Fakta Menarik Tentang Sukoharjo

Asal-usul Jembatan Bacem Penghubung Solo-Sukoharjo, Saksi Bisu Pembantaian Terduga PKI 1965

Di Desa Telukan, Kecamatan Grogol, Sukoharjo, bekas fondasi Jembatan Bacem lama masih bisa disaksikan hingga kini.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TribunSolo.com/ Anang Ma'ruf
JEMBATAN BERSEJARAH - Jembatan Bacem, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Senin (27/1/2025). Beginilah asal-usul Jembatan Bacem dan cerita kelamnya. 

Lebih dari sekadar simbol kejayaan, Jembatan Bacem juga menyimpan luka sejarah yang dalam.

Pada masa setelah Gerakan 30 September 1965 (G30S), jembatan ini menjadi salah satu lokasi pembantaian massal terhadap terduga anggota dan simpatisan PKI.

Mengutip buku Yang Kelewat di Buku Sejarah terbitan Pamflet dan Yayasan Tifa, disebutkan bahwa mayat para korban ditembak mati dan dihanyutkan melalui Sungai Bacem, yang bermuara ke Sungai Bengawan Solo.

Seorang bekas anggota Lekra bahkan menyebut bahwa warga sekitar dipaksa membantu aparat menghanyutkan mayat-mayat tersebut agar tidak menimbulkan bau busuk.

Kesaksian ini turut diperkuat dalam film dokumenter "Jembatan Bacem" karya Yayan Wiludiharto dan diproduksi oleh Elsam dan Pakorba Solo.

Baca juga: Asal-usul Candi Plaosan di Klaten: Peninggalan Mataram Kuno Abad ke-9, Persembahan Cinta Beda Agama

Dalam dokumenter berdurasi 30 menit yang dirilis tahun 2013 di YouTube, digambarkan bagaimana mayat-mayat korban menumpuk di bawah jembatan karena debit air sungai yang dangkal.

Warga, yang hidup dalam ketakutan dan trauma, bahu membahu mendorong jenazah ke tengah sungai agar terbawa arus.

Ada cerita 20 mayat lebih tumpuk undung di permukaan sungai.

Situasi mencekam berlangsung berbulan-bulan.

Warga memilih menutup diri, menjalani jam malam, dan hanya bisa mendengar dentuman tembakan setiap malam dari dalam rumah mereka.

Monumen Ingatan dan Rekonsiliasi

Kini, meski jembatan baru telah berdiri kokoh menggantikan struktur lama, fondasi dan tugu kecil di bawahnya menjadi satu-satunya saksi bisu yang tersisa dari dua peristiwa besar itu, kejayaan kerajaan dan luka bangsa.

Dalam beberapa peringatan Tragedi 1965, keluarga korban mengadakan "Sadranan", ritual doa dan ziarah untuk mengenang para kerabat yang tak pernah kembali.

Mereka berharap agar Jembatan Bacem suatu saat bisa dijadikan monumen ingatan kolektif, tempat masyarakat bisa merenung dan menghormati para korban yang selama ini terkubur dalam senyap sejarah.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved