Gelar Pahlawan Soeharto

Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Aktivis Karanganyar: Harus Dikaji dengan Hati-hati!

Aktivis agraria asal Karanganyar, Yoseph Heriyanto, yang menilai rencana tersebut perlu dikaji ulang secara hati-hati dan objektif.

(KOMPAS/WAWAN H PRABOWO)
DIUSULKAN JADI PAHLAWAN - Presiden ke-2 RI, Soeharto. Wacana penobatan Presiden ke-2 RI, Soeharto, sebagai Pahlawan Nasional menuai reaksi keras dari sejumlah pihak. 
Ringkasan Berita:
  • Aktivis agraria asal Karanganyar, Yoseph Heriyanto, menolak wacana penobatan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional dan meminta pemerintah mengkajinya secara objektif.
  • Yoseph menilai, banyak pelanggaran HAM dan praktik KKN terjadi di masa pemerintahan Soeharto sehingga gelar tersebut tak layak diberikan.
  • Ia mendesak agar pemerintah membuka dialog publik agar penetapan gelar tidak menjadi bentuk pengingkaran terhadap sejarah bangsa.

 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Mardon Widiyanto 

TRIBUNSOLO.COM, KARANGANYAR - Wacana penobatan Presiden ke-2 RI, Soeharto, sebagai Pahlawan Nasional menuai reaksi keras dari sejumlah pihak.

Salah satunya datang dari aktivis agraria asal Karanganyar, Yoseph Heriyanto, yang menilai rencana tersebut perlu dikaji ulang secara hati-hati dan objektif.

"Sebagai warga Karanganyar, saya memandang wacana pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan nasional perlu dikaji dengan sangat hati-hati dan objektif," ujar Yoseph, Kamis (6/11/2025).

Baca juga: Wacana Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Makamnya di Karanganyar Ramai Peziarah

Menurutnya, penolakan ini bukan karena faktor suka atau tidak suka terhadap sosok Soeharto, melainkan karena catatan panjang kasus pelanggaran HAM dan praktik KKN yang terjadi di masa pemerintahannya.

“Saya menolak bukan karena benci, tapi selama Soeharto menjadi presiden banyak kasus HAM yang terjadi karena kepemimpinan yang otoriter. Selain itu juga KKN yang terjadi pada keluarganya, juga penguasaan atau monopoli ekonomi oleh keluarga Soeharto,” ungkap Yoseph.

Ia menegaskan, gelar pahlawan nasional bukan sekadar penghargaan politik, melainkan pengakuan moral dan sejarah yang tidak boleh menutup mata terhadap luka masa lalu.

Baca juga: Pro Kontra Gelar Pahlawan Nasional Soeharto, eks Bupati Karanganyar : Jangan Lihat Masa Lalu

Yoseph mendesak pemerintah membuka ruang dialog publik sebelum keputusan diambil.

“Negara perlu membuka ruang dialog publik yang jujur, mendengarkan para korban, sejarawan, dan generasi muda agar penetapan itu tidak menjadi bentuk pengingkaran terhadap sejarah bangsa sendiri. Kita tentu tidak bisa menutup mata terhadap jasa-jasanya dalam pembangunan, tapi di sisi lain sejarah juga mencatat banyak luka dan pelanggaran yang terjadi di masa pemerintahannya,” pungkasnya.

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved