Fakta Menarik Tentang Sukoharjo

Asal-usul Jembatan Bacem Penghubung Solo-Sukoharjo, Saksi Bisu Pembantaian Terduga PKI 1965

Di Desa Telukan, Kecamatan Grogol, Sukoharjo, bekas fondasi Jembatan Bacem lama masih bisa disaksikan hingga kini.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TribunSolo.com/ Anang Ma'ruf
JEMBATAN BERSEJARAH - Jembatan Bacem, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Senin (27/1/2025). Beginilah asal-usul Jembatan Bacem dan cerita kelamnya. 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Di perbatasan antara Kabupaten Sukoharjo dan Kota Solo, berdiri sebuah jembatan yang bukan hanya berfungsi sebagai penghubung dua wilayah.

Namun, juga sebagai saksi bisu dua fase penting dalam sejarah Indonesia: masa kejayaan Keraton Surakarta di bawah Pakubuwono X, dan tragedi kemanusiaan pada tahun 1965–1966.

Jembatan itu dikenal sebagai Jembatan Bacem, atau yang disebut warga lokal sebagai Kreteg Bacem.

Baca juga: Asal-usul Candi Gana di Klaten Jateng, Ada Relief Manusia Kerdil dalam Mitologi Hindu

Dibangun pada tahun 1908 dengan dana sekitar 50.000 gulden, jembatan ini menjadi salah satu simbol kemajuan infrastruktur di masa pemerintahan Pakubuwono X.

Dana pembangunan saat itu merupakan pinjaman dari Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, dan hasilnya menjadi bukti visi besar sang raja dalam membangun wilayah Kasunanan.

Jejak Kejayaan Pakubuwono X

Menurut buku Mengenal Budaya Nasional Trah Raja-Raja Mataram di Tanah Jawa karya Joko Darmawan, masa pemerintahan Pakubuwono X ditandai oleh pembangunan besar-besaran di berbagai bidang.

Banyak infrastruktur peninggalannya, termasuk jembatan, diberi tanda khas "PB X" sebagai bukti otentik karya sang raja.

Di Desa Telukan, Kecamatan Grogol, Sukoharjo, bekas fondasi Jembatan Bacem lama masih bisa disaksikan hingga kini.

Meskipun jembatan aslinya telah digantikan oleh dua jembatan modern yang dibangun tahun 2000, sebuah monumen kecil berbentuk tugu di bawah jembatan menjadi penanda sejarah masa lalu.

Namun pembangunan jembatan baru sempat menemui hambatan.

Baca juga: Asal Usul Kampung Potrojayan di Serangan Solo Jadi Sentra Produksi Blangkon, Ada Peran Mbah Joyo

Haji Sobari, tokoh masyarakat setempat, menceritakan bahwa awalnya pemerintah berniat menghancurkan seluruh struktur jembatan lama, termasuk tugu peninggalan Pakubuwono X.

Potret tugu prasasti yang berdiri kokoh di bawah kolong jembatan bacem, Grogol, Sukoharjo.
BANGUNAN BERSEJARAH - Potret tugu prasasti yang berdiri kokoh di bawah kolong jembatan bacem, Grogol, Sukoharjo. (TribunSolo.com/Anang Maruf Bagus Yuniar)

Namun karena alasan mistis dan penolakan warga, proyek akhirnya dipindah beberapa meter dari lokasi asli.

“Katanya dulu ada yang menjaga secara gaib, jadi pembangunan pun digeser. Akhirnya tugu itu tetap berdiri,” ujar Sobari.

Saksi Kelam Tragedi 1965

Lebih dari sekadar simbol kejayaan, Jembatan Bacem juga menyimpan luka sejarah yang dalam.

Pada masa setelah Gerakan 30 September 1965 (G30S), jembatan ini menjadi salah satu lokasi pembantaian massal terhadap terduga anggota dan simpatisan PKI.

Mengutip buku Yang Kelewat di Buku Sejarah terbitan Pamflet dan Yayasan Tifa, disebutkan bahwa mayat para korban ditembak mati dan dihanyutkan melalui Sungai Bacem, yang bermuara ke Sungai Bengawan Solo.

Seorang bekas anggota Lekra bahkan menyebut bahwa warga sekitar dipaksa membantu aparat menghanyutkan mayat-mayat tersebut agar tidak menimbulkan bau busuk.

Kesaksian ini turut diperkuat dalam film dokumenter "Jembatan Bacem" karya Yayan Wiludiharto dan diproduksi oleh Elsam dan Pakorba Solo.

Baca juga: Asal-usul Candi Plaosan di Klaten: Peninggalan Mataram Kuno Abad ke-9, Persembahan Cinta Beda Agama

Dalam dokumenter berdurasi 30 menit yang dirilis tahun 2013 di YouTube, digambarkan bagaimana mayat-mayat korban menumpuk di bawah jembatan karena debit air sungai yang dangkal.

Warga, yang hidup dalam ketakutan dan trauma, bahu membahu mendorong jenazah ke tengah sungai agar terbawa arus.

Ada cerita 20 mayat lebih tumpuk undung di permukaan sungai.

Situasi mencekam berlangsung berbulan-bulan.

Warga memilih menutup diri, menjalani jam malam, dan hanya bisa mendengar dentuman tembakan setiap malam dari dalam rumah mereka.

Monumen Ingatan dan Rekonsiliasi

Kini, meski jembatan baru telah berdiri kokoh menggantikan struktur lama, fondasi dan tugu kecil di bawahnya menjadi satu-satunya saksi bisu yang tersisa dari dua peristiwa besar itu, kejayaan kerajaan dan luka bangsa.

Dalam beberapa peringatan Tragedi 1965, keluarga korban mengadakan "Sadranan", ritual doa dan ziarah untuk mengenang para kerabat yang tak pernah kembali.

Mereka berharap agar Jembatan Bacem suatu saat bisa dijadikan monumen ingatan kolektif, tempat masyarakat bisa merenung dan menghormati para korban yang selama ini terkubur dalam senyap sejarah.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved