi Nyaris Punahkan Gema Ketukan ATBM Perajin Stagen di Sukoharjo, Produksi Sempat Mati Total |
![]() |
---|
Pensiunan Guru SD yang Tewas di Karanganyar Tak Pernah Cekcok, Selalu Mengajar dengan Bahasa Krama |
![]() |
---|
Azkiya, Gadis Cilik Klaten Bercita-cita jadi Dalang, Hapus Stigma Gen Alpha Lupa Budaya Sendiri |
![]() |
---|
Demi Warisan Leluhur, Perajin Stagen di Luwang Sukoharjo Bertahan Meski Untung Tipis Rp8 Ribu/potong |
![]() |
---|
Chord Kunci Gitar dan Lirik Lagu Dino Liyane - Hendra Kumbara : Gusti Kulo Salah Nopo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.