Gelar Pahlawan Soeharto

Pro Kontra Gelar Pahlawan Nasional Soeharto : Penolakan PCNU Karanganyar hingga Dukungan Jokowi

Wacana penetapan Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, sebagai Pahlawan Nasional oleh Kementerian Kebudayaan RI memicu perdebatan

|
Penulis: Tribun Network | Editor: Putradi Pamungkas
(KOMPAS/WAWAN H PRABOWO)
GELAR PAHLAWAN - Presiden ke-2 RI, Soeharto semasa masih hidup. Soeharto diusulkan menjadi pahlawan nasional karena dianggap memiliki jasa besar dalam pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional selama masa kepemimpinannya sebagai presiden. 
Ringkasan Berita:
  • Presiden Prabowo resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto pada 10 November 2025
  • Dukungan datang dari Presiden Jokowi dan tokoh Karanganyar, menilai Soeharto berjasa dalam pembangunan
  • Penolakan muncul dari PBNU, PCNU Karanganyar, dan warga, dengan alasan pelanggaran HAM dan warisan Orde Baru

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin/Mardon Widiyanto 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Wacana penetapan Presiden ke-2 Republik Indonesia, Jenderal TNI (Purn) Soeharto, sebagai Pahlawan Nasional oleh Kementerian Kebudayaan RI memicu perdebatan publik.

Seperti diketahui, Soeharto, resmi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Prabowo Subianto pada peringatan Hari Pahlawan, Senin (10/11/2025).

Penganugerahan ini menambah daftar tokoh nasional yang diakui atas jasa luar biasa bagi bangsa, namun juga memicu perdebatan publik terkait rekam jejak Soeharto selama memimpin Indonesia.

Sejumlah tokoh menyatakan dukungan, sementara lainnya menolak dengan alasan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa pemerintahannya.

Dukungan dari Jokowi dan eks Bupati Karanganyar

Presiden Joko Widodo menyatakan dukungannya terhadap pemberian gelar jasa kepada Soeharto.

Menurutnya, setiap pemimpin memiliki kontribusi penting bagi negara.

“Setiap pemimpin baik itu Presiden Soeharto maupun Presiden Gus Dur pasti memiliki peran dan jasa terhadap negara,” ujar Jokowi saat ditemui di kediamannya di Sumber, Solo, Kamis (6/11/2025).

DUKUNG PEMBERIAN GELAR - Presiden ke-7 RI Jokowi, saat ditemui di Solo pada Senin (28/10/2025). Jokowi mendukung pemberian gelar jasa untuk Presiden ke-2 RI Soeharto sebagai pahlawan nasional. Menurut Jokowi , Soeharto memiliki jasa besar untuk negara.
DUKUNG PEMBERIAN GELAR - Presiden ke-7 RI Jokowi, saat ditemui di Solo pada Senin (28/10/2025). Jokowi mendukung pemberian gelar jasa untuk Presiden ke-2 RI Soeharto sebagai pahlawan nasional. Menurut Jokowi , Soeharto memiliki jasa besar untuk negara. (TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin)

Ia menekankan bahwa penghargaan terhadap jasa pemimpin harus tetap diberikan, meski mereka memiliki kekurangan.

“Dan kita semua harus menghargai itu dan kita sadar setiap pemimpin pasti ada kelebihan, pasti ada kekurangan,” jelas Jokowi.

Jokowi juga menyebut bahwa proses pemberian gelar telah melalui pertimbangan dari tim ahli.

“Pemberian gelar jasa terhadap para pemimpin melalui proses-proses, melalui pertimbangan-pertimbangan yang ada dari tim pemberian gelar dan jasa,” tuturnya.

Anggota DPR RI sekaligus mantan Bupati Karanganyar, Juliyatmono, turut menyambut baik wacana tersebut.

Juliyatmono menilai Soeharto telah memenuhi kriteria formal dan substansial sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

"Saya sangat senang mendengar wacana ini kembali mengemuka. Soeharto bukan hanya pemimpin yang membawa Indonesia menuju kemajuan ekonomi dan infrastruktur selama 32 tahun kepemimpinannya, tapi juga negarawan sejati yang pantas dihormati oleh seluruh rakyat Indonesia," kata Juliyatmono, Kamis (30/10/2025).

Juliyatmono mengingatkan bahwa jenazah Soeharto dimakamkan di Astana Giri Bangun, Karanganyar, yang kini menjadi situs ziarah nasional.

"Sebagai putra daerah, saya merasa bertanggung jawab untuk memperjuangkan pengakuan ini. Karanganyar bangga menjadi bagian dari sejarah nasional, dan gelar pahlawan akan menjadi penghormatan abadi bagi jasanya," ujarnya.

Juliyatmono juga mendorong agar seluruh mantan Presiden RI yang telah wafat mendapatkan gelar serupa.

"Ini bentuk penghargaan negara terhadap para pemimpin yang telah mengabdikan diri untuk bangsa, tanpa memandang era atau kontroversi masa lalu. Sejarah harus dilihat secara utuh," ungkap Juliyatmono.

Baca juga: Di Karanganyar, Titiek Soeharto Akhirnya Buka Suara Soal Ayahnya Dinobatkan Jadi Pahlawan Nasional!

Penolakan dari Warga dan Tokoh Nahdlatul Ulama

Di sisi lain, penolakan terhadap wacana ini juga muncul dari masyarakat Karanganyar dan kalangan Nahdlatul Ulama.

Yoseph Heriyanto, warga Karanganyar, menyatakan sikap tegas menolak pengangkatan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional.

“Kalau sikap saya pribadi menolak (pengangkatan Presiden ke-2 RI Soeharto sebagai Pahlawan Nasional oleh Kemenbud RI),” kata Yoseph, Kamis (6/11/2025).

Yoseph menegaskan bahwa penolakannya bukan karena sentimen pribadi, melainkan karena banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi di era pemerintahan Soeharto.

Penolakan juga disampaikan oleh Mustasyar PBNU, KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus, yang menyatakan keberatan terhadap rencana pemerintah tersebut.

Sikap Gus Mus mendapat dukungan dari PCNU Karanganyar.

Ketua PCNU Karanganyar, KH Nuril Huda, menyatakan bahwa pihaknya akan mengikuti kebijakan PBNU secara organisatoris.

"Urusan usulan gelar Pahlawan kepada Bapak Soeharto, kami secara organisatoris tegak lurus mengikuti sikap dan kebijakan PBNU," kata Nuril, Minggu (9/11/2025).

Nuril menambahkan bahwa meski setiap tokoh memiliki kontribusi, tidak semua layak diberi gelar pahlawan.

"Secara pribadi saya yakin setiap orang telah berkontribusi untuk kemajuan negeri ini, meski di sisi lain juga punya kekurangan, sehingga tak semua harus dilabeli pahlawan oleh negara," ungkapnya.

Gelar Pahlawan Soeharto

Isu gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto mencuat kembali menjelang Hari Pahlawan 10 November 2025, memicu perdebatan publik dan respons beragam dari berbagai kalangan.

Pemerintah melalui Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, bersama sembilan tokoh lainnya pada 10 November 2025.

Namun, keputusan ini menuai kontroversi. 

Penolakan muncul dari aktivis HAM dan masyarakat sipil yang menyoroti rekam jejak Soeharto dalam pelanggaran HAM, seperti tragedi 1965, Pulau Buru, dan kerusuhan Mei 1998.

Sementara itu, kelompok pendukung seperti Tim Hukum Merah Putih menyatakan bahwa jasa Soeharto sebagai Bapak Pembangunan layak diapresiasi dengan gelar Pahlawan Nasional.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved